Tamu Spesial

1.3K 169 2
                                    


Setelah menunggu selama dua minggu, akhirnya Mas Edo dan Pak Erik resmi bergabung dengan gue. Dan seolah semesta turut mendukung, bulan ini gue kebanjiran orderan setelah seorang pelanggan memesan kue untuk diberikan pada temannya yang seorang artis tenar. Sontak saja setelah si artis memamerkannya di sosmednya, akun gue diserbu ratusan DM.

Dengan semangat 45 kami bertiga bahu-membahu membuatkan pesanan mereka. Dave yang tengah menunggu jadwal ospek pun turut membantu dengan menjadi admin. Bahkan saat membuatkan pesanan untuk pesta Ervin, gue mendatangkan tujuh orang tambahan. Mereka adalah karyawan Tante Rania yang gue kontrak sementara. Dari dua hari sebelumnya kita telah sibuk menyiapkan segala keperluan, hingga saat hari-H kami pun telah siap menyajikan semua makanan untuk para tamu.

Pesta peresmian ini digelar di sebuah ballroom hotel. Kesan elegan yang sangat berkelas langsung terpampang begitu memasuki aula. Kalau dulu gue ragu dengan masakan gue, kini keraguan itu telah pudar. Karena gue dibantu oleh para chef ahli yang tak lain adalah Mas Edo dan Pak Erik. Tak ketinggalan pula chef Albert ikut berperan dalam memasak kali ini.

Gue memutari aula beberapa kali, memastikan para partner gue melakukan tugasnya dengan baik. Beberapa kali pula gue mengecek makanan-makanan yang tersaji. Gue harus memastikan kualitasnya tetap oke hingga nantinya semua makanan itu akan masuk ke mulut para undangan.

"Mas Ali, tolong bilangin ke Pak Erik kalau suhu buat gelatonya kurang dingin. Tuh gelatonya jadi cepat meleleh, padahal baru aja dikeluarin," pinta gue kepada salah satu partner gue.

Setelah Mas Ali berlalu, gue kembali berjalan untuk mengecek yang lainnya. Namun, baru dua langkah berjalan tangan gue sudah dicekal oleh seseorang. Adalah Raisa yang melakukannya.

"Kak Lui ngapain masih di sini sih?" Raisa bertanya dengan wajah cemberut.

"Loh, emang tugas gue di sini."

"Nggak. Kak Lui sekarang ikut aku," Raisa menarik gue untuk keluar dari aula.

"Raisa, gue nggak bisa ninggalin temen-temen gue gitu aja. Gue harus memastikan nggak ada yang kurang," gue berusaha melepaskan tangan gue.

"Kak Lui tenang aja, ada Mbak Rida yang akan gantiin tugas Kak Lui."

"Hah? Mbak Rida? Kok bisa?"

"Iya, Malit yang minta Mbak Rida ke sini buat gantiin Kak Lui. Jadi sekarang tugas Kak Lui bukan lagi di sana ngurusin makanan," pernyataan Raisa membuat gue bingung.

"Jadi, gue langsung pulang nih? Kan gue udah nggak ada tugas di sini."

Raisa menggeleng, dia justru mengajak gue masuk ke dalam lift dan menekan tombol menuju lantai 18. Sumpah, gue nggak ngerti dengan maksud Raisa. Kini gue kembali diseret menuju salah satu kamar.

"Jadi tugas Kak Lui adalah...," Raisa menggantung ucapannya.

"Tugas gue apaan?" tagih gue nggak sabaran.

"Tugas lo adalah jadi tamu spesial gue," suara Ervin terdengar di belakang gue.

Saat menoleh, gue melihat Ervin berdiri dengan stelan jas berwarna hitam. Ditangannya terdapat sebuah box warna putih. Sementara di belakang Ervin berdiri sosok wanita berkaca mata.

"Gue mau lo jadi tamu spesial buat gue hari ini," Ervin mendekat. "Ini baju ganti buat lo," tambahnya dengan tangannya menyerahkan boxnya ke gue.

"Dan ini, Miranda, yang akan bantuin lo,"  Ervin menunjuk wanita yang tadi di belakangnya. "Gue tunggu di luar."

Setelah mengatakan itu, Ervin berbalik keluar. Dengan penuh kebingungan gue menoleh pada Raisa meminta penjelasan.

"Udahlah nggak pa-pa, Kak. Ikuti aja kemauan Kak Ervin," Raisa sama sekali nggak membantu.

Chef LuiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang