Tidak peduli kau akan serupa senja yang menyenangkan mata atau mendung yang kelabu sekalipun.
Aku tetaplah langit yang akan menerima warna mu. Memeluk setiap suka dan sendumu. Aku tidak pergi, meski hari berganti.-Yaksa Rahardjo-
Part 64 || Yaksa dan pilu yang menjerat.
Jangan lupa untuk tekan bintang sebelum membaca cerita ini ya^^ terima kasih sudah mau menghargai^_________^
~°•°~
Teresa membuka pintu minimarket dengan tangan gemetar. Ia bisa merasakan degup jantungnya yang menggila, pipi yang panas dan perut yang menggelitik. Rasanya lebih menyenangkan ketimbang dulu dirinya pertama kali bertemu dengan Ruka. Apakah Yaksa memang jodoh nya? Seseorang yang di kirim semesta untuk menjaga nya? Kalau begitu semesta masi berbaik hati padanya bukan? Ah, rasanya Teresa ingin sekali berteriak dan berbicara pada semesta tentang semua yang ada di dalam benaknya.
Teresa berjalan ke arah parkiran minimarket, berdiri di sana. Ia membalikan badannya, menatap Yaksa yang tengah memilih cemilan dengan cepat.
"Yaampun kok dia bisa selucu itu sih," Ucap Teresa dengan kekehan kecil.
"Coba kalau ada Lilo, gue pasti sudah berteriak dan bercerita semua yang tengah gue rasakan ini," Ucap Teresa menatap langit cerah.
Teresa tersenyum. Ia menunduk menahan pekikan senang. Wajahnya semakin memanas karena malu.
Ciittttt
Suara decitan kendaraan yang di rem membuat semua mata memandang ke salah satu titik, di tambah dengan melayangnya tubuh seorang gadis menghantam tembok pembatas area minimarket dengan keras.
Orang-orang yang ada di sana saling berteriak histeris, entah itu menyuarakan gadis yang tengah terbaring atau mengeluarkan sumpah serapah pada sang pengendara mobil yang telah melakukan tabrak lari.
Teresa tak bisa merasakan tubuhnya sendiri, di sela-sela kesadaran nya ia melihat mobil hitam yang melaju kencang setelah menghantam tubuhnya. Nafasnya terengah-engah, darah mengalir dari kepalanya. Menutupi pandangan dari wajah orang-orang yang melingkari nya dengan khawatir. Teresa tak bisa merasakan apapun, bahkan barang mendengar suara di dekatnya pun tak bisa. Semuanya senyap, pandangan nya gelap, tertutup cairan pekat warna merah. Mulutnya ingin mengatakan sesuatu, tapi sangat berat rasanya. Semuanya gelap, semuanya lenyap.
"Ternyata semesta masi membenciku." Teresa membatin sebelum kesadaran nya benar-benar hilang.
Yaksa berlari dengan perasaan kalut dari dalam minimarket saat melihat tubuh Teresa yang terlempar. Nafasnya memburu, ia menyibak orang-orang yang ada di sekeliling Teresa.
Brugh
Tubuh Yaksa bersimpuh dengan lemas di sebelah tubuh Teresa yang bersimpa darah. Wajah gadis nya sudah tertutup oleh cairan merah yang terus keluar dari kepalanya, banyak luka yang menggores kulit Teresa. Dengan tangan gemetaran Yaksa menaruh kepala Teresa di pangkuanya, tak memperdulikan cairan merah itu Yaksa memeluk Teresa dengan hati yang hancur.
"Teresa." Ucap Yaksa lemah.
Hancur sudah, perasaan berbunga yang tadi singgah sekarang lenyap dengan begitu cepatnya. Tergantikan dengan jerat luka yang begitu mengikis ulu hatinya. Sakit. Bahkan sampai dirinya sendiri pun tak tau lagi bagaimana mengungkapkan semua rasa sesak di dadanya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Benalu [END]✔️
Jugendliteratur"Bahkan ibunya sendiri membuang anak itu." Semesta pun menghiraukannya, seperti bayangan yang tak pernah di anggap ada, seperti benalu yang tidak pernah di inginkan kehadirannya. *** Nyatanya, ada hasil yang menghianati usaha dan tidak semua usaha...