***
Setelah 20 menit pemerikasaan dan Minan datang bersama suaminya, dokter keluar. Memberikan kabar bahwa Ahmed sekarang baik-baik saja. Semuanya menghela nafas, bersyukur. Akhirnya manager muda itu hanya luka ringan saja.
"Rahang kokohnya tidak apa-apa, huh syukurlah," ujar Hasbi menghela nafas.
"Kenapa Hasbi?" tanya Afsha.
"Kalau seandianya rahang kak Ahmed itu kenapa-napa. Nanti Hasbi gak ada panutan buat tampil gagah, kan panutan Hasbi cuman Kak Ahmed." Hasbi tersenyum kekeh.
Afsha hanya menggelang. Semuanya masuk ke dalam ruangan guna melihat keadaan Ahmed. Ada sisa darah yang menempel di lengan tangan baju Afsha, itu menjadi perhatian untuk Ahmed. Ahmed yang sudah sadar hanya bisa terdiam. Masih tidak menyangka akan perbuatan sahabatnya yang keji. Baik tapi menusuk, itulah Shihan.
"Kau tidak apa-apa? Apa ada yang sakit?" tanya Tante Neta mengelus pucuk kepala Ahmed. Manager yang terkenal dingun itu kembali berubah menjadi seperti anak kecil yang sedang sakit.
"Tidak apa-apa," jawab Ahmed yang sedikit menghindar dari elusan Tante Neta
Mata Ahmed memandang lamat lengan baju Afsha yang sedikit terkena bercak darah tadi. Walau sedikit, tapi Ahmed sangat teliti melihatnya.
"Lebih baik sekarang kau tidak usah bersahabat lagi dengan wanita kejam itu! Untuk apa kau bersahabat dengan dia yang pastinya akan membawamu pada jurang keburukan?!" tegas Baba dengan raut wajahnya yang amat kesal.
"Benar kata Baba, Shihan itu tidak baik untukmu! Bahkan sekarang kakak berharap kau tidak mencintai Shihan," ujar Minan.
"Benar kak, lagian kakak pas itu kan kak Afsha udah bilang tapi kakak gak percaya langsung, malah ragu-ragu dulu. Udahlah lebih baik kakak sekarang fokus sama luka kakak itu. Hasbi bakal usir Shihan dari rumah kita kalau seandainya dia datang," ucap Hasbi.
"Kau tidak perlu mengusirnya. Dia akan pergi sendiri selama tidak ada yang membuatnya marah tentang perbuatannya," lirih Ahmed.
"Kau ini ada-ada saja. Menjelang ulang tahun perusahaan tapi wajahmu bonyok karena wanita kejam itu, hahahah. Ck!" ledek Minan.
"Memangnya kapan acaranya?" tanya Ahmed.
"Wah kakak hilang ingatan?!" panik Hasbi yang langsung disenggol oleh Afsha.
"Ternyata kau pelupa, acaranya akan dimulai dua hari lagi," jawab Minan.
"Aku begitu lemah, aku pria tapi tamparan Shihan saja sampai membuatku begini. Memalukan!"
***
Setelah kemarin dari rumah sakit, Ahmed sudah diperbolehkan untuk pulang. Tak tanggung-tanggung, saat Ahmed sudah kembali ke rumah, Baba menyewa hampir 10 bodyguard untuk menjaga rumah sekaligus para tuan di rumah keluarga Omar. Jika kurang, nantinya Baba akan menambah bodyguard, ujarnya. Hari ini Ahmed terlihat lebih segar. Walau masih ada luka di pipinya tetapi itu tidak menurunkan aura ketampananya.
Pagi yang cerah, bahkan amat cerah. Afsha dan Ibu menyiapkan sarapan untuk semua orang. Untuk berjaga-jaga dari Shihan, bahkan Baba meminta agar Minan dan Razi serta putri kecil mereka tinggal di rumah ini.
"Pagi nak, masih sakit kah?" tanya Ibu mendekat dan melihat luka Ahmed."Tidak," jawab Ahmed yang langsung duduk di kursi makan. Disambut dengan kedatangan Hasbi yang menggendong Elif, saling bercanda. Ahmed ingin tersenyum karena melihat Elif tapi wajahnya sangat sulit untuk itu. Sedikit sakit.
"Bagaiama kak? Mau lagi ditampar oleh sahabat kakak? Hahahah!" ledek Hasbi. Ahmed hanya membalas dengan tatapn sinis.
Tak lama kemudian, Hasbi mengajak Elif untuk menghampiri para bodyguard. Memang, anak yang satu ini sangatlah jenaka. Tante Neta pergi ke kamar guna menyiapkan baju untuk Baba yang akan berangkat lebih awal kali ini. Kini hanya ada Afsha dan Ahmed. Afsha yang lebih dulu menyantap sandwich di meja makan membuat Ahmed risih. Walau duduk berjauhan rasanya Ahmed merasa bersalah atas kemarin.
"Gimana bilangnya yah?" batin Ahmed.
"Mmm..."
"Mana baju kamu yang kemarin?!" dengan tiba-tiba Ahmed menyodorkan tangannya kepada Afsha yang tengah asyik memakan sandwich.
"Uhuk!" Afsha tersedak.
Dia segera berlari mengambil air putih yang ada di kulkas. Meminumnya dan barulah berkata.
"Maksudnya?"
"Baju kamu kemarin yang dipakai kamu!"
"Buat apa? Ihh kamu jorok banget sih pikirannya!" Afsha marah. Dia tidak tahu maksud Ahmed tapi dengan santainya dia marah.
"Kamu yang jorok!" Ahmed meninggikan suaranya.
"Terus buat apa? Ngapain? Mau minjem? Terus dipakai kamu?!" tegas Afsha.
"Arghhh kau ini." Ahmed berdiri, melangkahkan kaki menuju lantai dua. Afsha yang sudah tau kemana Ahmed akan pergi segera berlari mengikuti Ahmed. Benar saja, Ahmed memasuki kamar Afsha.
Ckleak!
Pintu terbuka. Pemandangan yang sedikit Ahmed benci. Kamarnya terlalu banyak baju yang berserakan di ranjang.
"Tidak rapi!" gerutunya."Eh ngapain kamu masuk-masuk ke kamar aku?! Hah?!" bentak Afsha tak terima.
"Kamar kamu? Hai dengar yah, ini itu kamar tamu rumah keluargaku, jadi wajarlah. Bebas siapa pun boleh masuk!" ledek Ahmed.
"Ya gak bisa dong. Itu namanya gak sopan, kalau kamar tamu udah ada yang nempatin apalagi wanita itu artinya lelaki gak boleh masuk!" tegas Afsha melotot ke arah Ahmed.
"Idih."
Hanya itu yang keluar dari mulut Ahmed. Ahmed menjelajahi kamar Afsha, walau Afsha sudah menahan dengan menarik lengan Ahmed tapi apa dayalah. Afsha hanya wanita yang tenaganya tak sekuat Ahmed yang selalu nge gym. Ahmed mendekat ke arah gamis yang sedang digantung di pintu lemari. Dengan kasar Ahmed mengambilnya, dia kembali keluar. Afsha mengejar sampai akhirnya dia bisa menahan tubuh Ahmed.
"Stop!!!"
"Apa lagi?"
"Mau buat apa?!"
"Mau aku cuci," jawab Ahmed.
Afsha melongo, kebingungan. Entah apalagi yang dilakukan manager muda itu setelah kemarin terkena tamparan oleh sahabatnya sendiri.
"Lo waras? Gak apa-apa, 'kan?""Lo yang gak waras!" tegas Ahmed.
"Hah?"
"Ini itu harus dicuci karena ada darah aku! Kalau nggak dicuci ini baju tuh kotor! Kayak gitu aja gak tau."
"Darah? Mana coba?! Kamu ini aneh."
"Lihat!" Ahmed menunjukan lengan baju yang terdapat bercak darah sedikit.
Mata Afsha membulat. Ucapan Ahmed benar. Malu, dan tidak tahu harus berbuat apa. Hanya menelan salivanya berkali-kali, Afsha.
"Aku tau kamu males, jadi aku yang nyuci. Toh ini juga darah aku, udahlah!" Ahmed menyingkirkan Afsha hanya dengan satu singkiran. Afsha membulat, malu sekali. Kenapa Ahmed melihatnya? Padahal itu hanya sedikit darah. Afsha berlari mengikuti Ahmed. Melihat apa yang Ahmed akan lakukan dengan gamisnya itu. Apakah benar mencucinya atau justru membuangnya? Itu yang Afsha takutkan. Karena ucapan Ahmed tidak ada yang bisa Afsha percayai.
____
Happy Reading
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DI LANGIT TURKI
Teen FictionFOLLOW AUTHOR!!! *Kata-kata masih banyak yang typo. Mohon dimaklumi* Bagaimana jadinya saat kita mencoba berlibur untuk melupakan masalah kita justru saat berlibur lah masalah kembali hadir kepada kita??? Seorang wanita yang calon suaminya telah dir...