PART 34 || NYAMAN?✅

54 12 0
                                    

Keesokan harinya. Setelah semalam Ayah dan Ibu Afsha sampai di Turki, kini mereka bersiap-siap. Hari ini ulang tahun perusahaan. Semoga saja acara berjalan dengan baik dan tidak ada kendala.

Duk! Duk! Duk!

Tangan Afsha menggedor pintu kamar Ahmed berkali-kali. Entah ada masalah apa Afsha dengan Ahmed sampai-sampai menggedornya dengan keras. Lelaki dengan tubuh maco nya itu keluar dengan membawa paperbag.

"Gak usah ngegas! Nih!" Ahmed memberikan paperbag itu kepada Afsha. Afsha menerimanya. Membuka paperbag itu, berisi baju yang telah dicuci dan dilipat rapi oleh Ahmed. Afsha tersenyum. Baunya yang sangat wangi membuat Afsha tak henti-henti menciumi bajunya itu.

"Emang lo gak pernah nyuci baju sewangi itu?"

"Gak pernah. Oke, makasih." Afsha langsung pergi meninggalkan Ahmed. Mengingat dirinya harus bersiap-siap karena akan menghadiri acara ulangtahun perusahaan.

Setelah semuanya siap, keluarga Omar bergegas memasuki mobil. Bagai sultan yang dikawal oleh para prajurit, kali ini keluarga Omar dikawal dengan 12 bodyguard. Bahkan Baba sudah menyiapkan puluhan bodyguard untuk menjaga keamanan perusahaan.
Kali ini Afsha akan datang bersama Ahmed serta Hasbi. Mereka satu mobil. Dengan Afsha yang duduk dibelakang bersama Hasbi sedangkan Ahmed duduk di depan menyetir mobil. Bagai supir dengan sang penumpang.

"Hasbi mending kamu duduk disini, di depan," pinta Ahmed menoleh ke arah Hasbi.

"Ih gak mau. Mending disini sama Kak Afsha," ujar Hasbi.

"Bener," lanjut Afsha tersenyum kepada Hasbi.

"Dipikir aku supir apa?!" tegas Ahmed.

"Emang. Kata Ibu, Ahmed Omar itu kalau gak jadi manager bakal jadi supir."

Hasbi meledek menatap Ahmed sinis. Ahmed terdiam. Tidak perlu menanggapi ucapan sang adik itu. Rasanya sudah tidak penting.

Mobil hitam itu berjalan. Menuju ke perusahaan. Hasbi dengan Afsha yang sangat berisik di belakang sangat menggangu Ahmed yang sedang fokus menyupir. Mengharuskan Ahmed memutar musik kesukaannya dengan volume full.

"Berisik yah kak," protes Hasbi ke Afsha.

"Emang. Ahmed itu orangnya gitu, gak patut dicontoh," jawab Afsha.

"Paham bener kak Afsha."

"Paham lah. Selama di Turki kak Afsha sering naik mobil bareng batu berjalan. Siapa lagi coba supir kak Afsha selain dia? Ck!"

"Wah bener, hahahahah," gelak tawa mereka masih terdengar di telinga Ahmed. Jika seperti ini, Ahmed sangat tidak fokus. Ahmed menghentikan mobilnya. Membuat Afsha dan Hasbi kebingungan.

"Eh kenapa berhenti?" tanya Hasbi yang tak dijawab oleh Ahmed. Ahmed justru mengambil handphonennya dan menelepon seseorang. Setelah selesai menelepon, ada mobil hitam lain yang berhenti di depan mobil hitam Ahmed. Ahmed turun dari mobilnya. Membuat keduanya semakin bingung.

"Kenapa tuh?"

"Gak tau kak."

"Eh Ahmed!"

Teriakkan pun tidak akan direspon oleh Ahmed. Ahmed keluar dibarengi dengan seseorang lain yang keluar dari mobil hitam di depan. Ahmed nampak memberikan kunci mobilnya kepada bodyguard itu. Lebih tepatnya dia menukarkan kunci mobilnya. Ahmed masuk ke mobil hitam di depannya sedangkan bodyguard tadi masuk ke mobil Ahmed ini.

"Ingin ku berkata kasar," lirih Afsha.

Mobil hitam di depan yang dijalankan Ahmed sekarang melaju cepat. Sedangkan Afsha dan Hasbi hanya bisa pasrah, mereka berdua merasa seperti sedang diculik. Tubuh kekar bodyguard itu membuat bulu kuduk Afsha berdiri.
"Ahmed sana emretti mi?" [Apa Ahmed menyuruhmu?] tanya Hasbi.

"Evet, arabaları değiştirmemi söyledi." [Iya, dia menyuruhku untuk bertukar mobil.]

Akhirnya dengan kepasrahan mobil yang ditumpakki Hasbi dan Afsha berjalan. Biarkanlah, Ahmed bertingkah laku semaunya.

***


Sesampainya di perusahaan, Afsha segera masuk dengan menggandeng tangan sang ibunda. Suasana sudah sangat ramai. Dihadiri oleh banyak pebisnis luar juga. Tapi, Ahmed dia tidak suka keramaian, Ahmed tidak masuk dan mengikuti acara. Dia justru duduk di taman perusahaan. Rasanya ini lebih baik. Duduk sembari membaca buku mengenai Aşk Nedir yang tak pernah usai.

"Cinta itu apa sih yah?" gerutu Ahmed.

"Saat melihatnya kita akan merasa nyaman, dan tenang." Ahmed menerjemahkan kata-kata yang ada di buku.

"Aku nyaman saat sama Afsha."

"Ups! Hah?! Ahmed! Kau bilang apa! Astaghfirullahaladzim," tangan Ahmed menutup mulutnya dan matanya membulat. Tidak mempercayai apa yang baru saja ia ucapkan. Nyaman dengan Afsha? Ya, memang tidak bisa dipungkiri. Semenjak kejadian itu Ahmed justru lebih nyaman untuk dekat dengan Afsha.

"Aku nyaman sama se-se-semuanya, kok," lanjutnya. Ahmed melirik sekitar, semoga saja tidak ada yang mendengarnya. Dan jika ada salah seorang bodyguard yang mendengarnya, semoga saja ia tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Ahmed.

____

Happy Reading❤

CINTA DI LANGIT TURKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang