Menghilang Tanpa Kabar

1.4K 173 2
                                    


Setelah ucapan Mama yang seperti sambaran petir itu, gue selalu mencari alasan buat menghindar dari pembahasan soal Ervin.

Gue bahkan berkali-kali menghubungi Derry, berharap dengan Derry mengangkat telfonnya, maka Mama akan berhenti menanyakan soal Ervin melulu. Namun sayang sekali, belasan pesan yang gue kirim nggak satu pun terbalas. Bahkan saat gue telfon, nomor Derry malah nggak aktif. Nggak biasanya Derry begini, apa dia marah soal kemarin?

Pikiran gue terus melayang ke sosok Derry yang hingga petang belum juga ada kabarnya. Nomornya pun belum aktif kembali. Beruntung, pekerjaan gue tetap aman terkendali meski pikiran gue sedang nggak fokus. Gue memikirkan berbagai sebab atas sikap Derry kali ini, dari dia marah karena kejadian kemarin, hingga dia yang kenapa-napa. Jujur, gue takut atas kemungkinan-kemungkinan yang otak gue ciptakan.

"Lo kenapa sih, dari tadi kayaknya gelisah terus?" Dave yang terlalu peka pun mengutarakan isi kepalanya. Malam ini gue sedang melembur pekerjaan gue ditemani Dave.

"Gue nggak bisa menghubungi Derry dari tadi pagi," jawab gue jujur.

"Gue pikir apaan. Gitu doang sampai bikin lo nggak fokus," cibir Dave.

"Masalahnya Derry tuh nggak biasanya kayak gini, dia tuh selalu kasih kabar ke gue. Ini jangankan kasih kabar, nomornya aja mendadak nggak aktif," gue membela diri.

"Ya dia punya urusan kali, lo nggak usah terlali over deh. Cowok nggak suka dikekang kali, Kak."

"Gue rasa ini ada hubungannya sama kemarin deh. Lo sih gangguin gue sama Derry mulu, keterlaluan banget tau nggak! Mana Ervin kemarin mepetin gue tepat di depan Derry, sengaja banget mau bikin Derry cemburu," omel gue panjang lebar.

"Emang kita sengaja," gumam Dave sangat pelan. Sayangnya telinga gue terlalu tajam untuk melewatkannya.

"Jadi beneran? Kalian sengaja gangguin gue sama Derry?" nada suara gue meninggi. "Jahat banget sih kalian?"

"Kita bukan mau gangguin kalian ngobrol, kita cuma mau lo fokus dulu ke masakan lo. Ada gue sama Mama, Papa dan Kak Ervin yang nungguin masakan lo. Kalo nggak kita hentikan, yang ada lo keterusan ngobrol dan nggak mateng-mateng masakannya," Dave berkilah.

"Ya tapi nggak segitunya juga lah. Lo bisa ngomong pelan-pelan ke gue. Bukannya terang-terangan kayak gitu. Lihat kan, Derry jadi jauhin gue!" Masa bodoh gue terlihat seperti seorang adik yang sedang ngambek ke kakaknya. Memang kenyataannya gue ngambek sama Dave juga Ervin.

"Iya, sori deh. Gue nggak lagi-lagi gangguin kalian," ucap Dave ketara sekali nggak tulusnya.

"Telat tau nggak! Sampai detik ini bahkan nomor Derry masih nggak aktif," sahut gue sebal.

"Ckk kayak anak kecil aja. Ngambek dikit hilang kabar," ejek Dave yang nggak gue tanggapi.

Menjelang tengah malam gue baru selesai membereskan dapur. Hari ini cukup sampai di sini. Besok pagi-pagi sekali gue harus bangun untuk melanjutkan membuat beberapa kekurangan kue. Dave sudah pergi tidur sejak dua jam yang lalu. Karena minggu depan dia sudah mulai ujian, maka gue nggak mengijinkan dia untuk menemani gue hingga selesai. Lagi pula gue kerjanya di rumah ini, nggak masalah mau selesai jam berapa pun. Gue nggak terbebani masalah pulang dan pergi.

Sebelum tidur gue menyempatkan untuk menghubungi Derry lagi. Tapi nihil, nomor Derry masih saja belum aktif. Entah bagaimana gue akan menjelaskan pada Derry kalau nomornya saja tidak pernah aktif begini.

_____


Orderan pertama Luisine berhasil gue selesaikan tepat waktu tanpa kekurangan apapun. Gue bersyukur bisa memenuhi ekspektasi Tante Vani, meski gue mengerjakannya dengan mood yang kurang bagus.

Chef LuiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang