Jennie menatap orang yang berlalu lalang dengan tidak minat. Bibirnya tertekuk kebawah menandakan betapa menyedihkannya ia sekarang. Saat asik melamun, dering ponsel membuyarkannya.
Tringgg tringgg
"Hem? Mom..." lirih Jennie. Terdengar helaan nafas pelan diujung telepon. Mamanya pasti mengkhawatirkan dirinya sekarang. Jennie merasa tidak punya wajah jika harus berhadapan dengan orang tuanya di New Zealand sana. Terlalu banyak masalah yang sudah Jennie perbuat.
"Kamu beneran mau pulang nak? Kok tiba-tiba? Kamu baik-baik aja kan?" Jennie terisak dan menggeleng. Jennie tahu Mamanya tidak lihat, tapi Mamanya pasti tahu bahwa dirinya tidak baik-baik saja.
"Hemm oke. Kamu bisa cerita sama Mama kalau udah sampe. Hati-hati ya. Hemm?"
"Mom....I'm sorry...."
"Hemmm....it's okay."
"Maaf karena dulu aku milih disini dan buat Mama sendirian disana."
"Apa sih? Ada Papa sayang. Anak Mama emang cuma kamu. Makanya Mama nggak mau larang apapun keputusan kamu. Bahkan keputusan kamu buat ngikuti pria yang kamu suka dari lama itu. Kamu bahagia kan disana?" tangis Jennie kembali pecah mendengar Wonwoo dibicarakan. Jennie tidak menyangka bahwa alasan ia tetap tinggal di Korea sama dengan alasan ia harus pergi. Jennie merasa bersalah dengan semua yang ada disini.
Baik Wonwoo bahkan Hana, Jennie sangat malu jika masih harus setanah dengan mereka. Ia penyebab hancurnya hubungan itu dan dengan pengecutnya ia juga lari. Jennie benar-benar semenyerah itu.
Apalagi mendengar Mamanya yang menanyakan apakah ia bahagia. Mau menjawab tidak Jennie tidak sanggup karena dulu ia lah yang sangar kekeuh untuk tetap disini. Tapi akhirnya Jennie mengatakan yang sebenarnya. Bahwa ia dicampakkan.
Dalam masa terpuruknya, hanya wajah Mamanya yang terlintas diotaknya. Dan kini Jennie akan benar-benar pergi meninggalkan Korea.
Usai menjawab telepon. Jennie membereskan barang-barangnya dan memasukkanya ke tas. Ia harus segera menuju ke pesawat. Ayo. Sebentar lagi saja. Tunggu sebentar lagi, maka dirinya akan benar-benar bisa lari.
Untuk sekarang, menghindar adalah jalan terbaik.
❤❤❤
Bukan hanya terkejut, Heejin sangat shock berat setelah mendengar penjelasan panjang sang kakak. Ditambah saat hujan deras bahkan angin, Wonwoo pulang dengan keadaan basah kuyup. Wajahnya juga pucat pasi, suhu tubuhnya naik, ditambah wajah muramnya. Heejin tidak heran kenapa Wonwoo bisa sefrustasi itu.
Padahal baru kemarin Wonwoo tersenyum girang dan tadi juga masih sangat bersemangat karena ingin menemui Hana. Tapi beberapa jam kemudian Heejin menemukan Wonwoo seperti orang gila seperti ini.
"Ini bukan salah kakak kok. Ini cuma masalah Papa sama keluarga mereka. Nggak baik nyalahhin diri sendiri. Aku aja lebih suka nyalahhin orang lain, kakak malah nyalahhin diri sendiri." Wonwoo tidak paham lagi kenapa adiknya justru bercanda saat ia sama sekali tidak mood. "Makan dulu!"
Wonwoo membuka mulutnya lagi menerima suapan ketiganya. Astaga demi apa. Adiknya tidak pandai merawat orang sakit, perempuan itu hanya pandai dandan. Oh bantulah Wonwoo.
"Gini ya. Kakak harus kasih Hana waktu biar dia bisa sedikit demi sedikit damai sama masa lalu dia. Nan-"
"Tapi masa lalu yang ini nggak bakal bisa dia lupain. Kakak bener-bener jadi mimpi buruk dia, bukannya menjauh kakak justru buat dia jatuh. Kakak ngerasa semakin bersalah." Tunduk Wonwoo. Heejin pun meletakkan piringnya ketika Wonwoo menolak suapan selanjutnya. Heejin tahu diri lah jika masakannya sangat pas-pas an. Ia juga tidak mungkin marah pada orang sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guru Cakep | Jeon Wonwoo✔
Fanfiction[COMPLETED] Semuanya berawal dari dua perasaan yang amat sangat berbeda. Bagai kutub magnet yang saling membelakangi tapi juga saling tarik menarik. Saya tuh sukanya sama Bapak. Ngerti nggak sih?! Jadi bapak usahain perasaan Bapak buat saya ya! Saya...