Perdebatan Kecil

1.3K 160 6
                                    

Gue nggak ngerti kenapa Dave berkata dan bersikap seperti itu. Kenapa dia jadi sewot saat gue menceritakan soal Derry? Bahkan Mama yang biasanya maha tahu pun kebingungan dibuatnya.

Gue nggak mau ambil pusing, biarkan saja Dave dengan pemikirannya dulu. Gue memilih membereskan meja makan dan dapur sebelum masuk kamar bersiap untuk tidur. Mata gue sudah hampir terpejam saat ponsel gue berdering menampilkan panggilan dari Derry.

"Hai, Der?"

"Lo belum tidur?"

"Kalau lo nggak nelfon, kemungkinan sekarang gue udah tidur."

Derry terkekeh. "Baru juga jam sembilan, udah mau tidur aja lo. Kayak bocah SMP aja."

Gue menghela nafas. "Besok gue kudu bangun pagi buat masak sebelum berangkat kerja. Kalau gue tidurnya kemaleman, yang ada gue bakal telat."

"Enak ya tinggal di situ. Tiap hari dimasakkin sama chef handal. Emangnya gue di sini, tiap hari makan telur ceplok sama mi instan mulu. Dita mah boro-boro bisa masak, masak air aja pancinya sampe bolong. Jadi pengen tinggal sama lo aja," Derry merengek seperti anak kecil.

Gue tertawa mendengar keluhan Derry. "Adek sama nyokap lo siapa yang jagain kalau lo ngekost di sini?"

"Lah, kenapa gue jadi ngekost di situ?"

"Katanya mau tinggal sama gue. Ya lo bisa ngekost di sini, masih ada kamar kosong kok. Fasilitasnya komplit, kamar mandi di dalam, mandi air hangat dan makan masakannya chef Lui. Harusnya mahal tuh, tapi buat lo gue kasih murah deh. Dua juta aja per bulan."

Derry tertawa keras. "Lo mau ambil untung dari gue, Lu?"

"Kalau bisa, kenapa nggak?" tanpa sadar gue mengangguk.

"Dasar lo ya! Sama gue aja masih perhitungan?"

"Gue cuma realistis aja. Jaman sekarang nyari duit susah, kudu pinter-pinter nyari peluang."

"Pinter ya lo? Jadi makin suka."

Dari pantulan kaca di headbed, muka gue terlihat merah. Derry memang paling bisa membuat gue merona.

"Gue tebak, muka lo pasti merah kan?" tebak Derry tepat.

"Dih, kata siapa?" gue mengelak.

"Oke, rubah panggilan ke video coba."

"Ngapain?" jangan sampai Derry lihat muka gue yang masih merah ini.

"Gue kangen sama lo," ucap Derry blak-blakan.

"Baru juga tadi siang kita ketemu," gue mencoba untuk nggak baper.

"Gue nahan kangen sama lo selama tiga tahun lebih, Lui. Ketemu cuma beberapa jam doang mah nggak cukup buat ngobatin kangen gue, apalagi gue mau balik ke Manado lagi."

Chef LuiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang