27. Consequences

3.9K 476 13
                                    

Hujan baru saja berhenti setelah mengguyur Valley Hills semalaman. Udara dingin menyelimuti setiap sudut wastu Kim. Kepala pelayan di wastu Kim menyiapkan sup hangat untuk sarapan. Selain itu Nyonya Kim yang baru tiba pagi ini juga ikut turun tangan membuat beberapa makanan untuk suami dan anaknya. Meskipun terbilang gila pekerjaan, Nyonya Kim juga tidak melupakan perannya sebagai istri dan ibu.

Selagi meletakkan hidangan diatas meja, Nyonya Kim memanggil Taehyung dan Da In untuk turun. Taehyung dengan seragam tersemat rapi lebih dulu menuruni tangga dan menempatkan diri di meja makan. Sementara Da In turun beberapa menit kemudian setelah keluarga Kim mulai menikmati sarapan.

"Da In kau baik-baik saja?" Ujar Nyonya Kim khawatir melihat anak gadisnya yang sedang terlihat tidak sehat. Wajahnya kusut dan semakin pucat sebab kulitnya yang seputih pualam.

Da In mengangguk singkat, "aku baik-baik saja, bu. Mungkin karena semalam aku terkena hujan." Sahut Da In berhasil mencuri perhatian Taehyung yang duduk bersebrangan dengannya.

"Kalau begitu istirahat di rumah saja. Ibu akan menyiapkan obat setelah sarapan." Ujar Nyonya Kim lagi sambil membelai punggung tangan Da In.

"Tidak apa-apa, bu. Lagipula ini pekan terakhir ujian akhir semester. Aku tidak boleh melewatkannya." Tidak ada lagi jawaban. Nyonya Kim tidak ingin memaksakan kehendak terhadap Da In. Hanya menanggapi dengan tersenyum pada gadis disebelahnya.

Setelahnya, Nyonya Kim kembali pada makanannya. Begitu pula dengan Da In yang menyuap sup ke dalam mulut. Tiba-tiba saja perutnya serasa bergejolak. Tidak ingin menerima sup hangat yang baru saja ditelan. Beberapa detik kemudian tangannya meletakkan sendok dengan kasar lalu berlari sambil menutup mulutnya ke kamar mandi di ujung ruangan. Semua orang di meja makan terkejut atas sikap Da In. Terutama Nyonya Kim yang langsung bergegas mengejar Da In. Dari luar kamar mandi terdengar suara Da In memuntahkan isi perutnya, menambah kekhawatiran Nyonya dan Tuan Kim.

Da In dan sifat keras kepalanya memang tidak terpisahkan. Meskipun Nyonya Kim bersusah payah memintanya untuk beristirahat, Da In tetap bersikeras pergi ke sekolah dan mengikuti ujian akhir. Maka disinilah dia berada. Duduk di bangku dengan beberapa lembar kertas jawaban dan soal ujian. Wajahnya penuh keringat dan terlihat pucat pasi. Perutnya serasa di gelitik dan mual bersamaan. Hingga jam ujian berakhir, Da In tetap bertahan dibangkunya. Soal-soal ujian yang membuatnya semakin terasa mual dan kepala hampir pecah pun dikerjakan hingga tuntas.

"Da In, wajahmu—" Ucap Yoonhee khawatir ketika memutar tubuhnya menghadap meja dibelakang, mendapati wajah sahabatnya basah akan keringat dingin. "Kau sakit?" Tanyanya mendekatkan punggung tangan pada dahi Da In.

"Emh," sahutnya singkat dengan anggukan sekilas.

Yoonhee yang masih merasa cemas membawa sahabatnya ke ruang kesehatan. Meninggalkan Da In disana setelah menunggunya terlelap. Beberapa menit berlalu dan Da In membuka matanya. Tubuhnya terasa lebih ringan setelah beristirahat. Seharusnya dia mendengarkan titah Nyonya Kim untuk beristirahat dirumah. Lagipula tidak sulit mengikuti ujian susulan. Dengan otaknya dia pasti mampu mengerjakan soal-soal ujian.

Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian Da In. Pandangannya mengarah pada tirai yang menampakkan bayangan seseorang. Dengan segara dia beranjak dan membenahi tubuhnya bersandar pada dashboard ranjang.

"Kau baik-baik saja?" Tanya seorang pria yang muncul dari balik tirai. Menempatkan pantat pada ranjang yang bersebelahan dengan milik Da In.

Da In mengangguk singkat, "wah, aku tidak tahu kau mengkhawatirkanku." Ujarnya sambil tersenyum remeh.

"Sejak kapan kau sakit?"

"Pagi ini. Aku terkena hujan semalam. Kepalaku terasa begitu berat. Perutku juga mual dan memuntahkan semua sarapanku. Sekarang aku lapar. Dan kau menjengukku tanpa buah tangan. Cih, pelit sekali." Decih Da In kemudian membuang muka.

"Kau sudah sembuh ternyata." Sarkas pria itu sambil tergelak rendah. "Da In, boleh aku bertanya sesuatu?"

"Kau tidak pernah meminta ijin sebelumnya jika ingin bertanya, ada apa?"

"Karena ini hal privasi. Aku hanya ingin memastikan. Apa kau— dan Taehyung sering melakukannya?" Tanyanya sedikit ragu, berhasil mencuri penuh atensi Da In.

"Kook.."

"Aku hanya khawatir jika, uh, kau tahu maksudku—" Jungkook menggantung kalimatnya, memberi jeda sejenak sebelum melanjutkan, "aku tahu, Taehyung tidak seceroboh itu. Dia pasti menggunakan pengaman saat melakukannya." Jelas Jungkook.

Awalnya Da In menautkan alisnya bingung. Namun kemampuan deduksinya berjalan cepat untuk hal-hal seperti ini. Jungkook memperhatikan perubahan air muka Da In. Membuatnya juga tertegun memahami ekspresi tersirat di wajah gadis itu. Satu fakta gila tentang Taehyung baru saja diketahui gadis itu. Membuat jantungnya berpacu begitu saja. Mengingat Taehyung tidak pernah menggunakan pengaman ketika mereka bercinta dan selalu meninggalkan benihnya dalam-dalam.

"Tidak, Kook. Aku selalu mengonsumsi morning after pill. Aku yakin aku baik-baik saja. Tidak mungkin aku—"

"Setidaknya kau harus melakukan tes, Da In."

"Tidak, tidak! Aku hanya flu karena hujan semalam." Da In berusaha terus menyangkal. Dia tidak ingin perkiraannya dan Jungkook benar.

Sepanjang perjalanan dari koridor menuju area parkir, Da In terus memikirkan kalimat Jungkook. Berharap apa yang ada dipikarannya merupakan asumsi belaka. Sambil memandangi Taehyung yang berdiri menunggunya dari kejauhan, Da In terus memikirkan hal yang tidak seharusnya. Sampai di depan mobil Taehyung pun Da In wajahnya masih terlihat cemas.

"Apa yang kau pikirkan?" Tanya Taehyung membuyarkan lamunan Da In.

"T-tidak, tidak ada."

Taehyung membuka pintu mobilnya untuk Da In, "masuklah."

"Kim Taehyung!" Seru seseorang dari kejauhan. Mengalihkan atensi Da In dan Taehyung bersamaan. Mendapati gadis yang tengah berlari kecil menuju mereka. "Tae, maafkan aku. Kau pasti menungguku semalam. Aku—"

"Aku tidak menunggumu." Sahut Taehyung dingin membuat Ara dan Da In terkesiap. "Aku tahu kau tidak akan datang. Kau juga melakukan hal yang sama saat ulang tahunmu. Aku mengerti kau sibuk dengan pekerjaanmu Ara, tapi tidak bisakah kau  sedikit menghargaiku dan meluangkan sedikit waktu untuk sekedar menghubungiku?"

Da In tertegun dengan suara Taehyung yang meninggi pada kekasihnya, "uhm, kurasa kalian perlu bicara. Aku akan pulang dengan Yoonhee." Sela Da In memberi kesempatan pasangan itu untuk menyelesaikan masalahnya. Dia tidak ingin terlibat ditengah perdebatan itu.

"Masuklah, kau pulang denganku!" Tegas Taehyung memaksa Da In untuk masuk ke dalam mobilnya.

"Tae, selesaikan urusanmu dengan Ara." Ujar Da In lalu dengan berat hati melangkah meninggalkan Taehyung dan Ara. Ingin sekali menjadi egois untuk dirinya, namun kembali memberi kesempatan untuk Taehyung dan Ara bersama. Apa boleh buat, pasti Taehyung akan tetap berakhir dengan orang yang dicintainya. Da In yang sudah menjadi budak cinta dan menempatkan kebahagiaan Taehyung diatas segalanya. Melupakan bahwa dirinya juga berhak bahagia.

Sebelumnya Da In mengatakan akan pulang bersama Yoonhee. Namun dia enggan bertemu dengan siapapun untuk saat ini. Memutuskan untuk menghentikan taxi dan pulang seorang diri. Memikirkan banyak hal sepanjang perjalanan. Termasuk satu hal yang sedang menguasai otaknya.

Setibanya di rumah, Da In segera menuju kamar mandi. Menatap refleksi dirinya di cermin. Ragu untuk membuka sebuah bungkusan kecil yang ia beli diperjalanan pulang. Berkali-kali meyakinkan diri karena rasa gusar yang menyelimuti. Sejujurnya, dia cemas dengan hasil yang akan diterima. Sama sekali tidak siap dengan konsekuensi yang pasti akan terjadi pada setiap perbuatan. Akan tetapi yang menjadi satu-satunya kekhawatiran, apabila nantinya Taehyung tidak mau menerima jika Da In sedang mengandung anaknya. Lalu, apa yang harus dia lakukan selanjutnya untuk kelanjutan hidupnya?


Don't forget to vote

Sweet ScarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang