PART 1 || AHMED OMAR ✅

359 25 17
                                    

"Merhaba, neredesin Minan?" [Halo, kamu dimana Minan?]

Lelaki dengan tinggi 172 cm berjalan menuju mobilnya yang sudah terparkir siap tepat di depan gedung perusahaan tempat dia bekerja. Ahmed Omar, lelaki yang biasa dipanggil dengan nama Ahmed itu akhir-akhir ini sangatlah sibuk dengan rencana ulang tahun perusahaan yang akan digelar dua minggu lagi. Baik seluruh karyawan maupun staff harus mempersiapkan semua yang diperlukan dari sekarang. Bukan tanpa sebab, ulang tahun perusahaan warisan dari Kakek Ahmed ini sudah benar-benar menjadi sebuah tradisi tiap tahunnya. Jadi wajar saja jika semua orang sibuk dua minggu sebelum menjelang ulang tahun perusahaan.

Ahmed, dia anak ke dua dari tiga bersaudara. Menjadi penengah bukanlah hal yang biasa. Jika anak pertama selalu mandiri dan disiplin, sedangkan anak ketiga selalu dimanja dan dikasih, Ahmed hanya bisa menjadi anak yang cuek dan dingin. Sudah hampir 10 tahun Ahmed tinggal di Turki setelah mendiang kakeknya wafat dia dan keluarganya pindah ke Turki untuk mengurus perusahaan Kakek nya itu. Lelaki keturunan Turki-Indonesia itu kini hampir memasuki usia 29 tahun. Kesibukkan Ahmed membuatnya tidak memikirkan tentang pernikahan, bahkan memikirkan wanita saja sepertinya dia tidak memiliki waktu untuk hal itu.

Kakak pertamanya bernama Minan, seorang wanita yang sudah menikah dan disibukkan dengan tugasnya menjadi editor buku. Minan sudah memiliki anak dan sekarang dia berusia satu tahun. Itulah Minan, anak pertama yang selalu mandiri dan disiplin sedari dulu. Tidak membuat repot orang tua dan selalu melakukan segalanya sendiri jika dia masih mampu.

"..."

"Oke, aku akan kerumahmu sekarang."

Telepon berakhir. Percakapan singkat antara kakak beradik itu hanya sebatas menanyakan keberadaan Minan. Ahmed bergegas memasuki mobil dan melempar tas kerjanya di jok bagian belakang. Dia seorang manager, jadi wajar jika dia melakukan segala kebebasan.

Mobil hitam itu melaju dengan cepat menerjang keramaian di Kota Istanbul. Ahmed benar-benar tidak suka akan keramaian, menurutnya keramaian itu membuat telinganya penging. Hari ini Ahmed memutuskan untuk pulang lebih awal, dia sangat pusing, seharian mengurus rencara ulang tahun perusahaan. Setidaknya setelah dari rumah Minan nanti dia bisa merehatkan badannya.

Kebiasaan Ahmed setelah pulang dari kantor adalah mengunjungi restoran yang letaknya 300 meter dibelakang Masjid Sultanahmet, di kawasan Sultanahmet. Sudah sejak lama Ahmed selalu berlangganan di restoran Tugra Kebab House, restoran itu pula yang sering dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai macam negara. Namun tidak pernah sesekali Ahmed memakan kebab secara langsung di restoran itu, dia justru lebih memilih untuk membungkus dan memakannya di dalam mobil atau saat dirumah. Dia sangat tidak suka keramaian. Ahmed menampakkan ke empat jarinya di hadapan kasir seraya berkata,
"Her zamanki gibi dört kebap sipariş et," [Pesan empat kebab seperti biasa,]

'Seperti biasa' , artinya memang Ahmed sering sekali mengunjungi restoran ini setelah pulang dari kantornya. Kasir yang memahami langsung mencatat pesanan Ahmed. Menunggu kebab, Ahmed membuka handphonenya dan banyak sekali pesan masuk dari para pebisnis luar serta karyawannya.
"Haishhh, payah," gerutunya saat melihat pesan dari karyawannya yang mengatakan bahwa toko kue langgananya sedang sangat ramai pesanan untuk dua minggu kedepan. Dua jam lalu Ahmed memerintah salah satu karyawannya untuk mengunjungi toko kue yang sudah menjadi langganan perusahaan Ahmed saat akan ada acara ulang tahun. Ahmed dengan rasa lelahnya mengetikkan sesuatu agar karyawannya mencari toko kue lain. Pesan itu dikirim, Ahmed mencoba memeriksa pesan lain. Ternyata ada pesan dari Om Abdul, yah benar beliau adalah sahabat dari Ayah Ahmed sekaligus orang yang pernah membantu perusahaan Kakek sehingga bisa maju seperti sekarang.

OM ABDUL:
Assalamualaikum, Ahmed sedang sibuk kah?

AHMED:
Wa'alaikumussalam, tidak Om

Om Abdul adalah sahabat dari Ayah Ahmed yang berasal dari Indonesia, walau kini keluarga Ahmed tidak menetap di Indonesia tapi mereka masih lancar untuk berkomunikasi bersama. Sesaat setelah membalas pesan dari Om Abdul, sang kasir datang dan membawa kebab yang sudah dibungkus rapi pesanan Ahmed. Ahmed memasukkan handphonenya ke dalam jaket dan segera mengambil lembaran uang cash untuk dibayarkan kepada sang kasir.
"Teşekkür ederim," ucapan terimakasih dari Ahmed. Ahmed melangkah keluar dan memasuki mobilnya. Menyalakan kembali mesin mobil dan bergegas menjalankannya menuju rumah Minan. Tidak lama, hanya 15 menit Ahmed akan sampai di rumah Minan.

Hari ini Istanbul sangatlah ramai. Saat musim dingin di Turki biasanya orang-orang masih mau untuk berjalan-jalan melihat keindahan kota Istanbul. Namun beda dengan Ahmed, dimusim dingin seperti ini dia justru lebih menginginkan untuk beristirahat di ranjangnya.

Rumah besar tetapi terlihat sederhana itu berada di ujung, tepat di depan rumah Minan Ahmed memarkirkan mobilnya. Ahmed turun dari mobil dan memencet tombol bel sembari mengucapkan salam.
"Assalamualaikum."

Wanita muda dengan tudung khas Turki itu membukakan pintu dengan anak kecil yang sedang digendongnya. Dia adalah putri Minan, Elif namanya. Bayi yang masih berusia satu tahun itu menampakan senyumnya saat melihat kehadiran 'Om'.
"Hai Elif," sapa Ahmed kepada Elif.

"Masuklah Ahmed, di luar dingin," pinta Minan.

Ahmed memasuki rumah besar itu, rumah yang didominasi warna putih itu sangatlah asri dan nyaman. Pantas saja jika Minan sangat suka untuk tinggal di rumah ini.
"Sorun nedir Ahmed?" [Ada apa Ahmed?]

"Kau tau bukan ulang tahun perusahaan akan dirayakan dua minggu lagi?"

"Ehem, lalu?" tanya Minan yang duduk di samping Ahmed.

"Seperti biasa aku tidak bisa--" belum selesai berkata, Ahmed menghentikan ucapannya saat handphonenya berdering. Seseorang menelepon Ahmed. Segeralah Ahmed mengambil handphonenya dan mengangkat telepon itu, dari Om Abdul.
"Assalamualaikum, om?"

"..."

"Oh iya, om, tidak sibuk, ada apa yah om?"

"..."

"Putri om mau berlibur ke Turki? Benarkah?"

"..."

"Ouh baiklah om, nanti saya akan temani Afsha saat dia berlibur di sini, saya akan carikan tempat penginapan untuk Afsha. Kalau bisa Afsha tinggal di rumah kami saja om, sekalian silaturahmi bersama Baba dan Ibu."

"..."

"Ouh begitu yah om, mmm ... baiklah. Iya, om, wa'alaikumussalam."

Telepon berakhir. Om Abdul mengatakan bahwa putri sulungnya akan berlibur ke Turki sekaligus untuk menenangkan diri. Entah Ahmed tidak maksud arti menenangkan diri. Kenapa Afsha menenangkan diri? Sudahlah, Ahmed hanya menjawab iya saja. Ahmed kembali melanjutkan pembicaraannya dengan Minan.
"Siapa? Om Abdul?" tanya Minan.

"Iya, katanya Afsha mau berlibur kesini."

"Wah, beneran?"

"Iya, oh ya jadi begini kamu tau kan aku tidak bisa jadi pembicara saat acara ulang tahun nanti. Jadi aku minta biar kamu yang menggantikannya," lanjut Ahmed dengan perkataannya yang terhenti tadi.

"Kamu selalu begini, tidak suka keramaian ya beginilah jadinya. Ya sudahlah."

"Oke jadi aku pamit yah, salam untuk suamimu."

Ahmed beranjak dari duduknya, dia melangkah keluar. Tepat di depan pintu, Minan memanggilnya, "Ahmed!"
Ahmed menoleh, menaikkan alisnya seperti bertanya.
"Kapan Afsha akan datang?"

"Entah, Om Abdul tidak mengatakannya. Mungkin nanti beliau akan menghubungiku lagi." Minan mengerti, mengangguk paham. Ahmed kembali melanjutkan langkahnya dan memasuki mobil hitamnya. Kembali ke rumah. Hari yang melelahkan, pikirnya.

***


اللهم صل على سيدنا محمد و على ال سيدنا محمد
❤❤❤

CINTA DI LANGIT TURKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang