BAB 7

26.8K 2.2K 150
                                    

°Zira's Brothers & Daddy°

Semua anggota keluarga Xanato sedang berada di ruang makan saat ini. Suasana hening menyelimuti ruang makan itu. Tidak ada satu pun yang berani memulai pembicaraan.

Albert meletakan sendok dan garpunya ke atas piring setelah selesai. Dia menatap semua orang yang ada di ruangan itu. "Aku menemukan anak yang memiliki nama yang sama dengannya. Besok aku kembali mengunjunginya dan melakukan tes DNA untuk memastikan semuanya,"

Peter meletakkan peralatan makannya dengan kasar. "Bahkan sebelum mengajaknya untuk tes DNA, mungkin dia sudah mengusirmu," sinisnya.

"Aku bakal tetap berusaha. Aku gak bakal berhenti ataupun nyerah," tegas Albert.

"Terserah. kalau saja cucuku sampai membenciku juga, papa bakal anggap itu akibat dari perbuatanmu, anak ku." tekan Peter, bangkit meninggalkan ruangan itu.

Ruangan itu kembali hening setelah kepergian Peter. Mereka semua diam, sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Dari mana daddy tau kalau anak itu tinggal di panti asuhan? Bukankah seharusnya dia tinggal bersama ibunya ?" tanya Reza, anak dari Albert dan Anita.

"Dulu, wanita itu—Sarah— selalu ngirimin daddy surat setiap enam bulan sekali. Tapi sejak 13 tahun yang lalu, daddy gak pernah dapat surat itu lagi. Surat itu berhenti dikirim."

"Di setiap surat yang dikirimkan ke daddy, selalu diselipkan foto mengenai Zira. Sarah juga pernah menuliskan di surat itu, kalau Sarah dan Zira tinggal di panti asuhan. Sarah ingin Zira memiliki banyak teman, supaya tidak merasa kesepian."

"Tiga bulan yang lalu, waktu daddy pindah ke gedung kantor perusahaan yang baru, daddy baru aja nemuin surat itu terselip diantara berkas-berkas di lemari."

"Yang artinya daddy baru mencari anak itu setelah menemukan suratnya?" tanya Reza.

"Berarti, kalau daddy gak nemuin surat itu, daddy gak bakalan nyari anak itu?"

Albert terdiam. Yang dikatakan anak pertamanya itu memang benar. Bahkan ia hampir saja melupakan keberadaan anak perempuannya kalau bukan karena surat itu.

"Daddy diam, berarti benar. Mereka berdua memang menyusahkan. Sejak mereka datang, mereka selalu mengusik keluarga ini,"

"Reza!" peringat Ira pada cucunya.

"Yang Reza bilang juga benar kan oma? Itu memang fakta." jawab Reza.

"kamu tau Reza? Kesalahan itu dilakukan oleh orang dewasa. Zira, anak itu, tidak bersalah. Bahkan dia tidak tau apa-apa. Kamu tidak boleh menyalahkan cucu oma. Bagaimanapun Zira itu adik kamu, Reza." jelas Ira menatap lembut cucunya itu.

"Adik tiri tepatnya." ucap Reza memperjelas.

"Saat ini mungkin kamu belum bisa menerimanya. Oma yakin, suatu saat kalau kamu udah ketemu sama Zira, pasti kamu menyukainya. Mungkin Zira tercipta karena kesalahan yang dilakuin oleh orang dewasa, tapi kehadirannya tetap dinantikan."

"Ketika dia hadir dalam keluarga ini nantinya, kamu bakalan ngerasain gimana rasanya jadi sesosok abang yang harus ngelindungi adik perempuannya dari dunia luar yang begitu kejam." lanjut Ira.

Reza hanya mendengarkan dengan baik penuturan omanya itu. Dia tidak pernah menyalahkan kehadiran adiknya, hanya saja ia belum siap menerima kenyataan. Apalagi, kehadiran ibu dari adiknya itu yang membuat mommynya merasa sedih.

Ia takut, bahwa kehadiran adik tirinya dan wanita itu akan membuat mommynya kembali mengingat kenangan buruk di masa lalu.


***

Zira's Brothers & DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang