PART 7 || PENYAMBUTAN BAIK✅

76 13 2
                                    

Mobil hitam itu sudah sampai di garasi rumah keluarga Omar, merasa geram dengan lagu yang mengganggu telinganya Afsha segera turun dari mobil sebelum Ahmed memarkirkannya dengan benar.
"Hah, baguslah turun sendiri," ujar Ahmed dengan senyum kesalnya.

Begitu terpesona saat Afsha melihat rumah keluarga Omar, matanya terbelalak dan senyumnya terukir lebar. Ahmed yang sudah turun dari mobil langsung mengajak Afsha masuk.
"Assalamualaikum," salam keduanya memasuki rumah besar itu.

"Wa'alaikumussalam."

Sial, Hasbi langsung menghampiri Ahmed saat dia baru saja masuk. Wajahnya tampak kesal melihat kakaknya itu. Bagaimana jika nantinya Afsha menceritakan kejadian di bandara? Tentu itu akan membuat masalah untuk Ahmed.
"Afsha kamu jangan ceritain kejadian di bandara yah," bisik Ahmed tepat disamping telinga Afsha. Afsha mengangguk paham.

"Awas kau!" Hasbi menatap tajam Ahmed sembari menunjukan kedua jarinya kepada Ahmed, sama persis seperti Baba. Namun, wajah Hasbi seketika berubah menjadi manis saat melihat Afsha.

"Kak Afsha, ya Allah kak, kakak berubah banget," puji Hasbi yang hampir memeluk Afsha. Segera Afsha menahan agar Hasbi tidak memeluknya sembari berkata, "Hasbi udah sembilan belas tahun kata Kak Ahmed!" spontan Hasbi tersenyum malu dan langung mengajak Afsha masuk.

Baba dan Ibu sudah berada di ruang tengah, ada yang spesial disana. Ruang tengah dirubah seperti ruang pesta. Banyak berbagai macam makanan disana serta ada balon, kue, dan perlengkapan ulang tahun. Aneh, Ahmed jelas tidak suka melihat yang seperti ini. Baginya ini sebuah keramaian, yang ia benci. Ahmed hanya menghembuskan nafasnya kesal saat tiba-tiba saja Baba mengatakan surprise untuk menyambut Afsha.
"Surprise!"

Afsha yang melihat begitu meriah justru dia tersenyum lebar menampakkan deretan giginya yang putih. "Ya ampun, Om! Tante! Afsha kangen banget!" Afsha berlari memeluk Baba—Om Mahmed— dan Ibu—Tante Neta. Haru tercipta di antara mereka apalagi saat Afsha menangis, Ibu dan Baba mengelusnya penuh kasih. Bahkan Hasbi saja ikut menyeka air matanya, dasar anak aneh.
"Alhamdulillah kamu baru sampai kan disini?" tanya Baba.

"Iya lah Om."

"Afsha duduk aja pasti capek kan, Tante bakal siapin semuanya buat kamu."

Semuanya terlihat bergembira dan merasa seperti sebuah pesta. Saat sedang ramai memperhatikan Afsha, suara bel berbunyi dari luar. Ibu yang sibuk memotong kue wajahnya langsung menoleh dan mengatakan, "Ouh, mmm, Minan udah datang."

"Biar Ahmed yang buka pintu," ujar Ahmed. Ahmed langsung keluar dan membukakan pintu untuk kakaknya. Minan datang bersama suami dan anaknya. Wajah mereka nampak antusias saat akan melihat Afsha.

"Çok mutlu, içeride bir doğum günü partisi gibi." [sangat senang, seperti pesta ulang tahun di dalam.] wajah Ahmed menunjukan sebuah kekesalan, Minan dan suaminya yang melihat hanya tertawa kecil. Minan masuk sembari menepuk pundak Ahmed seraya mengatakan, "Kalabalık olmaktan hoşlanmayan biri için sonuç." [Akibat bagi seseorang yang tidak suka ramai.] Minan tertawa dibarengi Elif yang mengikuti Ibunya.
Suami Minan, Razi pun sama menepuk pundak Ahmed dan mengatakan "Hasta."

Ahmed hanya mendengus kesal, dia menutup pintu dan ikut masuk bersama Minan dan Razi. Keramaian semakin bertambah saat Baba menggendong cucunya dan saat Afsha memeluk Minan. Rasanya Ahmed sangat pusing melihat seperti ini, dia tidak bisa terus-terusan berada di keramaian kecuali itu sebuah keterpaksaan. Karena ini bukan paksaan Ahmed memilih untuk masuk ke kamarnya dan meninggalkan keramaian yang terjadi di ruang tengah. Bak pesta ulang tahun bahkan Afsha disuruh meniup lilin.
"Entah apa yang Afsha rasakan, yazik [kasihan]." Ahmed melepas sepatu dan jaketnya, dia langsung berbaring di kasur dan membuka handphonenya. Notif pesan masuk dari Shihan, Ahmed tersenyum. Ini akan lebih baik. Berbalas pesan dengan Shihan akan lebih baik daripada harus mendengarkan semua keramaian yang terjadi disana.

"Hmmm mungkin besok aku ajak Shihan buat ketemu sama Ibu sama Baba," ucap Ahmed tersenyum sembari membalas pesan dari Shihan.
AHMED:
Shihan, besok aku akan mengajakmu untuk kerumahku, mau 'kan?

SHIHAN:
Really?

AHMED:
Iya, aku akan mengatakan bahwa kau datang untuk memberikan kejutan.

SHIHAN:
Waw, i am so happy. Oke, nanti aku tunggu kamu di depan hotel.

AHMED:
Siang hari, setelah aku pulang dari kantor aku jemput kamu, yah?

SHIHAN:
Baiklah.

Perbincangan mereka lewat pesan online terhenti saat Ibu memanggil Ahmed. Dengan tegas Ibu menyuruh Ahmed keluar dan menemani di ruang tengah. Dengan segala kepasrahan dan keterpaksaan Ahmed menuruti perintah sang Ibu.
"Oh iya Afsha kenapa ayah gak diajak?" tanya Minan yang duduk disebelah Afsha.

"Ayah gak mau kak, lagian Afsha juga gak mau kalau Ayah atau Ibu ikut kan Afsha mau liburan sendiri." wajah Afsha nampak ceria saat menjawab pertanyaan Minan, akan tetapi dibalik itu semua pasti Afsha merasa sedih karena tujuannya kesini bukan hanya untuk liburan tetapi untuk menenangkan diri. Disaat melihat Afsha yang ceria menjawab pertanyaan Minan justru Ahmed sedikit iba mendengar jawaban dari Afsha. Mungkin saja Afsha tidak mengetahui jikalau Ayahnya, Om Abdul sudah menceritakan ini kepada Ahmed.
"Sebenernya dia lagi sedih, tapi ya sudahlah. Lagian om Abdul gak boleh ngebahas masalah ini ke Afsha," batin Ahmed.

Semuanya sedang asyik berbincang, Baba dengan Razi dan Hasbi. Ibu dengan Minan dan Afsha serta Elif yang di pangku Afsha. Sedangkan lelaki dengan rahangnya yang kokoh, dia hanya serius menatap makanan yang ada di depannya. Ingin memakannya tapi malas untuk mengambil sehingga hanya ia pandangi sampai dirinya merasa kenyang. Begitu bahagianya saat Afsha memangku Minan kecil, pun sama dengan Elif yang bahagia melihat Afsha walau baru pertama kalinya. Gadis cilik berwajah Turki itu selalu tertawa dan tersenyum indah saat Afsha menciumnya, seperti belaian seorang Ibu bagi Elif, mungkin saja.
"Elif kalau udah besar main yah ke Indonesia, temenin aunty jalan-jalan. Nanti aunty ajak Elif ke pantai, ke gunung, ke sawah, ke sungai, pokoknya nanti Elif bakal seneng. Iya yah mau kan sayang?" Afsha mengajak Elif berbicara tampak antusias. Rasa keibuan sudah melekat pada diri Afsha. Andai dia menikah bulan depan mungkin rasa keibuan itu akan segera tercurah pada anaknya kelak.
"Eh, Elif bisa bahasa Indonesia gak yah?" lirih Afsha menatap Ibu dan Minan. Mereka bertiga tertawa serentak.

Tawanya surut, kemudian Ibu—tante Neta bertanya.
"Afsha kapan nikah nak?" Aneh, Ahmed yang mendengar sempat khawatir. Tapi apakah Om Abdul tidak menceritakan ini kepada Baba dan Ibu? Sepertinya memang tidak. Om Abdul hanya menceritakannya kepada Ahmed.

"Mmm do'ain aja yah tante semoga secepatnya." senyum terpaksa sangat terlihat dari bibir Afsha. Benar kata Om Abdul, jika membahas tentang pernikahan Afsha akan terlihat sedih dan memaksakan senyumnya.

"Wahh aamiin, semoga jodoh terbaik buat Afsha. Mau cari orang Turki gak? Biar kaya Tante jodohnya kan orang Turki, eheheheh ..."

"Waduh kejauhan tante, yang deket aja belum tentu apalagi yang jauh."

"Maksudnya?"

"Ehh, emmm aaa ... gak becanda tante, heheheh ..."

Mereka saling tertawa bersama, Ahmed hanya diam menatap wajah Afsha yang sangat terlihat terpaksa untuk tertawa setelah Ibu menanyakan pernikahan. Sepertinya setelah Afsha kembali ke hotel Ahmed harus menceritakan ini kepada Baba dan Ibu agar tidak membuat Afsha merasa tersinggung.

***

اللهم صل على سيدنا محمد و على ال سيدنا محمد
❤❤❤

CINTA DI LANGIT TURKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang