28

1.8K 214 89
                                    

"Yo, kali ini kita akan makan sate kambing." Shakeel yang menyetir, dengan Yedda di sebelahnya. Shahid? Ah, anak itu terlelap nyaman di buaian Sarada. Yedda terkekeh geli, melihat ekspresi Boruto yang begitu--Ah.

Yedda bisa menebak kalau Boruto tipe pria yang sayang anak nantinya.

Irven dan Hannah di belakang. Irven dengan kameranya, serta Hannah memainkan ponselnya.

"Aku yakin kau akan jadi ibu yang baik, Sarada," sanjung Yedda tulus, kepalanya menoleh melihat Sarada yang duduk di belakang kursi supir dengan Shahid yang terlelap di pangkuannya.

Boruto memalingkan mukanya yang memanas, senyumnya tak bisa ditahan.

Sarada, walaupun sifatnya terkadang manja, ngambekan, namun Boruto tahu Sarada begitu dewasa. Bertahan dengan kesepian dan kesendirian tidak membuatnya jadi pribadi yang anti-sosial dan tidak peduli. Justru Sarada lebih peka dari orang lain, termasuk dia.

Sarada tidak punya adik, dan Sarada ingin sekali punya adik. Boruto ingat masa-masa dimana Sarada merengek pada orangtuanya agar membawa Himawari ikut pulang bersamanya. Boruto tersenyum simpul. Sarada menyukai anak kecil.

Yedda yang menyadari salah tingkah Boruto terkekeh geli.

"Boruto, ada apa denganmu?" ledek Yedda. Boruto langsung menundukkan kepalanya.

"Tidak, tidak apa-apa." Boruto menundukkan kepalanya malu. Sementara Sarada mengalihkan pandangannya pada Shahid yang ada dalam gendongannya.

Menahan debaran jantung yang semakin menggila karena pria kuning yang duduk di sebelahnya.

Sarada merasa begitu bahagia saat pria itu tersenyum. Sarada merasa begitu sakit kalau pria itu melontarkan kata-kata tajam. Sarada orang yang cuek, namun semua berubah kalau Boruto ada di dekatnya.

Ini yang namanya cinta?

Tapi cinta atau bukan, Sarada tak mau ambil pusing. Bukankah mereka akan menikah?

"Sebentar lagi kita akan sampai. Sarada, Shahid ada di pangkuanmu, kan? Tolong bangunkan dia, aku yang akan menggendong," suruh Shakeel yang diangguki Sarada. Namun Boruto cepat-cepat menggelengkan kepalanya.

"Tidak usah, Shakeel. Biar aku saja yang menggendongnya," sambar Boruto menawarkan diri. Shakeel terkekeh, memutar kemudi dan memarkirkan mobilnya.

"Baiklah, terserah kau saja, Boruto."

Boruto mengambil alih Shahid dari gendongan Sarada. Tangannya gatal, menoel pipi anak umur setahun itu gemas. Mata Shahid mulai mengerjap-ngerjap, menampakkan netra biru turunan Yedda yang menggemaskan.

"Dia bangun, Bolt," bisik Sarada sambil tertawa kecil, tangannya ikut mencubit pipi Shahid gemas. Senyuman Sarada mengembang lebar, membuat Boruto mau tak mau ikutan mengembangkan senyumnya.

Shakeel mengamati keduanya dari kaca spion, tanpa sadar mengembangkan senyumnya.

Entah apapun alasan Albert melakukan ini, setidaknya selalu ada kebaikan yang muncul di tengah kesengsaraan.

"Ayo turun. Waktunya makan!"

-

Warung sate kambing itu ramai di jam makan siang. Tapi pelayanannya begitu cepat. Sangat cepat, malahan. Shakeel melambaikan tangan saat seorang ibu mencari meja mereka.

"Ini, Pak, Bu. Sate buntelnya empat porsi, tongsengnya tiga. Nasinya enam. Minumnya sudah tadi ya." Ibu itu menaruh piring-piring berisi sate kambing dan tongseng ke atas meja.

Hannah tersenyum lebar. Kelihatannya enak.

Mereka sengaja tidak memesan satu-satu, karena berdasar pengalaman Shakeel, porsinya banyak. Mereka tidak akan sanggup menghabiskannya sendirian.

[END] The Brighton | BoruSara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang