Mantu Malit

2K 238 7
                                    

Uhukk!

Perkataan Ervin sukses membuat gue tersedak jus apel yang tengah gue minum. Raisa sontak menepuk-nepuk punggung gue, Malit dan Padi melihat gue dengan khawatir, sedangkan Ervin terkikik puas di samping gue.

"Udah, gue nggak pa-pa kok. Uhuk! Emm, makasih," ucap gue pada Raisa. "Uhuk!"

"Kak Ervin nih, bikin kaget aja!" omel Raisa. "Kalian pacaran ya?"

Gue menggeleng kuat. "Enggak kok!"

"Kok kak Ervin minta kak Lui jadi mantunya Malit?" tanya Raisa pada Ervin.

"Ya tanya dulu, boleh nggak. Kalau boleh, baru deh perjuangin orangnya," sahut Ervin tanpa beban.

Gue tendang kaki Ervin kuat, dia hampir mengaduh namun berhasil menahannya. Sebagai balasannya Ervin mencengkram tangan gue semakin keras.

Duh tangan gue bisa remuk!

Gue udah yakin Malit akan menolak ide gila Ervin. Tapi perkiraan gue salah, karena Malit justru mendukung kegilaan Ervin.

"Boleh dong, asal kalian saling mencintai dan menyayangi. Malit sama Padi nggak akan ngelarang. Kapan lagi coba Malit punya besan orang Perancis?"

Ya Tuhan, ternyata Malit sama gilanya.

"Kalau gitu, aku bebas nentuin calon suamiku nanti. Nggak perlu nurutin kata Malit buat nyari pasangan orang Perancis, toh kak Ervin udah ngasih bule Perancis ke Malit," sambar Raisa girang.

"Kalau bisa sih dua-duanya dapet orang Perancis, tapi satu aja juga udah cukup kok buat Malit. Apalagi yang ini paket komplit. Bule, cantik, menjulang, pinter masak lagi. Duh cita-cita Malit lihat Ervin gembul kayaknya bakal segera terwujud nih!" Malit semakin tak terkendali.

"Hahaha aku nggak bisa bayangin kak Ervin kalau gembul pasti jelek banget," Raisa tertawa menanggapi. "Nanti kalau punya anak mirip kak Lui aja ya, jangan mirip kak Ervin. Biar punya ponakan bule."

"Ya ampuun ... lucu banget pasti, apalagi kalau matanya juga biru kayak calon besan," Malit menerawang.

Entah bagaimana menghentikan Malit dan Raisa. Si tengil Ervin hanya tertawa menanggapi kegilaan ibu dan adiknya. Sedangkan Padi memilih mengambil segelas souffle dan memakannya khidmat, sepertinya Padi sudah kebal dengan kegilaan istrinya.

Gue tendang kaki Ervin lebih keras dari tadi, dan kali ini dia spontan mengerang, tangannya pun melepaskan genggamannya dari tangan gue. Semua mata melihat ke arah Ervin yang mengernyit kesakitan.

"Kenapa, Vin?" tanya Malit khawatir.

Ervin menoleh ke arah gue, sorot matanya tajam. "Kaki aku ditendang sama Lui, Ma."

Aduh, mati gue! Gue pasti dipecat habis ini.

Kini semua mata tertuju pada gue. Gue menunduk, nggak berani menatap salah satu dari mereka.

"Lo kenapa nendang kak Ervin?" tanya Raisa.

Gue mendesah pelan. "Maaf, kesel aja Ervin ngomongnya ngaco gitu."

Raisa manggut-manggut. "Lo kenapa nendang kak Ervin? Kenapa nggak hajar aja?"

Gue menoleh ke arah Raisa sambil melongo.

"Kalau gue jadi elo, udah gue hajar tuh pakboy," Raisa menunjuk Ervin. "Dia udah punya pacar tapi seenaknya bilang mau jadiin elo mantu di depan Malit dan Padi."

Tiba-tiba Malit berdiri dan berjalan ke arah gue dengan wajah sangarnya. Gue udah mengkerut di kursi gue, takut-takut kalau Malit akan menggampar gue.

Chef LuiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang