24

2.1K 236 150
                                    


—warning!

adegan yang diawali dengan keterangan tempat berarti adegan di dunia asli mereka.

—putar mulmed saat masuk bagian borusara lagi kulineran, biar endeus kerasa feelnya.

— song fic:  Falling — Harry Styles

Tokyo, Senju International Hospital

Dokter yang mengaku bernama Albert Brighton tadi menghela napas melihat kondisi tubuh pasiennya, Boruto.

Lagipula ini kan juga salahnya. Keisengannya.

"Willis," panggil Albert pada sesosok dokter residen yang menjadi asistennya saat ini. Willis maju, mendekat ke arah Albert.

"Yes, Sir?"

"Tolong tinggalkan kami lebih dahulu. Nanti saya panggil saat saya membutuhkan kalian," usir Albert secara halus. Willis mengernyitkan dahinya, menatap atasannya bingung.

"Tapi, Dok, nanti kalau ada apa-apa bagaimana?"

"Itu urusan saya. Sekarang tolong keluar dulu," titah Albert tegas, membuat para asisten yang mengekorinya perlahan mundur, berjalan keluar ruang perawatan.

Kini ruang rawat itu lengang, tersisa Albert, tubuh Boruto yang terkulai lemas, Inojin, dan Himawari yang duduk di sofa sambil mengecek ponselnya.

Albert mengecek tanda-tanda vital Boruto. Mengecek detak jantung, mengecek refleks mata. Lalu Albert mengeluarkan notes dan bolpoin, menyobek kertas dari notesnya dan menuliskan beberapa kalimat. Melipat kertas, dan menyelipkannya di kantong saku baju pasien Boruto.

"Permisi, anda adik pasien?" tanya Albert, memandang Himawari dengan netra birunya.

Ah, aku seperti memandang Hannah yang dulu.

"Iya, Dok. Saya adik dari pasien." Himawari maju, menganggukkan kepala. Matanya antusias ingin mendengar perkembangan terakhir Boruto.

Dokter berambut blonde itu memasang senyum tipisnya. Inojin mendengus, entah mengapa ia tidak menyukai dokter ini.

"Kondisi pasien sudah semakin membaik. Hanya saja memang diperlukan waktu agar pasien bangun dari komanya. Saya tidak bisa memastikan kapan pasien akan bangun, namun melihat perkembangannya, waktunya sebentar lagi."

Himawari mengembangkan senyum lebarnya, senang mendengar kondisi kakaknya yang berangsur membaik.

"Baiklah. Saya harus memeriksa pasien yang lain. Saya pamit."

Kaminari Detective Agency

Naruto menatap kertas-kertas yang diberikan teman putra sulungnya tak percaya.

"Katakan ini benar, Denki?" Kertas-kertas berisi tangkapan layar rekaman CCTV yang dirasa Naruto benar-benar di luar nalar.

"Truk itu dikendalikan jarak jauh, Om. Dan satu-satunya perusahaan yang memiliki teknologi itu—"

Ucapan Denki terhenti karena desisan Sasuke yang meremas tangannya kuat-kuat.

"Ootsusuki." Sasuke membuang ludah asal, membuat Sai yang duduk di sebelahnya menjauh satu langkah.

"Maksudnya?! Ootsusuki?! Heh, Toneri itu nggak kapok-kapok, ya? Sudah istriku diusik-usik, kini anakku. Setan sekali," umpat Naruto yang membuat Denki meneguk ludah.

Denki jadi meragukan kapabilitas Naruto sebagai presiden direktur perusahaan Namikaze.

"Bukan, Om. Sayangnya bukan Ootsutsuki Toneri yang melakukannya." Denki menyerahkan satu lembar kertas berisi foto.

[END] The Brighton | BoruSara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang