Extra : Sarah's Pregnancy

2.9K 188 188
                                    

Sarah menguap berkali-kali. Ia duduk di sofa ruang tamu, menunggu Albert yang tak kunjung pulang. Perut Sarah sudah begitu buncit. Usia kandungannya sudah tujuh bulan. Dan Albert masih sibuk di laboratoriumnya.

Cih. Sarah menghela napas panjang. Albert menyebalkan akhir-akhir ini.

"Nyonya, Nyonya belum tidur?" Diva menyajikan susu ibu hamil di atas meja. Sarah menggelengkan kepalanya pelan.

"Aku masih menunggu suamiku, Diva. Tidak apa-apa kalau mau istirahat, biar nanti aku bereskan sendiri." Sarah tersenyum hangat. Ia sudah memasak makan malam, spesial. Spesial untuk Albert.

Malam ini entah mengapa, ia jadi ingin membuat sesuatu yang spesial, bagi sang suami.

"Tapi, Nyonya. Tuan Brighton bilang--"

"Sudah, tidak apa-apa. Biar aku yang bilang pada suamiku. Sekarang lebih baik kau istirahat saja, Diva. Ini sudah malam." Sarah tersenyum tipis, mengusir halus kepala pelayannya.

Diva mengangguk ragu, namun melihat raut Sarah membuatnya mengangguk lagi lalu beringsut pergi.

Sarah mengeratkan sweternya. Ini bulan Desember, salju turun dengan derasnya. Oke, Sarah memaklumi. Desember memang waktunya kejar setoran penelitian. Sarah paham, Albert ingin mengejar target penelitian.

Tapi heh, ini istrinya sedang hamil tujuh bulan! Lagi pula Albert itu pemilik hak paten teknologi. Mau Albert malas-malasan seumur hidup pun, dia tidak akan kekurangan uang.

Sarah menahan matanya agar tidak terpejam, sambil mengelus kain sofa yang begitu lembut di tangan. Iya. Yang ia duduki ini sofa batik, pemberian Ratu Kidul. Sofanya memang enak sekali, empuk. Sarah menyenderkan punggungnya hati-hati.

Punggungnya nyeri. Kakinya juga bengkak. Ia harus banyak-banyak istirahat, sebenarnya. Tapi entah kenapa, malam ini ia ingin sekali tidur sambil dipeluk Albert.

Sialnya, Albert justru tak pulang-pulang. Padahal ini hampir tengah malam.

Sarah mengambil gelas berisi susu ibu hamil miliknya. Meneguknya pelan sambil memejamkan mata tanpa sadar. Sarah menaruh gelas di meja, dan bersandar pada sofa hati-hati.

Ah, terserah.

"Albert baik sekali, bahkan istrinya ditinggal sendirian malam-malam begini," ujar Sarah sebal, matanya sudah tidak kuat terbuka lebar.

Di sisi lain, Albert menarik napas dalam-dalam. Penelitiannya kali ini terlampau menarik. Proses ekstraksi datanya masih membutuhkan waktu beberapa jam lagi. Padahal ini sudah tengah malam.

"Albert, kau tidak pulang? Istrimu sedang hamil besar, Albert. Temani dia, biar aku yang mengurus ini." Mitchell Oakley, kolega Albert dalam penelitian kali ini.

Dengan kulit putih pucat serta iris emas, juga rambut berwarna biru muda. Mitchell tampan, memang. Pria itu juga sudah menikah, sudah mempunyai anak juga.

"Ah, kau benar. Ini sudah jam sebelas, Mit. Tidak apa-apa, aku akan pulang besok pagi. Sarah mungkin sudah mengunci pintu kamar," kekeh Albert pelan. Ia tahu perangai Sarah. Sarah tidak suka kalau Albert pulang malam-malam sekali.

"Jangan begitu, Al. Kau tahu? Saat Shameera hamil, ia memang mandiri sekali. Tapi suatu saat ia jatuh dari tangga, Albert. Itu pengalaman mengerikan." Mitchell menggeleng-gelengkan kepalanya ngeri.

Ia ingat sekali, ia pulang telat dan istri ungunya jatuh dari tangga. Ah, itu sangat mengerikan. Mitchell bahkan berjanji tidak akan pulang telat lagi kecuali sudah mengabari istrinya.

"Haah, kupikir Sarah sudah tidur, Mitchell. Ia mengeluh punggungnya sering sakit akhir-akhir ini. Mungkin ia sudah tidur. Sudahlah, tidak apa-apa. Aku akan menunggui mereka." Albert tersenyum hangat, membalas Mitchell yang kini menggeleng-gelengkan kepalanya heran.

[END] The Brighton | BoruSara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang