PART 37 || TERSESAT✅

66 12 2
                                    

Suasana masih sama. Afsha dan Ahmed benar-benar terdiam. Hasbi mencoba menduga-duga alasan kenapa mereka terdiam. Pastinya ada satu alasan, walau mereka sempat berkata tapi pasti mereka telah memiliki alasan agar tidak berbicara lagi.

Setelah kemarin malam menjemput Ibu dan Ayah di bandara, Afsha segera menyelesaikan pembuatan kue ulang tahun dibantu oleh tante Neta dan Ibu serta Minan. Tetapi pada saat tengah malam mulai hadir, Afsha justru menyuruh Ibu dan Tante Neta untuk istirahat saja. Ya, usia sudah tidak muda jadi Afsha mengkhawatirkan kedua wanita yang ia sayangi akan sakit. Apalagi Ibu baru saja sampai di Turki. Tante Neta pun dengan pasrah menuruti kata Afsha, begitu juga dengan Ibu. Afsha akan melanjutkan ini bersama Minan, ujarnya kepada kedua wanita paruh baya itu.

"Kak Minan, pewarna kuenya mana yah?" tanya Afsha sibuk mencari pewarna kue. Afsha sangat ulet dalam membuat kue, lengan bajunya bahkan terciprat oleh adonan kue.

"Warna apa?"

"Warna pink kak."

"Kayaknya di laci itu deh," jawab Minan. Afsha mengangguk, segera membuka laci meja dan mendapati pewarna makanan.

"Ada, 'kan?" tanya Minan.

"Ada kak."

Oek ... oek ... oek ...

Tangisan Elif terdengar. Mungkin saja Elif mengompol, Kak Minan yang mendengar itu segera melepas clemek masaknya.
"Kak!" panggil Afsha.

Minan menoleh, "Kenapa?" tanya Minan.

"Mending kakak istirahat aja, temenin Elif tidur."

"Tapi kamu?"

"Udah gak apa-apa. Afsha bisa kok, udah terbiasa."

"Beneran?" tanya Minan.

"Iya beneran."

"Ya udah, maafin kakak yah sayang, dan makasih."

"Iya kak sama-sama."

Minan segera berlari kecil menaikki lantai dua. Sedangkan Afsha, dia masih harus menyiapkan adonan untuk tumpukkan kedua. Beberapa saat setelah Minan pergi naik ke lantai dua, tiba-tiba lelaki dengan badan kekarnya turun dari atas. Dengan mata mengantuk dan tangannya yang berkali-kali mengucek mata. Benar, dia Ahmed. Entah akan apa dia, mungkin saja ingin minum.

"Hoammmm," mulutnya yang menguap pertanda bahwa dirinya sangat mengantuk. Ahmed mendekat ke meja. Dan dia duduk di kursi.

"Eh mau ngapain?" tanya Afsha.

"Kak Minan tadi maksa aku buat mbantuin kamu," jawabnya dengan mata yang tertutup.

"Oh! Ya udah gih, buruan bantuin!" tegas Afsha.

"Iya, iya. Nanti ngumpulin nyawa dulu."

"Halah, alesan," gerutu Afsha yang masih mengaduk adonan.

"Eh tolong ambilin gula, itu di atas," pinta Afsha.

Ahmed berdiri, segera menuruti apa kata Afsha. Mencari gula dan memberikannya kepada Afsha. Tapi belum sempat Afsha menerima gula, Ahmed justru menjatuhkannya kedalam adonan. Sayang sekali, adonan gagal. Ahmed sudah membuka lebar tutup wadah gula, baik wadah maupun gula yang berisi penuh langsung masuk ke adonan yang sedang di aduk oleh Afsha.

"Astaghfirullah!" kaget Ahmed yang segera membuka matanya. Benar saja semua gula masuk, karena Ahmed masih mengantuk dan menutup matanya.

"Astaghfirullahaladzim! Ahmed! Ihh!!!" kesal Afsha.

"Ya ampun, maaf." Ahmed berusaha mengambil gula-gula yanga da di adonan.

"Ceroboh banget sih! Makannya matanya dibuka! Jangan ditutup, kalau emang gak niat ngebantu mending gak usah bantu! Tuh kan jadi gagal adonannya! Padahal bentar lagi jadi! Lagian ngapain tuh tangan kamu ngambilin gula itu! Tetep gak bisa! Ya ampun Ahmed kamu itu yah bener-bener jahat! Gak tau apa kalau aku itu capek banget! Aku usahain malam ini biar jadi tali kamu ngerusak gitu aja! Gak kasihan apa sama aku?! Aku pengin tidur Ahmed! Arghhh kamu jahat!" seperti seorang rapper Afsha berkata dengan secepat selama 20 detik saja, mungkin. Afsha benar-benar marah. Bahkan karena saking letihnya, Afsha meneteskan air matanya. Ahmed hanya menatap kekeh Afsha. Kali ini dia merasa bersalah, tapi sekaligus ingin tertawa. Ahmed sedikit memberikan tawanya. Membuat Afsha semakin marah. Kau bodoh Ahmed.

"Ngapain ketawa?! Udah tau aku lagi marah!" Afsha yang semakin marah segera mengambil spatula yang kotor untuk mengaduk adonan, segera melepetkannya ke baju Ahmed. Hati Afsha sangat emosi. Tiba-tiba, Hasbi keluar dari kamarnya. Melihat keributan yang terjadi disini. Mata Hasbi terbelalak, melihat Ahmed yang terdiam dan melihat Afsha yang mengelap spatulanya menggunakan baju Ahmed.

"Hust! Kenapa?" tanya Hasbi.

"Lihat kakak kamu itu! Dia ceroboh banget! Gulanya tumpah semua di adonan! Intinya aku gak mau tau, kue ini harus jadi sebelum jam tiga pagi! Intinya aku gak mau ngelanjutin! Ahmed sama Hasbi, kalian yang harus lanjutin! Titik!" Setelah mengucap kata-kata 'titik' Afsha segera memukul meja menggunakan gagang panci. Mungkin dia merasa bahwa ini tidak bisa digugat, seperti pengadilan.

Sungguh sial bagi Hasbi, seharusnya Hasbi tidak usah keluar dari kamarnya jika mengetahui hal ini akan menimpa dirinya juga. Dengan pasrah, keduanya menuruti apa kata Afsha. Berusaha membuat kue seenak mungkin. Sedangkan Afsha dia menangis, sakitnya sama seperti disakiti oleh Shihan dulu, Afsha menangis di meja makan sampai dia tertidur dengan memangku kepalanya di meja.

"Seharusnya aku gak usah keluar," kesal Hasbi.

"Salah siapa keluar," ledek Ahmed.

"Ya salah kakak lah! Lagian ngapain sih naruh gula sebanyak ini! Dasar!"

"Eh kok salah kakak? Kakak juga gak sengaja! Tadi kakak ngantuk, gak sengaja numpahin gulanya ke adonan."

"Makannya matanya itu dibuka lebar, kek gini." Hasbi dengan tangan kotornya yang terkena adonan justru melebarkan mata Ahmed. Kelakuan dua saudara ini sangat menyebalkan. Percayalah, kue bisa jadi sebelum pukul tiga pagi.

Jadi, itulah alasan kenapa sampai saat ini Afsha terdiam dan ogah berbicara atau bertengkar dengan Ahmed.

Rasanya sudah letih Afsha mencurahkan emosinya semalam. Kini mereka sudah sampai di pasar yang berlokasi di Istanbul. Sangat senang, Vira dan Dita segera turun dari mobil. Dibarengi dengan Hasbi dan Afsha.

"Ya ampun indah banget sih Turki, aku gak pengin oulang deh," ujar Vira.

"Aku pengin kuliah disini," lirih Dita.

"Bagus dong, nanti kamu kuliah bareng cogan kaya aku."

"Oh!" Tegas keduanya.

"Ya udah cepet masuk, kalian jangan misah-misah yah," ujar Ahmed setelah turun dari mobil.

"Siap kakak!"

Mereka pun berjalan. Memasuki pasar dan melihat seluruh pernak pernik yang dijual di pasar ini. Mata Dita dan Vira sangat terpesona. Bahkan mereka sempat berkata ingin membeli semua ini. Ahmed berjalan paling depan, Afsha dan Hasbi berjalan di belakang Ahmed, serta kedua gadis itu berjalan dibelakang Afsha dan Hasbi.

Hasbi tampak asyik berjalan dengan memaikan game di ponselnya, benar-benar anak yang sangat tidak tahu malu. Disaat sedang berjalan seperti ini masih saja memainkan ponselnya.

"Stop! Stop!" ujar Hasbi yang sibuk dengan gamenya. Namun, ucapan itu salah diartikan oleh Vira dan Dita. Justru mereka saling tatap dan mereka seketika berhenti di tempat.

"Kenapa?" tanya Dita.

"Gak tau."

"Eh ya ampun, Dita! Lihat itu kalungnya bagus banget!" ujar Vura yang melihat toko emas dengan berbagai macam perhiasan.

"Ya ampun, iya."

"Yuk kita kesana!" ajak Vira. Mereka berdua dengan sangat santai segera memasuki toko perhiasan itu. Mata mereka tergiur dengan tampilan perhiasan yang sangat menawan di trend kalangan remaja.

Alhasil, semua karena Hasbi. Mereka berdua memisah dari Afsha. Entahlah semuanya belum mengetahui bahwa Vira dan Dita sudah tidak ada dibelakang mereka.

_____

Happy reading

CINTA DI LANGIT TURKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang