Selamat membaca...Kaki jenjang berbalut celana chino warna mocca dengan kaki beralaskan sneakers warna hitam itu melangkah lebar menapaki jalanan setapak menuju ke taman Asy-Syifa Hospital--rumah sakit milik keluarganya. Dalam keheningan malam dan diterangi pancaran lampu taman, laki-laki itu duduk termenung di salah satu bangku panjang yang terbuat dari besi yang dicat warna hitam yang ada di taman rumah sakit tersebut.
Tatanan rambutnya sudah tak serapi tadi pagi. Kemeja warna hitam yang ia kenakan juga sudah tampak lusuh. Kedua lengan kemejanya ia gulung sampai sebatas bawah siku.
Laki-laki itu mendongak menatap langit yang malam ini tampak sepi. Tak ada satu pun kemerlip bintang yang bersinar di sana. Hanya ada bulan sabit yang terlihat samar di atas sana karena tertutup kabut tipis.
'Menikah'
Satu kata itu terus berputar dalam pikiran seorang Zacky Radhitya Wiryawan kala ia mengingat permintaan yang diucapkan papanya beberapa saat yang lalu.
Ia menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ucapan papa dan mamanya di ruang rawat tadi terus terngiang di telinganya.
"Papa cuma mau melihat kamu menikah, Nak."
"Papa mau melihat kamu menikah sebelum Papa pergi."
"Bang, Mama minta tolong sama kamu. Tolong kamu kabulkan pemintaan Papa, Nak."
Kondisi papanya semakin melemah dari hari ke hari. Di sisa waktunya, Zacky ingin mewujudkan permintaan papanya itu. Namun, ia tak tahu bagaimana ia harus mewujudkannya.
Sikapnya yang kaku dan dingin membuatnya susah untuk berdekatan dengan orang baru. Ia tak banyak teman laki-laki apalagi teman perempuan. Satu-satunya teman yang mampu membuat Zacky keluar dari dunia dingin dan kakunya adalah Dewanda Anandito Hirawan.
Zacky kembali mendongak saat mengingat satu nama yang mungkin saja bisa membantunya mewujudkan permintaan terakhir papanya. Gadis yang tadi bersama ibunya menjenguk papanya yang sedang terbaring sakit. Dia adalah sekretarisnya di Deza Group yang dipilihkan langsung oleh Dewa atas rekomendasi Manda.
Zacky merogoh ponselnya, lalu mengetik pesan dan mengirimnya ke seseorang yang ia harapkan bisa membantunya mewujudkan permintaan papanya.
Zacky tahu kalau gadis itu masih berada di rumah sakit tersebut. Besar harapannya jika gadis yang dipilihnya ini bersedia untuk datang menemuinya di taman.
Semenit serasa setahun. Itu yang dirasakan Zacky saat ia menunggu kedatangan Auristela atau gadis yang biasa disapa Lala. Setelah sepuluh menit berlalu, akhirnya yang ditunggu datang juga.
"Duduk, La!"
Zacky mempersilakan Lala untuk duduk di sebelahnya. Dengan ragu, Lala duduk di sebelah Zacky. Namun, masih menyisakan jarak yang cukup untuk diduduki satu orang di antara mereka.
Keduanya sama-sama terdiam. Suara hewan-hewan malam yang ada di taman rumah sakit mengisi keheningan yang tercipta di antara keduanya.
Zacky menunduk. Ia mengumpulkan keberaniannya untuk mengucapkan kata sakral itu kepada Lala yang mungkin saja membuat gadis itu terkejut.
"Menikahlah dengan saya, La!" ucap Zacky memecah keheningan malam.
Zacky menoleh untuk menatap Lala yang ternyata juga menatapnya balik.
"Saya tahu Pak Zacky sedang putus asa karena permintaan Pak Farhan tadi, tapi Pak Zacky juga harus ingat kalau pernikahan itu merupakan suatu hal yang sakral dan enggak main-main."
Lala tahu akan permintaan dari Papa Farhan karena ketika Papa Farhan mengucapkan permintaan itu, Lala dan ibunya sedang berkunjung ke kamar tersebut untuk menjenguk Papa Farhan.
"Menikahlah dengan saya, La!"
Zacky mengulanginya lagi dengan mengabaikan ucapan panjang lebar Lala sebelumnya.
Lala menunduk dan menghela napasnya, lalu kembali menatap Zacky. "Maaf, Pak. Saya enggak bisa."
"Kenapa?"
"Saya hanya orang biasa, Pak. Beda jauh dengan Pak Zacky."
Zacky menggeleng. "Saya enggak pernah menilai orang dari harta yang dia punya."
"Kalau kamu mau menikah dengan saya, kamu bisa memiliki apa yang saya miliki sekarang."
Lala menggeleng. "Maaf, Pak. Saya tetap enggak bisa. Saya bukan perempuan matre yang gila harta."
"Tunggu, La!" cegah Zacky sembari menahan lengan Lala saat gadis itu akan beranjak meninggalkan Zacky.
"Saya minta maaf kalau ucapan saya tadi menyinggung perasaan kamu," kata Zacky setelah Lala duduk kembali di sebelahnya.
"La, tolong bantu saya."
"Kamu satu-satunya harapan untuk membantu saya mewujudkan permintaan Papa."
"Kenapa harus saya?"
"Kenapa Pak Zacky enggak mencari perempuan lain di luar sana?"
"Pak Zacky tampan dan mapan. Pasti banyak perempuan di luar sana yang mau menjadi istri Pak Zacky."
Zacky menggeleng pelan. "Enggak semudah itu, La."
Tatapan Zacky menerawang menatap gelapnya langit malam. "Saya bukan tipe orang yang mudah bergaul. Teman saya enggak banyak. Rata-rata teman Dewa itu juga teman saya karena setiap Dewa keluar nongkrong, dia selalu mengajak saya."
"Saya juga bukan tipe orang yang mudah untuk mengatakan perasaan saya. Jadi, enggak mudah juga buat saya untuk mendapatkan perempuan yang mau menjadi istri saya dalam waktu sesingkat ini."
"Tapi kenapa Bapak memilih saya?"
Zacky menoleh dan menatap Lala. "Saya nyaman sama kamu."
"Kenyamanan enggak cukup dijadikan modal untuk membangun sebuah pernikahan, Pak."
Zacky mengangguk paham dengan maksud Lala kemudian ia menatap Lala kembali. "Kita bisa saling bekerja sama untuk membangun cinta."
Lala tersenyum kecut. "Enggak semudah itu, Pak."
Zacky menggeleng. "Enggak ada yang enggak mungkin di dunia ini. Kalau kita ada kemauan, Insya Allah ada jalan."
Zacky menatap gadis di depannya itu dengan dalam. "Tolong bantu saya, La ... menikahlah dengan saya."
Segini dulu ya buat pemanasan.
Yuk kita membangun cinta bersama Om Zack dan Tante La.Masih mau lanjut?
Ramaikan dulu yuk vote dan komentarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Auristela
RandomYang dadakan bukan hanya tahu bulat, tapi menikah juga bisa dadakan seperti yang dilakukan oleh Zacky dan Lala. Sahabat dari Dewa itu menikahi sekretarisnya karena suatu kondisi yang memaksanya untuk melakukan pernikahan segera. Penasaran dengan kis...