Mungkin sebagian dari kita mengira bahwa semesta tidak adil. Bukankah setelah luka pasti ada bahagia? Lantas kenapa hati ini patah untuk kesekian kalinya?
Akhirnya kita sampai juga pada bagian ini :)
Jangan lupa vote dan coment yaaaaaaa^^ terima kasih sudah mau menghargai^__^
Playlist : Seharusnya waktu - Nice friday.
Sudah siap? Baiklah, selamat bersenang-senang.
~°•°~
Dalam senyap nya kamar itu, terdapat gadis yang tengah berbaring di atas kasur sembari menatap kosong langit-langit kamar nya. Luka yang di harapkan bisa sembuh entah kenapa malah semakin memilukan. Tangan kanan Teresa yang memegang surat yang sudah kusut itu di buatnya lagi semakin berantakan dengan meremasnya kuat. Hati nya layaknya sebuah kertas yang sudah lecek, mau di bagaimana pun atau bahkan di hiasi dengan bahagia yang sempat singgah, semuanya akan tetap sama. Hatinya sudah hancur dari dulu, selalu akan merasakan luka-luka yang di berikan semesta tiap waktu.
Pikiran Teresa kembali pada kejadian empat hari yang lalu, tepat setelah ia memaksa ingin pulang dari rumah sakit. Bibirnya melengkung ke bawah, air mata itu kembali berkumpul pada pelupuk matanya.
Teresa duduk di kursi roda dengan Yaksa yang mendorong nya dari belakang. Sekitar jam delapan malam, setelah perdebatan panjang dengan mereka dan juga sang dokter, akhirnya Teresa berhasil memenangkan perdebatan itu. Ia meminta untuk di pulangkan lebih cepat, rasanya tiap detik di dalam rumah sakit dirinya selalu terbayang-bayang akan kematian temanya dan juga tentang kebencian ibunya terhadap dirinya.
Tepat sebelum mereka masuk ke dalam lift, seruan keras lebih dulu terdengar di belakang mereka. Kedua orang tua Yaksa, Aldo dan tante Mila membalikan tubuhnya. Yaksa sendiri harus berhati-hati memutar kursi roda Teresa. Mata mereka semua membelalak melihat cewek yang tak beda jauh dengan Teresa, dia mengenakan baju rumah sakit berlarian seperti orang kesetanan di lorong panjang itu.
"PEMBUNUH!" cewek itu berteriak keras saat sudah dekat dengan mereka, matanya menajam menatap Teresa.
"Jaga ucapan lo!" bentak Aldo yang sudah tersulut emosi sodara tiri nya di tuduh seperti itu.
Rena tak memperdulikan Aldo ataupun tatapan marah Yaksa. Ia tetap berjalan di ke depan Teresa.
"APA YANG TELAH LO LAKUKAN DENGAN KARLETA HAH?!" teriak Rena dengan mata berkaca-kaca.
Teresa mendongakkan kepalanya pelan, ia menatap wajah Rena. Sebuah senyum pedih tercipta di bibir gadis itu.
"Gue ngga ngelakuin apa-apa Ren," jawab Teresa lirih.
"Bohong!" seru Rena.
Rena menghapus air matanya yang mengalir, tubuh nya terjatuh ke atas lantai di depan Teresa.
"Kenapa si Res," ucap Rena lirih. "Kenapa lo harus hadir di dalam hidup gue," lanjutnya.
"Rena," panggil Teresa serak.
Cewek yang di panggil itu mendongakan kepalanya, membalas tatapan sayu Teresa.
"Lo tau?" tanya Teresa dengan air mata yang menetes. "Bahkan diri gue sendiri pun tidak mengerti kenapa semesta menghadirkan gue di dunia ini jika hanya untuk merasakan rasa sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Benalu [END]✔️
Teen Fiction"Bahkan ibunya sendiri membuang anak itu." Semesta pun menghiraukannya, seperti bayangan yang tak pernah di anggap ada, seperti benalu yang tidak pernah di inginkan kehadirannya. *** Nyatanya, ada hasil yang menghianati usaha dan tidak semua usaha...