Taehyung berdiri dengan pandangan terpatri pada lukisan abstrak yang menggantung di dinding. Tentu pikirannya masih terdistraksi oleh hal lain. Song Da In. Tidak ada satu hari pun tanpa memikirkan Da In. Hari-harinya berangsur buruk dan tetap pada penantian yang sama. Sesekali terpikir kalimat Jimin yang menyuruhnya untuk berhenti. Mungkin Jimin benar. Sudah enam tahun lamanya Taehyung menanti kabar dari Da In. Bahkan dia tidak tahu apa Da In masih ada di dunia yang sama dengannya atau tidak. Da In benar-benar menghilang. Lenyap. Seperti ditelan bumi. Meninggalkan Taehyung dan penyesalan yang tiada habisnya. Menggerogoti perlahan hingga hatinya kelu dan hancur.
"Apa kau menyukai lukisan ini?" tanya seseorang membuyarkan lamunan Taehyung. Pandangan mengarah pada seorang pria disebelahnya. Kim Namjoon.
"Entahlah, hyung. Aku hanya melihat kesedihan di dalam lukisan ini," Taehyung membuat Namjoon tergelak rendah.
"Tentu saja. Lukisan ini memiliki arti kesedihan. Kau bisa lihat goresan emosi pada tiap torehan garisnya. Dan kau sedang bersedih, itu sebabnya kau tertarik ketika pertama kali melihatnya, bukan?" kali ini eksplanasi seniman Namjoon mengarah tepat pada hati Taehyung, interpretasi dari seseorang yang mengerti seni, "sudah saatnya kau melepasnya, Tae. Kau harus merelakan hal yang tidak bisa kau gapai. Sama halnya seperti Da In yang merelakanmu ketika dia pergi dari Valley Hills."
Taehyung sukses tertohok. Terdiam memikirkan ucapan Namjoon yang sudah seperti kakaknya sendiri. Namjoon selalu bijak dalam menghadapi sesuatu. Termasuk ketika memberi nasihat pada teman-temannya. Lalu dia menepuk pundak Taehyung dan meninggalkan pria itu untuk melihat-lihat spot lain yang belum didatangi. Sementara Taehyung kembali menatap lukisan dihadapannya. Kali ini tatapannya kosong. Hatinya hampa. Tidak ada sedikitpun kesalahan pada kalimat Namjoon barusan. Kesedihan kembali merundungnya.
"Jika kau tertarik, kau bisa membelinya," ujar seseorang dari belakang Taehyung. Dari suaranya jelas adalah seorang pria. Taehyung juga mengenal baik suara itu. Maka dia menoleh untuk memastikan.
Taehyung tertegun sesaat, "M-mingyu?"
"Hai, Tae," sapanya berjalan mendekat dan mengalihkan pandang pada lukisan yang kerap mencuri perhatian orang-orang disana, "bukankah lukisan ini indah?"
"Y-ya, kau benar," Taehyung ikut menatap lukisan itu lagi, "apa galeri ini milikmu?"
"Ya, tempat ini milikku," hening sejenak tidak ada lagi basa-basi, "aku tidak sengaja mendengarmu dan Tuan Kim berbicara. Oh, dia seorang kolektor tetap digaleriku. Jadi, aku mengenalnya."
Taehyung menoleh pada pria disebelahnya, "sebanyak apa kau mendengar?"
Mingyu membalas tatapan Taehyung, "hampir semuanya." Hening kembali, "maafkan aku, karena Ara.. maaf aku juga membencimu di masa lalu. Karena kau begitu menyakiti Da In. Tapi kurasa kau juga tidak baik-baik saja sekarang."
Taehyung menghela napas, "ya, aku tidak baik-baik saja. Aku juga minta maaf," ujar Taehyung begitu tulus. Tentu saja waktu membuat pemuda-pemuda yang dulu masih labil dan emosional itu menjadi semakin dewasa. Berani membuka luka lama dan saling meminta maaf atas hal itu.
"Apa kau pernah mendengar kabar darinya?" Taehyung menggeleng, menjawab pertanyaan Mingyu. "Apa kau berusaha mencarinya?"
Sekarang Taehyung mengulas senyum asimetris, tergelak rendah mendengar pertanyaan retorik Mingyu, "selama enam tahun aku selalu berusaha mencarinya, setiap hari. Aku tidak tahu harus melakukan apalagi. Benar-benar tidak ada petunjuk sama sekali, Gyu. Bahkan aku sempat berpikir jika dia sudah tidak-"
Mingyu segera memotong kalimat Taehyung, "dia masih hidup. Dan baik-baik saja."
Taehyung berhasil dibuat tertegun. Jantungnya tiba-tiba berdenyut hebat. Berdebar melebihi tempo seharusnya. Mendengar kalimat Mingyu yang seakan mengetahui keberadaan Da In.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Scar
FanfictionMature Contents🔞 If loving you is a mistake, then I don't want to be right. ✨Written in Bahasa Indonesia ✨Casadelcisne, 2020