37

1.9K 265 389
                                    

Mitsuki memasuki ruangan bernuansa putih yang begitu hening. Sumire yang membawa buah tangan di sebelahnya berjalan mengikuti. Mata kuning Mitsuki menatap sosok pemuda yang terbaring lemah di ranjang.

Ya, mataharinya.

"Sudah berapa lama mereka terbaring, Mitsu-kun?" tanya Sumire terpana. Ruang rawat VVIP milik Boruto itu tampak begitu lengang. Sosok pemuda berambut kuning yang biasanya begitu berisik itu terbaring lemah di ranjang rumah sakit, tampak seperti mayat hidup.

Jantungnya masih berdetak, namun Mitsuki ragu apakah jiwanya masih menetap?

"Entah. Ini hari kedua belas, bukan? Katanya angka dua belas angka magis, loh," balas Mitsuki sambil tersenyum manis. Sumire menganggukkan kepala, netra lembayungnya menatap sosok pemuda kuning yang terbaring lemah.

"Dia akan menjalani persidangan sehabis ini, 'kan?" tanya Sumire lagi. Lagi-lagi Mitsuki menganggukkan kepala.

"Ya, kuharap dia tidak kabur-kabur lagi, sih. By the way, setelah ini kamu mau kemana, Sumi-chan?" Iris emas pria bersurai biru muda menatap sahabat kuningnya sambil mengerutkan dahi.

Matanya menggeliat kaget saat melihat apa yang terjadi di hadapannya.

"Sumire, kamu lihat, 'kan?" tanya Mitsuki sambil menunjuk jemari Boruto. Sumire menganggukkan kepalanya kuat-kuat, matanya membulat saat melihat arah yang ditunjukkan kekasihnya.

"Dia sudah--"

"Ayo kita tekan tombol dan panggil dokter, Mitsu-kun! Akhirnya dia siuman!" pekik Sumire antusias. Gadis itu merentangkan tangannya, menerjang tubuh tegap Mitsuki yang mendadak menjadi batu saat Sumire tiba-tiba memeluknya.

Seutas senyum terbit di wajah putih pucat Mitsuki.

"Kau memang matahariku, Namikaze Boruto."

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hei, kau melamun, ya?"

Sarada tersentak kaget. Ck, dia sudah terpenjara di lorong tanpa ujung ini dari tadi. Lorong yang berisi ribuan gambar, dengan lantai yang seolah tak berdasar. Harus Sarada akui, ini cukup mengerikan.

Ditambah suara yang tiba-tiba muncul membuat bulu kuduk Sarada mendadak berdiri. Mata Sarada membulat, menajamkan pandangannya.

"Siapa disana?" seru Sarada meminta jawaban. Suara wanita tanpa wujud itu malah berubah menjadi tawa kecil.

"Aku bukan hantu, Sarada." Tawa renyah itu kian terdengar. Sarada membelalakkan mata. Mendadak seperti ada hembusan angin menusuk tulang yang lewat.

[END] The Brighton | BoruSara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang