10-pertemuan mendebarkan

761 100 6
                                    

"Bapak beneran tidak mengindahkan omongan saya ya? Berani sekali Bapak."

Wonwoo masih diam. Ia tidak menyangka salah satu muridnya kembali menemuinya hanya untuk marah-marah, lagi.

"Saya sudah peringatkan. Jangan buat Hana semakin jatuh, Pak. Bapak tidak tahu diri apa memang tidak kasian?"

Wonwoo menghela nafas kasar. Rasanya ia sedikit menyesal sore ini ia menyanggupi menemui gadis di depannya sekarang.

"Gahyeon. Saya dari awal memang tidak pernah peduli dengan ucapan kamu. Dan saya minta, kamu berhenti ikut campur urusan orang lain. Bisa? Kamu itu hanya anak kecil yang tidak tau apa-apa," Wonwoo tidak bohong jika saat ini dirinya kesal bukan main. Memang gadis di depannya ini siapa? Berani sekali memerintahnya.

"Oke. Tapi saya bakal kasih tau siapa Bapak sebenarnya. Dan saya yakin, Hana nggak bakal respect lagi sama Bapak setelah dia tau," ucap Gahyeon kesal. Wonwoo sangat geram sekarang. Gadis di depannya sudah terlampau jauh ikut campur. Dan dirinya sangat tidak nyaman dibuatnya.

"Silakan kamu beri tahu dia. Dan setelah itu, kamu pun akan kehilangan dia. Iya kan? Kita satu sama," tangan Gahyeon bergetar. Bodoh sekali. Dirinya sampai melupakan fakta itu. Gahyeon meremat tangannya. Pria di depannya ini lebih cerdas dari yang ia bayangkan.

Seperti didepan ada danau dan dibelakang ada tembok. Dirinya tidak mampu berkutik sekarang.

"Cih. Kamu tahu kan konsekuensinya? Jadi saya minta. Stop urusin hidup orang jika kamu tidak mau itu terjadi. Dan berlakulah seperti orang yang tidak tahu apa-apa. Biarkah saya sendiri yang mengatasinya. Jika kamu berani mengganggu hubungan saya dengan Hana. Saya tidak akan tinggal diam, kamu tahu kan maksud saya?" Ucap Wonwoo yang terselip ancaman kuat didalamnya.

Tanpa menunggu lama. Wonwoo segera pergi dari sini. Meninggalkan Gahyeon dalam pikiran yang kemana-mana. Ia takut kekhawatirannya akan benar terjadi.

Apa dirinya memang tidak perlu ikut campur? Tapi cepat atau lambat. Semua akan terungkap.

                                                                                              ❤❤❤

Yohan menganga tidak percaya melihat kekacauan dikamar Hana. Baju berceceran, lemari berantakan, kacau.

"Ini kena angin topan apa gimana?"

Hana reflek menoleh kearah pintu. Hana tersenyum menyambut kakaknya itu masuk ke kamarnya.

Hana kembali menempelkan bajunya lalu mengaca. "Aku mau kencan. Akhirnya dibales dong perasaanku," ucapnya bangga.

Yohan sedikit terkejut. "Sama guru kamu itu?"

Hana mengangguk. "Ya. Aku ngajak dia makan malem. Bang, ini bagus nggak buat kencan pertama?" Tanya Hana seraya membalik tubuhnya untuk menghadap sang kakak.

Yohan menelisik dari atas hingga bawah.

"Bagus itu. Pake itu aja," jawabnya.

"Ah oke."

"Heh mau ngapain?!" Sentak Yohan. Hana mengerjap bingung.

"Mau ganti baju lah. Apa lagi?" Tanya Hana yang sekarang tengah menaik kaos bajunya keatas. Tapi tertunda oleh ucapan Yohan.

"Biar Abang keluar dulu. Kamu itu main buka aja," ucap Yohan seraya beranjak dari ranjang Hana.

"Halah. Cuma Abang weh. Ngapa deh," acuhnya. Yohan menghela nafas kasar. Adiknya ini belum pernah ditampol ya?

"Abang tiri. Inget itu," seketika Hana melempar bajunya dan melipat tangannya di dada. Ia sangat kesal jika Yohan berkata seperti itu.

"Berapa kali sih aku bilang, gimana pun statusnya. Abang tuh tetep Abang aku," kesalnya. Hana berbalik untuk merapikan baju-bajunya. "Aku nggak mau ya Abang bahas gituan," lanjutnya dengan nada yang semakin memelan.

Oke. Yohan tidak akan membahasnya lagi. Dari pada ia merusak kencan manis adiknya. Pria itu memilih perlahan berjalan menuju pintu untuk keluar.

Saat tangannya menyentuh knop, pria itu menghentikan langkahnya. Yohan kembali memandang Hana yang masih memunggunginya itu.

"Abang keluar," tidak ada jawaban. Bodohnya dirinya yang malah membuat Hana bermood buruk. "Abang pergi dulu ya, malem ini Abang ada janji juga. Ambil kunci rumah di tas yang gantung di belakang pintu kamar Abang. Takutnya Yerim kunciin kamu pulang nanti," lanjutnya. Yohan pun segera memutar knop dan keluar dari kamar Hana.

Setelah pintu tertutup, Hana mendudukkan dirinya di ranjang miliknya. Menghembuskan nafasnya pelan seraya memejamkan matanya sebentar.

"Entah kenapa gue ngarepnya Abang itu saudara kandung dan Yerim sebaliknya. Gue ngerasa, kalian ketuker statusnya."

                                                                                              ❤❤❤

Wonwoo hanya bisa menunduk saat berhadapan dengan Ayah dari Hana ini. Wonwoo sedikit terkejut saat untuk pertama kalinya ia bisa satu ruangan dengan pria berusia hampir setengah abad itu.

Pria yang lebih tua menyesap tehnya pelan lalu memandang Wonwoo di depannya dengan raut wajah yang sulit diartikan.

"Saya sudah mengira waktu ini datang," Wonwoo pun akhirnya berani mengangkat wajahnya. "Saya habis dari luar kota. Yaa di usia setua ini saya harus masih turun tangan di lapangan, cukup melelahkan bukan?" Ayah Hana bermonolog tanpa meminta sebuah jawaban dari lawan bicaranya.

"Maafkan saya," pria yang lebih tua pun terkekeh pelan setelah mendengar pria yang lebih muda meminta maaf.

"Untuk apa? Semuanya sudah terjadi dna ini bukan salah kamu," ucapnya. Ayah Hana menyandarkan tubuhnya pada sofa dan mengangkat satu kakinya untuk ia letakkan di kakinya yang lain. Wonwoo masih diam dan tidak berkata apa-apa.

"Kamu cukup berani memang. Saya salut. Saya juga bisa menebak hal apa yang akan kamu lakukan. Sebelum kamu melakukannya, saya mau bilang makasih."

"Saya bahkan tidak pantas untuk diberi maaf, apa lagi ucapan terimakasih," ucap Wonwoo. Ayah Hana menghembuskan nafasnya pelan. Ia sangat tahu perasaan apa yang mengganjal di hati pria di depannya ini.

"Lakukan. Dan saya ingin lihat, bagaimana cara kamu untuk mendapatkan hati putri saya setelah semuanya terjadi."

Wonwoo kembali dikejutkan dengan ucapan si kepala keluarga Kim ini. "Bukan kah anda terlalu baik untuk melakukan hal itu kepada saya?" Herannya.

Ayah Hana tergelak. "Jika saya melarang, bukankah saya sama jahatnya ya?" Kekehnya. "Kamu tidak perlu khawatir. Saya tidak akan menghalangi niat kamu dan juga memberitahunya yang sebenarnya. Karena lawan kamu sebenarnya bukanlah saya atau diri kamu. Tapi kepercayaan Hana sendiri."

"Bapak percaya dengan saya?"

Tanpa ragu kepala keluarga Kim mengangguk. "Saya percaya, kamu tulus dengan anak saya. Jadi? Bisakah saya menantikan kamu dialtar dengan Hana?"



                                                                                                 Tbc

Maaf buat kalian nunggu. Semoga suka. Dan jangan lupa vote dan komen ya. Karena jujur aja. Dikit vote tuh bikin aku nggak percaya diri buat nulis. Dan bisa berdampak nggak lanjutnya cerita karena moodku jelek. Heyy bukan karena apa ya. Aku nggak abis pikir aja. Sidersnya bejibun, tapi pada kaga sudi vote.

Kok pada tega sih ahh. Mending kalo kalian baca part 1 nggak tertarik langsung keluar. Ini masalahnya kebanyakan satu part dan part lainnya ga jauh beda. Yang berarti kalian baca terus tiap up tapi nggak vote. Aduh aku mau up terus nanti ngenakkin kalian. Heum.

Jadi pada maunya gimana sihh???

Aku hiatus setahun mau nggakk??? Lumayan lah buat ngumpulin vote:)

Serius ini. Aku mau ngilang dulu bentar...  kayak korona. Sampai waktu yang tidak di tentukan.


Sekian!

Guru Cakep | Jeon Wonwoo✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang