Keluarga

941 61 5
                                    

Keluarga harusnya menjadi tempat sandaran apabila kita terlalu lelah. Keluarga harusnya menjadi tempat bergantung apabila kita akan menyerah. Keluarga harusnya membawa ketenangan dan kedamaian.

Namun semua itu hanya impian belaka bagi Kanaya. Hal yang amat mudah dilakukan oleh orang lain teramat sulit untuk dilakukan oleh Kanaya.

Sedari kecil Kanaya sudah tinggal bersama nenek dan kakeknya karena orangtuanya sibuk bekerja di kota. Ayah ibu nya jarang pulang ke rumah, paling sekali dua kali melihat Kanaya itupun hanya pada hari-hari besar saja.

Kanaya tidak pernah mengeluh secara terang-terangan namun dalam hati terdalamnya ia teramat iri dengan anak-anak lain seusianya yang mampu dekat dengan orangtuanya.

Kanaya gadis yang tertutup dan cenderung pendiam sejak dulu. Bahkan temannya juga hanya bisa dihitung jari. Ia jarang bermain dan keluar rumah. Ia hanya menghabiskan waktunya di rumah untuk sekadar menonton tv ataupun belajar bersama nenek dan kakeknya.

Kakeknya sangat sayang dengan Kanaya, setiap hari dia selalu menemani Kanaya bermain dan selalu mengantar jemputnya ke sekolah. Kakeknya juga sering menceritakan kisah pewayangan seperti mahabarata atau ramayana yang membuat Kanaya tergila-gila dengan sejarah. Bahkan sampai sekarang pelajaran favorit Kanaya adalah sejarah karena dia teramat suka dengan kisah.

Berbanding terbalik dengan kakeknya, Nenek Kanaya sangat menyayangi Kenan, kakak Kanaya satu-satunya dan cucu laki-laki satu-satunya di keluarga Kanaya. Hal ini yang membuat Kenan selalu diistimewakan. Patriarki memang sudah menjadi kasus umum diantara para orangtua dan masih terus berlaku hingga saat ini. Namun walaupun neneknya teramat menyayangi Kenan, neneknya juga tetap menyayangi Kanaya sebagai cucunya.

Baik Kanaya dan Kenan sama-sama tidak pernah kekurangan dalam hal kasih sayang. Namun namanya juga anak tentu terkadang menganggap kasih sayang tersebut lain. Kanaya dan Kenan juga sangat ingin merasakan kasih sayang dari orangtuanya sendiri.

Sedari dulu saat ada berita orangtua mereka akan datang, mereka berdua menunggu kedatangan orangtuanya di pertigaan jalan dekat rumahnya. Mereka berdua menunggu dengan setia sampai orangtuanya datang. Walaupun menunggu sampai seharian, mereka tetap bahagia.

Di sela-sela menunggu, mereka biasanya bercanda dan menebak ada berapa jumlah motor yang lewat sampai orangtuanya datang. Dan apabila salah akan mendapat jitakan di kepala. Hal yang begitu sederhana, namun menjadi hiburan tersendiri baik bagi Kenan ataupun Kanaya.

Seiring waktu, kepahitan hidup yang harus dirasakan Kanaya mulai bermunculan.

Pada saat Kanaya mulai duduk di bangku sekolah dasar, ia dan kakaknya dibawa oleh orangtua nya untuk pindah ke kota dan mulai tinggal bersama. Awalnya kehidupan mereka baik-baik saja dan teramat normal. Ayah Kanaya juga sangat baik dan Kanaya begitu mengidolakan dan menyayanginya lebih dari ibunya sendiri bahkan.

Namun pada suatu malam, Kanaya melihat dengan matanya sendiri siapa sosok ayahnya yang sebenarnya. Ayah yang menjadi idolanya selama ini, ternyata tidak sebaik itu. Kanaya melihat dengan jelas, ibunya sudah tergeletak di lantai bersimbah darah karena perbuatan ayahnya. Shock pasti yang dirasakan Kanaya melihat ayahnya sendiri menganiaya ibunya. Bahkan saat itu Kanaya masih berumur sekitar 5 tahun untuk memahami semua itu.

Setelah kejadian tersebut, Kanaya dan Kenan dibawa kembali ke rumah nenek dan kakeknya di desa. Agar mereka berdua tidak mengetahui, pertengkaran hebat yang terjadi antara kedua orangtuanya. Dan bukannya membaik hubungan antar keduanya justru semakin renggang.

Bahkan Ayah Kanaya mulai semakin terlihat menjauh. Ia sudah tidak pernah pulang lagi mengunjungi Kanaya dan Kenan. Dan benar saja saat Kanaya berumur sekitar 7 tahun, kedua orangtuanya bercerai dan ayahnya tidak pernah muncul lagi hilang tanpa kabar. Dan menurut kabar yang beredar, ayah Kanaya sudah menikah lagi dan memiliki kehidupan baru yang bahagia.

Sedih dan terpukul pasti yang dapat dirasakan baik oleh Kanaya ataupun Kenan. Namun kehidupan harus tetap berjalan. Justru karena masalah yang menimpa Kanaya itu, Kanaya tumbuh menjadi gadis yang lebih dewasa dan tangguh namun berbeda dengan Kenan yang menjadi urakan dan semakin sulit diatur.

Kenan menjadi anak pembangkang dan sering ikut tawuran. Dia juga sering terlibat dalam perkumpulan geng-geng yang tidak baik. Bahkan dia juga beberapa kali dikeluarkan dari sekolah karena masalah yang menimpanya yang mengakibatkan dia akhirnya mengikuti ujian kesetaraan untuk mendapat ijazah SMA. Mungkin hal ini terjadi dikarenakan tidak adanya sosok tegas dalam hidup Kenan. Mungkin akan lain jadinya, apabila kedua orangtuanya masih tetap bersama.

Berbeda dengan Kenan, Kanaya selalu berprestasi dari ia kecil. Bahkan umurnya juga masih sangat muda, karena ia terlalu dini saat masuk sekolah dasar. Orang normal pada umumnya masuk sekolah dasar saat berusia 6 atau 7 tahun sedangkan Kanaya baru berusia 5 tahun kurang saat itu.

Dari SD dan SMP, Kanaya selalu mendapat peringkat pertama di sekolahnya. Alasannya teramat sederhana, ia hanya ingin suatu hari nanti dapat melihat ibunya mengambilkan rapot untuknya dan mendapat ucapan selamat dari ibunya.

Namun semua itu tidak pernah terjadi dalam hidup Kanaya satu kalipun, karena ibunya selalu sibuk bekerja. Apalagi ibunya saat ini juga berstatus single mother yang harus berjuang sendirian bekerja menghidupi kedua anaknya. Sedih pasti, namun hal itu tidak membuat Kanaya terlalu kecewa karena selalu ada nenek dan kakeknya yang selalu setia menemani dan mendampingi Kanaya.

Bahkan saat ujian nasional SMP, Kanaya juga mendapat nilai sempurna pada pelajaran IPA dan matematika. Dan menjadi suatu kebanggan tersendiri baginya karena berhasil membuat neneknya maju ke panggung untuk menemani Kanaya mendapat penghargaan.

Mungkin itu hadiah terakhir yang mampu Kanaya berikan untuk neneknya. Karena tidak lama kemudian neneknya terus sakit dan akhirnya meninggal pada saat Kanaya SMA.

Kehidupan SMA Kanaya, jauh lebih keras dengan saat Kanaya masih di SMP. Apalagi saat itu Kanaya juga harus kehilangan orang yang paling ia sayangi melebihi ibunya sendiri yaitu neneknya. Ditambah dengan sikap Kanaya yang teramat tertutup dan pendiam, ia sering dikucilkan dan tidak memiliki banyak teman. Teman yang benar-benar dekat dengannya mungkin hanya teman sebangkunya.

Kanaya juga tidak pernah hadir saat ada acara liburan bersama ataupun kumpul bersama antar teman kelasnya. Kanaya lebih sering terlihat sendirian dimanapun ia berada. Namun Kanaya tidak pernah memikirkan mendalam hal tersebut karena dia hanya ingin lulus dengan nilai yang memuaskan dan bisa mendapat undangan SNMPTN dan beasiswa bidikmisi dari PTN favoritnya.

Dari awal masuk ambisi Kanaya sudah tergambar dengan jelas di benaknya. Ia tidak ingin menambah beban ibunya dengan biaya kuliah. Apalagi biaya kuliah tidaklah murah untuk latar belakang keluarga Kanaya.

Bahkan ibu Kanaya secara terang-terangan juga tidak mengijinkan Kanaya untuk berkuliah karena tidak mampu membayarnya. Namun Kanaya tetap berpegang teguh pada pendiriannya.

Bahkan dulu saat masuk SMA umum saja Kanaya juga dilarang, Kanaya dipaksa untuk masuk SMK agar dapat langsung bekerja setelah lulus. Bahkan saat itu nilai Kanaya sangat memudahkan nya untuk masuk SMA manapun. Dan benar saja, Kanaya dapat diterima di salah satu SMA favorit di kotanya dan Kanaya juga menepati janjinya ke ibunya akan membiayai biaya sekolahnya sendiri. Hal inilah yang membuat Ibunya mengalah dan menuruti keinginan kuat putrinya.

Ambisi Kanaya bukan hanya ambisi belaka. Terbukti dia berhasil mendapat undangan SNMPTN dari salah satu PTN favorit di Indonesia dan digratiskan dari biaya gedung maupun BOP tiap tahun karena mendapat beasiswa bidikmisi. Bahkan tiap bulan Kanaya juga mendapat tambahan uang saku dari beasiswa tersebut.

Karena PTN tersebut berada di Jakarta, Kanaya harus meninggalkan kakeknya dan bertahan sendiri menghidupi dirinya. Ia juga tidak pernah meminta kiriman uang dari ibunya, ibunya lah yang terkadang berinisiatif memberikan Kanaya tambahan uang untuk hidup.

Kanaya juga sudah terbiasa mencari uang sendiri, ia biasanya mendapat tambahan uang dari gaji les mengajarnya tiap weekend dan kerja paruh waktu sebagai pelayan kedai tiap malam. Karena pagi hingga sore ia harus berkuliah memenuhi kewajibannya sebagai mahasiswa.

Lelah dan frustasi sudah menjadi hal yang biasa dirasakan oleh Kanaya. Namun Kanaya tidak pernah mengeluh dan semakin memiliki tekad kuat untuk sukses dan dapat membanggakan serta mengangkat derajat keluarganya menjadi lebih baik.

Hanya itu keinginan Kanaya, ia hanya ingin membahagiakan keluarganya dan melihat keluarga nya tidak dipandang sebelah mata lagi oleh orang-orang di sekitarnya.

Damn My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang