Gue merasa gue memang sedikit berlebihan dalam menolak Ervin. Padahal kalau diingat lagi, Ervin telah banyak berjasa dalam membuat keluarga gue terlihat lebih ceria. Kemampuan bicara Papa juga semakin meningkat, karena Ervin telaten mengajak Papa ngobrol. Hal yang jarang gue lakukan dengan alasan capek setelah bekerja. Padahal Ervin hampir tiap hari menyempatkan datang ke rumah sepulangnya dari kantor. Tentu dia juga sama capeknya dengan gue.
Dan karena hal itu, gue memutuskan untuk menghindari Ervin. Gue nggak mau terus menerus merasa sebal dengannya. Tentunya gue nggak mau merasa bersalah lebih dalam karena kebaikan Ervin selalu gue tanggapi dengan sinis. Sampai gue bisa mengendalikan sifat buruk gue ini, gue akan terus menjauh dari Ervin. Gue nggak mau mengecewakan lebih banyak orang lagi.
Perjanjian gue dengan Ervin masih sisa satu minggu lagi. Dan Ervin berbaik hati menganggapnya lunas yang gue soraki dalam hati. Walau selama ini Ervin nggak pernah nyuruh gue layaknya babu. Malahan Ervin lebih sering nyuruh gue nemenin dia jalan. Mungkin karena status Ervin yang jomblo, makanya dia manfaatin gue biar nggak terlihat ngenes karena nonton film romantis sendirian. Ya terserah dia juga, yang penting sekarang gue telah bebas tugas dari Ervin.
***
Malam ini gue kembali menginap di rumah Malit. Hanya ada tiga orang yang menginap, sedang lainnya akan datang besok pagi pukul lima. Gue sedang duduk di ujung lorong depan kamar karyawan. Ponsel gue dalam keadaan menghubungi Dave, hal yang biasa gue lakukan sebelum tidur.
"Lo jangan lupa kunci gerbangnya juga. Inget, semua jendela sama pintu harus udah aman sebelum lo tidur," gue memperingatkan. Dave hanya menjawab gue dengan kata "hmm".
Gue terus memberi wejangan pada Dave, hingga Dave menyela gue. "Kak, gue tau apa yang harus gue lakuin. Nggak usah didikte lagi deh. Lagian, masa lo ngingetin gue pake kata-kata itu terus sih? Bosen tau dengernya! Ganti kek kata-katanya, nggak kreatif banget."
"Dasar bocah gemblung! Nggak gue bikinin pizza lagi, baru tau rasa lo!" maki gue yang kesal mendengar cibiran Dave.
"Hehe, jangan dong. Iya deh, gue bakal nurutin semua perintah kakak gue yang paling cantik ini. Tapi, ntar kalau lo gajian, bikinin gue pizza yang ekstra keju ya?"
Bocah ini terlalu tergila-gila dengan pizza buatan gue. Dia akan langsung menuruti semua kata gue tiap gue iming-imingi dengan makanan khas Italia itu. Tanpa sadar gue terkekeh mendengar rayuan Dave.
"Iya ... ya udah, gue tutup dulu. Lo buru tidur, jangan begadang."
"Prêt à exécuter!"
Gue menurunkan ponsel dari telinga. Saat itulah gue menangkap sosok Ervin tengah duduk di sebelah gue. Apakah Ervin punya kemampuan berjalan tanpa suara layaknya ninja? Pasalnya gue nggak mendengar langkah kaki mendekat. Atau justru yang di sebelah gue saat ini bukanlah Ervin sungguhan. Duh, bulu kuduk gue mendadak berdiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Chef Lui
RomantizmLuishara sudah lama ingin menyerah dengan kehidupannya yang kacau akibat ulah ayahnya, hingga dia harus mengubur mimpinya untuk menjadi chef. Tapi, bagaimana pun dia berusaha, pada akhirnya dia tetap kembali pada keluarga dan kehidupannya yang menye...