Part 24 || Tragedi

4.1K 422 16
                                    

Apa kabar semesta? Sudah lama aku tak mencantumkan mu dalam aksara ku. Sepertinya kabar mu tidak baik ya? Aku pun begitu, sama seperti mu. Kau tau apa yang membuat ku mengungdangmu? Ya, sama seperti waktu itu. Perasaan ini datang lagi, bedanya kali ini ia tampak asing. Bahkan aku hampir tak mengenalinya, yang membuat ku sadar adalah sepercik perasaan kelam itu. Membuat ku tak percaya harus terjebak di dalam labirin ini lagi. Ini sangat memuakan, sungguh! Semesta aku membutuhkan mu, membutuhkan tempat sunyi lagi. Sampai tabir ini berhasil menghalau perasaan itu datang kembali.

Part 24 || Tragedi

Jangan lupa tekan tombol bintang sebelum membaca cerita ini ya^^ terima kasih sudah mau menghargai:)).

SELAMAT MEMBACA!!

~°~

Mungkin bagi kalian hari ibu adalah hari istimewa, dimana semua anak saling meminta maaf pada ibunya dan memberi sesuatu hadiah yang membuat sang ibu bahagia.

Berbeda dengan Teresa, pada hari ibu berlansung sebisa mungkin ia hindari, entah dengan tidak keluar dari kamar seharian, tidak memainkan sosial media satu pun, intinya pada hari itu ia tidak melakukan apa-apa kecuali menangis. Menangisi nasibnya yang berbeda dengan orang lain, dimana ibunya sendiri yang tidak mau mengakui dirinya.

Teresa duduk bersila di atas kasur, menatap kedua sahabatnya dengan sorot sayu. "Gue udah membuat nyokap benci sama gue."

"Kenapa? Memangnya lo salah apa Res?" Tanya Karleta refleks.

"Gue udah bikin papah dan Abang gue meninggal," Ucap Teresa. Air mata meluncur manis di pipinya.

Rena memegang tangan Teresa, mengelus nya pelan. "Lo yang sabar ya," Ucap nya pelan.

Teresa menggelengkan kepalanya. "Lo berdua ngga akan pernah tau bagaimana rasanya jadi gue."

"Sedari kecil gue ngga pernah ngerasain pelukan hangat seorang ibu. Jangankan mau meluk gue, ngilihat gue aja beliau enggan," Lanjut Teresa tersenyum kecut.

Karleta dan Rena terdiam membisu, entah bagaimana menjalani hidup seperti itu. Disaat semua anak kecil memiliki kenangan bahagia dengan orang tuanya, berbahagia dan saling menyayangi.

"Semua gara-gara tregedi kelam itu," Ucap Teresa pelan.

"Tregedi?" Beo Karleta dan Rena berbarengan.

Teresa mendongakkan kepalanya, menatap langit-langit kamar sembari mengingat semua cerita yang pernah nenek nya ceritakan.

"Dulu waktu gue masi di dalam kandungan, di desa terjadi bentrok antara dua blok," Teresa mengambil nafas sejenak. "Keadaan benar-benar kacau, tidak ada yang berani keluar malam. Karena siapapun yang keluar berarti di anggap musuh dan harus di binasakan."

Karleta menggelengkan kepalanya tak percaya, Rena di sisinya sudah berderai air mata sembari tangan yang membekap mulutnya.

"Bertepatan dengan itu, nyokap yang mau ngelahirin gue terpaksa harus keluar dan di bawa ke rumah sakit," Ujar Teresa terisak.

"Waktu di perjalanan, orang tua dan abang gue di cegat orang-orang yang bersenjata tajam, waktu itu abang gue masi berumur empat tahun. Papa gue udah mohon-mohon buat di beri jalan agar bisa cepat kerumah sakit," Teresa menjeda ucapan nya. "Tetapi, hiks...mereka tetap bersikeras sampai salah satu di antara mereka menusuk jantung papa gue."

Benalu [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang