***
Sore hari. Semua orang pulang dari kantor, begitu juga dengan Ahmed dan Om Mahmet. Bingung, Afsha merasa ini bukan seperti liburan. Ini lebih mengartikan bahwa Afsha seperti menumpang hidup di negara orang.
Ingin sekali pulang tapi bagaimana lagi, ia mempunyai janji disini. Afsha menuruni anak tangga. Lagi, dan lagi. Ada Shihan. Entah kenapa wanita itu setiap hari mengunjungi rumah ini.
Shihan terlihat sedang bersama Ahmed duduk di depan. Dengan sengaja dan rasa berani yang sudah ada di hatinya Afsha menghampiri keduanya. Ikut duduk disana bersama mereka. Untuk apalagi mrnangis, tidak ada tangisan.
"Eh ngobrol apa nih?" tanya Afsha yang duduk disamping Shihan. Tatapan aneh dari Shihan langsung dibalas senyumam oleh Afsha.
"Ikut campur aja," gerutu Shihan tak suka.
"Ya iyalah, aku kan juga deket sama keluarga Omar loh."
"Ini urusan pribadi," jawab Shihan.
"Ih masa?" ujar Afsha dengan nada meledek.
"Udah! Jangan ribut! Gak bahas apa-apa kok Sha, ngobrol biasa aja." Ahmed membela Afsha. Dengan ini Afsha semakin percaya bahwa Ahmed sudah bisa mempercayai ucapannya.
"Ahmed? Kamu kok?" lirih Shihan aneh kepada Ahmed.
"Kalian punya hubungan yah?" tanya Afsha yang membuat Ahmed tersedak saat sedang minum.
"Memangnya kenapa?" tanya balik Shihan.
"Gak apa-apa. Takut aja nanti jadi korban, hahahaha. Udahlah gak usah dipikirin," ujar Afsha menyindir Shihan.
Wanita berhijab itu sepertinya semakin berani akhir-akhir ini. Semua ini berkat dukungan Hasbi yang kemarin menguatkan Afsha.
***
Tuan muda keluarga Omar menatap Afsha lamat-lamat. Mencoba memberikan penjelasan kepada Afsha agar wanita itu tidak terlalu lama berada di keterpurukan.
"Kak Afsha..." lirihnya memanggil Afsha. Afsha mendongak, menatap Hasbi yang sudah ia anggap seperti adik sendiri.
"Kakak harus yakin. Kakak pasti bisa. Bukan masalah susah atau apa, tapi ini semua demi kesehatan kakak juga. Kakak mau tiap hari menangis? Tiap hari terpuruk, sedih, hanya karena wanita itu? Ingat kak, itu juga dapat membuat stress kakak. Semua itu mengganggu kesehatan kakak. Bagaimana jadinya jika kakak sakit? Itu membuat semua orang panik. Kak, Hasbi mohon kak, semua ini bukan demi Hasbi akan tetapi ini demi kakak. Kubur dalam-dalam rasa sakit di hati kakak. Kuatkan hati kakak sendiri. Beranikan diri kak. Hasbi percaya, dengan itu kakak akan mudah melupakan segala masalah kakak. Kita akan menyelesaikan masalah ini secara bersama-sama."
Penjelasan dari Hasbi membuat air mata Afsha keluar. Rasanya semua ucapan Hasbi memang benar dan harus dilakukan. Afsha menutup wajahnya dengan tangan. Isak tangisnya di dengar oleh Hasbi. Ingin sekali Hasbi memeluk Afsha, tapi pastilah Afsha tidak membolehkannya.
"Jangan menangis kak, sekarang Hasbi katakan bahwa tangisan kakak tidak ada gunanya. Larut dalam kesedihan, keterpurukan, dan kemarahan juga pernah dialami oleh kak Ahmed. Jadi Hasbi sudah paham kak, lihat kak Ahmed. Sekarang dia sudah pulih dan menjadi lelaki yang lebih dewasa. Walau Kak Ahmed cuek dan dingin, tapi sebenarnya di balik itu semua ada sebuah kebaikan yang tersembunyi sekaligus kesakitan hati yang mendalam," ucap Hasbi yang membuat tangis Afsha berhenti seketika.
"Kenapa? Ada apa dengan Ahmed?" tanya Afsha.
"Beberapa tahun lalu, Kak Ahmed mencintai seorang wanita. Dia sangat mencintai wanita itu. Wanita itu berasal dari Arab, wajahya cantik dan dia juga anak dari sahabat baba. Saat itu baba ingin sekali menjodohkan kak Ahmed dengan kak Ghaziya, namanya. Saat itu baba memberikan nomer telepon kak Ghaziya kepada kak Ahmed sehingga mereka saling berkomunikasi lewat telepon. Suatu saat, kak Ghaziya datang ke Turki sendirian untuk bertemu dengan kak Ahmed. Mereka saling mencintai. Selama di Turki, kak Ghaziya selalu di temani Kak Ahmed. Mereka menikmati waktu bersama, dari pagi sampai menjelang malam. Setelah itu kak Ghaziya kembali ke hotel. Tapi saat waktu liburan kak Ghaziya sudah habis di Turki, kak Ahmed mengatakan bahwa dirinya tidak ingin melepas Kak Ghaziya. Cinta meraka sangatlah kuat walau dijaraki atara Arab dan Turki. Kak Ahmed memiliki firasat buruk saat kak Ghaziya akan kembali ke Arab, apalagi dengan ucapan Kak Ghaziya yang membuat kak Ahmed semakin was-was untuk merelakan kak Ghaziya kembali ke Arab." Cerita Hasbi terjeda saat Afsha bertanya.
"Ucapan apa?"
"Kak Ghaziya mengatakan bahwa kak Ahmed harus siap jika sewaktu-waktu kak Ghaziya tidak bisa bersamanya lagi. Setelah pesawat yang dinaikki kak Ghaziya meluncur, kak Ahmed tak henti-hentinya berdo'a dan dirinya tidak ingin meninggalkan bandara. Saat itu kak Ahmed bahkan hampir saja menyusul kak Ghaziya untuk penerbangan kedua. Tapi semuanya sirna begitu saja. Firasat kak Ahmed terbukti. Beberapa jam saat kak Ahmed masih di bandara, sebuah berita eklusif menyiarkan bahwa telah terjadi kecelakaan pesawat, dan pesawat itu adalah pesawat yang menuju ke Arab. Kak Ghaziya ada disana. Kak Ahmed menyesal, bersalah, dan sangat marah bahkan sangat sedih saat keesokan harinya berita eklusif menyiarkan kembali bahwa semua penumpang pesawat tidak bisa diselamatkan. Hasbi sangat tahu, hati kak Ahmed hancur. Cinta pertamanya berakhir begitu saja. Kak Ghaziya meninggalkan kak Ahmed untuk selama-lamanya. Niat kak Ahmed untuk melamar pun juga sudah tidak bisa lagi. Setelah kejadian itu, kak Ahmed berubah. Dia sering menghabiskan waktu dikamar dan menangisi semuanya. Apalagi saat baba mengajaknya untuk berziarah pergi ke rumah kak Ghaziya, kak Ahmed tidak mau. Dia hampir gila karena menyesal tidak menahan kak Ghaziya saat itu. Akhirnya, setelah berbulan-bulan kita semua mencoba menata hati kak Ahmed kembali sekarang kak Ahmed mampu membuktikannya. Dia sudah tidak lagi larut dalam kesedihan walau rasa sakit di hatinya masih ada. Dia sekarang berubah menjadi lelaki yang lebih pendiam."
Cerita panjang dari Hasbi membuat Afsha mengerti saat ini. Dibalik sosok Ahmed yang selalu diam dan cuek ternyata ada kesakitan yang tersimpan dalam. Ghaziya, cinta pertamanya itu sudah meninggal bertahun-tahun lalu saat Ahmed masih berusia muda. Bahkan Afsha merasa ini lebih sakit dari yang ia rasakan.
"Ahmed mampu bertahan dengan rasa sakit itu," lirih Afsha.
"Mampu, tapi kakak tau? Saat kak Afsha akan kembali ke Indonesia kak Ahmed sangat jelas terlihat panik. Itulah, kepanikannya saat itu menandakan dirinya masih trauma dengan kejadian kak Ghaziya."
"Benar katamu. Aku harus bisa bertahan. Bahkan ini tidak seberapa dibanding dengan Ahmed. Ternyata dirinya sangat mengubur dalam kesedihannya," lirih Afsha.
"Sekarang, Kakak harus bisa buktikan! Buktikan kepada Shihan bahwa kakak bukan wanita lemah atau bodoh yang hanya bisa larut dalam kesedihan!" ujar Hasbi meyakinkan kembali Afsha.
Afsha sedikit menganggukan kepalanya. Akhirnya Afsha mau untuk mencoba ucapan yang dikatakan Hasbi. Benar, untuk apa larut dalam kesedihan jika nantinya kita yang akan rugi?
Happy reading
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DI LANGIT TURKI
Teen FictionFOLLOW AUTHOR!!! *Kata-kata masih banyak yang typo. Mohon dimaklumi* Bagaimana jadinya saat kita mencoba berlibur untuk melupakan masalah kita justru saat berlibur lah masalah kembali hadir kepada kita??? Seorang wanita yang calon suaminya telah dir...