PART 20 || DIA CALON SUAMIKU✅

77 13 0
                                    

"Andai aku mengetahuinya, tidak akan diriku bersusah payah untuk berlibur menenangkan diri disini. Jika saja aku mengetahuinya, mungkin berdiam diri dan menangis di ruanganku akan lebih baik ..."

AFSHA AS-SYIFA

***

Wanita itu mengelap sisa-sisa air matanya menggunakan hijab. Sesekali terbatuk karena tangisannya. Usai sudah, walau dirinya belum puas untuk menangis tapi Afsha berpikir lebih dalam. Tidak ada gunanya menangis seperti ini, semua baginya hanyalah takdir. Afsha turun dari ranjangnya dan segera membersihkan dirinya di kamar mandi. Selesai itu Afsha mengganti gamisnya dan hijabnya. Keluar membawa tas. Melangkah keluar dari hotel. Tepat di depan hotel dia bertemu dengan Pak Joko yang tampak repot membawa beberapa belanjaan.
"Pak Joko?" Sapa Afsha ramah dan tersenyum simpul. Matanya terlihat sembap. Pak Joko yang melihatnya sampai-sampai beliau bertanya. "Nak Afsha kenapa? Kok matanya kaya habis nangis gitu?"

"Ehh gak apa-apa Pak, tadi kena sabun pas mandi," jawab Afsha yang masih tersenyum.

"Mau saya bantuin nggak pak?"

"Boleh, boleh. Heheh lagi pula pinggang bapak udah sakit banget. Maklum lah udah tua."

"Ya sudah pak sini saya bantu." Afsha menunda tujuannya untuk keluar. Dia mengangkat tiga paperbag besar milik Pak Joko dan membawanya ke kamar Pak Joko yang tak jauh dari kamar Afsha. Selesai menaruh paperbag, Afsha berpamitan kepada Pak Joko.

"Pak, Afsha mau keluar sebentar. Afsha permisi yah, Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam, hati-hati nak."

Afsha berjalan. Pak Joko menaruh perasaan aneh terhadap Afsha. Tidak biasanya Afsha yang Pak Joko kenal sebagai wanita yang lucu dan selalu tertawa tetapi kali ini hanya tersenyum dengan mata sembabnya. Ingin sekali menanyakan yang sebenarnya akan tetapi Pak Joko pastilah tidak bisa membantu banyak.
Afsha keluar dan lagi-lagi, tepat di depan hotel dirinya melihat mobil Ahmed. Dari mobil Ahmed, keluarlah Shihan. Melihat Shihan membuat Afsha ingin menangis. Ternyata Budi yang Farhan maksud dulu adalah Shihan. Shihan turun bersamaan dengan Ahmed, lelaki yang ditugaskan Ayahnya untuk menjaga dirinya selama di Turki justru lebih menjaga orang lain.
"Astaghfirullahaladzim," ucap Afsha tegar mengelus dadanya yang sesak. Afsha menyembunyikan dirinya di balik mobil lain untuk mendengarkan perbincangan Shihan dan Ahmed. Dirinya sangat ingin tahu apa yang dikatakan Shihan kepada Ahmed. Mungkin saja itu tentang Farhan, tetapi entahlah. Afsha ingin tahu sekarang.

"Tadi itu dia buka handphone aku, habis itu dia nangis. Kan aneh banget," ujar Shihan yang mengambil tasnya.

"Kan aku udah pernah bilang kalau Afsha itu wanita aneh, hahahah udahlah jangan dipikirin," jawab Ahmed.

"Ya udah aku pulang dulu yah, nanti besok jangan lupa datang ke acara ulang tahunnya Elif."

"Iya, dah!" Shihan melambaikan tangannya saat Ahmed kembali memasuki mobilnya. Mobil hitam itu berjalan meninggalkan Shihan. Tetapi Shihan masih terdiam di tempatnya dan mengambil handphonenya.

"Oke, sekarang dia sudah tau siapa aku. Jelas aku ini Shihan. Dasar Afsha terlalu bodoh," gerutu Shihan saat melihat handphonenya.
Afsha yang masih bersembunyi dibalik mobil lain, dia hanya bisa menutup mulutnya. Berusaha menahan tangisannya. Dadanya terasa sesak mengetahui semua ini. Seandainya saja sebelum berangkat ke Turki dia mengetahui bahwa ada Budi disana, dia tidak sama sekali ingin berlibur.

"Farhan, dia udah tahu sayang. Udahlah biarin aja."

Shihan terlihat sedang menelepon seseorang. Pastilah itu Farhan, mantan calon suami Afsha dulu. Selesai menelepon Farhan, kini Shihan memasukkan handphonenya kedalam tas dan dia berceloteh.

"Semua ini hanya untuk balas dendam, ck!" senyum jahatnya terukir. Shihan melanjutkan langkahnya memasuki hotel. Sedangkan Afsha kini melepaskan tangisannya. Dadanya sesak sekali, dan benar-benar sesak. Tangisnya tak terbendung. Penyesalan dirinya adalah mengapa dia harus mengetahui semua ini dengan begitu saja, tanpa ada aba-aba. Afsha sangat menyesal telah berlibur ke Turki. Itu yang Afsha rasakan saat ini.

"Kenapa ini harus terjadi? Aku semakin tidak tenang dan disini aku justru semakin sakit. Memang tidak ada Farhan disini, akan tetapi hatiku sangat sakit melihat Budi yang ternyata mengenal keluarga Omar, hiks." mencoba tetap kuat, Afsha mengambil tissue dan menghapus air matanya. Dia berdiri dan kembali berjalan. Memberanikan diri untuk menyusuri kota Istanbul sendirian tanpa ditemani orang lain. Tujuan Afsha akan mencari sebuah kado untuk ulang tahun Elif besok. Bukan niatnya, tapi ini adalah amanat yang disampaikan Ayah tadi.

Sebuah toko yang menjual mainan anak kecil ada di ujung jalan. Segera Afsha melangkah kesana dan membeli beberapa mainan. Walau dirinya tak paham bahasa Turki, akan tetapi Afsha berbicara dalam bahasa Inggris. Tak semestinya toko ini hanya mengerti bahasa Turki, karena disini ada banyak turis. Jadi wajar jika sang kasir paham akan apa yang Afsha katakan.
Afsha membeli dua pakaian imut nan lucu untuk Elif. Bahkan dia membeli sebuah buku cerita untuk Elif. Afsha berkata bahwa dirinya meminta agar barang yang ia beli sekalian saja untuk di kado. Untuk menunggu kado, Afsha duduk di kursi yang sudah disediakan pemilik toko. Sangat lama, entah apa karena kado yang terlalu cantik atau antre. Entahlah, tetapi saat dirinya baru saja duduk. Lelaki berjaket hitam memasuki toko. Benar, itu Ahmed. Wajah Afsha yang menengok ke arahnya dan sama-sama berpapasan. Ahmed sama-sama melihat Afsha. Afsha buru-buru menengok dan mengalihkan pandangannya. Karena Ahmed masih saja menatapnya, Afsha berdiri. Dia bergegas mengambil kado yang belum selesai. Dia segera berlari keluar tanpa melirik Ahmed sedetikpun. Ahmed yang melihat Afsha bersikap aneh dia mengerutkan alisnya. Tanpa berpikir panjang akhirnya Ahmed mencoba mengejar Afsha yang sudah keluar terlebih dahulu dari toko.
"Afsha! Tunggu!" Panggil Ahmed berlari mengikuti arah Afsha.

"Afsha!!!" Panggilnya untuk kedua kali.
Afsha tidak melirik sama sekali. Dia mencoba mempercepat larinya. Afsha sangat tidak ingin melihat siapapun walau itu keluarga Omar. Rasa yanga ada dihatinya hanya bisa bercampur aduk.
Ahmed yang gigih mengejar Afsha akhirnya dia bisa menarik tali tas Afsha. Seketika Afsha berhenti dan bersamaan dengan itu air matanya kembali menetes. Afsha mencoba menyeka air matanya agar Ahmed tidak melihat.
"Afsha!"

Hosh, hosh, hosh ...

Nafas Ahmed beradu akibat lari mengejar Afsha tadi.

"Hay! Kenapa kau lari?" Dengan paksa, Ahmed membalikkan badan Afsha agar dia menatapnya. Afsha membalikkan badan dengan sebuah box yang ada di tangannya yang masih belum usai ditutup dengan kertas kado.

"Kenapa? Ada apa? Kenapa kau lari seakan-akan kau melihatku sebagai hantu?! Hah?" nada Ahmed meninggi. Apa Ahmed marah padaku? Pikir Afsha. Afsha menunduk, dia sangat tidak ingin menatap wajah Ahmed ataupun mendongak untuk menjawab pertanyaan Ahmed.

"Hey! Kau ini patung?! Aneh sekali, jawab! Kau ini kenapa?"
Afsha masih saja terdiam dan menunduk.

"Okay baik, mungkin kau panik. Sekarang, ikut aku. Kita cari tempat yang membuatmu nyaman untuk berbicara." Ahmed menarik tangan Afsha yang tertutupi oleh sarung tangan. Tanpa perlawanan Afsha hanya mengikuti Ahmed. Ahmed berjalan menarik Afsha dan membawa Afsha kesebuah kedai kopi. Mungkin saja dengan ini Afsha akan lebih nyaman untuk menjawab pertanyaan dari Ahmed.

Afsha duduk sedangkan Ahmed memesan kopi terlebih dahulu. Dua gelas kopi akhirnya datang, kini Ahmed duduk dihadapan Afsha yang masih menunduk.
"Kenapa? Jawab aku Afsha ..."

"Sulit untuk menjawabnya," lirih Afsha yang sekarang mampu untuk berkata.

"Ada apa? Haish, Ck. Kau ini aneh sekali." Ahmed mengusap wajahnya.

"Dia calon suamiku." mendengar ucapan Afsha itu Ahmed terdiam. Berusaha mencerna kata-kata Afsha. Berpikir keras untuk memahami ucapan Afsha. Wanita berhijab itu masih saja menunduk dengan memainkan jarinya. Raut wajahnya menampakkan kesedihan yang sangat dalam. Afsha tak mau mendongak karena ia pun takut jikalau Ahmed melihat matanya yang sembab.

***

_____
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد❤❤❤

CINTA DI LANGIT TURKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang