"Ini udah ya, Bang?" Tanya Hana pada Yohan yang sedang melepas perban ditangannya.
"Udah. Tiga hari udah cukup, ini udah nggak merah," jawab Yohan sambil melipat bekas perban itu. Hana menarik lengannya dan melihatnya secara memutar. Benar kata Yohan. Sudah tidak merah lagi.
"Syukur Ayah nggak tau siapa yang buat kamu begini," Hana menoleh kearah Yohan. Gadis itu menghembuskan nafasnya pelan. Hampir saja Ayahnya tahu jika Hana tidak bersikeras ini karena kecerobohannya.
Jika Ayahnya tahu. Astaga. Hana tidak bisa membayangkan akan semurka apa beliau pada Yerim. Cukup sekali seumur hidup dirinya melihat Yerim dimarahi oleh Ayahnya. Jangan lagi.
"Iya. Untung aja. Makasih ya, Bang. Ini jadi sembuh gegara Abang. Hehe," cengir Hana. Yohan terkekeh melihat adiknya ini begitu memujinya. Kan dia jadi malu.
"Kamu belum makan siang kan?" Tanya Yohan. Hana mengangguk.
"Makan diluar yuk?" Hana berjingkat senang. Ia sangat setuju.
"Okee. Aku ganti baju dulu, Abang ajak Yerim dulu ya," Hana segera berdiri dan berlari untuk bersiap. Sedangkan Yohan berjalan menuju kamar Yerim untuk mengajak adiknya yang satunya untuk makan diluar.
Tok tok tok
"Siapa?"
Yohan tersenyum mendengar suara adik kecilnya itu. "Ini Abang. Abang masuk ya," tanpa menunggu jawaban Yohan mendorong pelan pintu tersebut. Yohan melihat adiknya itu tengah tengkurap dengan tangannya yang sibuk mengetik kesana-kemari dilaptop.
"Makan diluar yuk?" Ajak Yohan. Yerim mengangkat wajahnya dan senyuman cerah pun terbit disana.
"Ahh mauuuu," Yohan terkekeh pelan lalu mendudukkan dirinya disamping Yerim. Tangannya terulur mengusap rambut blonde adiknya ini.
"Ganti baju gih."
"Berdua kan? Sama Bang Yohan aja?" Belum Yohan dapat menjawab. Seseorang mengalihkan perhatian keduanya.
"Ayoo. Aku udah siap," ucap Hana dengan wajah sumringahnya. Tapi tidak dengan Yerim.
"Oh sama dia? Yaudah. Kalian berdua aja," acuh Yerim yang kembali memasang wajah judesnya. Yohan menghela nafas pelan.
"Nggakpapa kan bertiga? Yuk," Yerim menghempas tangan Yohan yang ada dipundaknya.
"Kalo mau aku ikut. Berarti nggak usah ajak dia," sungutnya tajam seraya menatap kesal kearah Hana.
"Yerim! Bisa nggak kamu itu sopan sama kakak kamu? Hah?! Apa sih yang ada dihati kamu sampe-sampe kamu jahattin Hana begitu?! Bilang sama Abang," sudah tidak bisa lagi Yohan menahan emosinya. Ia tidak percaya jika Yerim bisa setega itu dengan dengan Hana yang bahkan kakaknya itu begitu baik pada dirinya.
Yerim tertawa sarkas. Ia sudah sangat kebal berada dalam posisi yang terpojokkan dan disalahkan. Padahal semuanya bukan salah dirinya saja.
"Bodo amat ya. Kalian pergi deh, buat mood gue ancur tau nggak?!"
Yohan menggelengkan kepalanya. Ia tidak menyangka. "Kamu itu mau abang lap-"
"Bang udah," lirih Hana yang ada diambang pintu kamar Yerim. Hana tidak masuk karena dirinya pasti dilarang lalu diusir jika berani menginjakkan kakinya di kamar adiknya itu. Jadi ia lebih memilih diluar.
"Apa Bang? Sana laporin sama Ayah! Aku nggak peduli ya! Biarin aja semuanya benci sama Yerim! Nggak peduli!" Teriak Yerim. Belum Yohan membalas hardikan tajam adiknya itu, suara Hana lagi-lagi menghentikannya dari hasrat ingin memukul Yerim.
"Nggakpapa Bang. Abang bisa pergi sama Yerim tanpa aku. Aku bawain makan aja," Yohan menghela nafas panjang. Semuanya begitu rumit dipikirannya.
"Tuhkan. Dia nggak masalah tohh. Ini gimana? Aku ganti baju ini kalo jadi," ucap Yerim yang sudah mendudukkan dirinya lalu menatap Yohan didepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guru Cakep | Jeon Wonwoo✔
أدب الهواة[COMPLETED] Semuanya berawal dari dua perasaan yang amat sangat berbeda. Bagai kutub magnet yang saling membelakangi tapi juga saling tarik menarik. Saya tuh sukanya sama Bapak. Ngerti nggak sih?! Jadi bapak usahain perasaan Bapak buat saya ya! Saya...