15| Mengapa setega itu?

226 28 5
                                    


Selagi aku masih bisa menjalani dan menyembunyikan semua ini, maka aku akan tetap berpura-pura terlihat bahwa aku baik-baik saja.
-Thafana Ailinindya Athala
______

Diharapkan sebelum membaca, anda udah vote dan bila perlu juga comment. Ini amanah yah, jadi harus ditaati.

Kalau udah, silahkan di baca.

Nih! Happy Reading Guyss ❤️
______________________

Pagi yang cerah serta mentari yang sudah mulai masuk ke dalam ventilasi kamar, membuat Thafa bangun dari tidurnya. Jari ini adalah hari minggu, hari dimana dia akan beraktivitas seharian di rumah yang bakal membuatnya bosan.

"Good Morning Laskar." Gumamnya mengelus kucing kesayangannya itu dengan lembut.

Udah tau kucing gak bisa ngomong, masih aja diajak ngomong. Yah, karena menurutnya, kucing itu merupakan pendengar yang lebih baik, daripada orang lain. Kadang bingung dengan kelakuan sendiri:v

Thafa bangun, lalu menyenderkan kepalanya di kepala ranjang. Sesekali Ia mengucek matanya, agar pandangannya jelas.

Ininih yang buat gue gak mau jadi matahari buat lo. Walaupun nyinarin bumi, tapi itu buat gue jauh dan buat lo kepanasan. Mending gue jadi diri sendiri, yang selalu bisa jaga dan ngelindungin lo dari dekat.

Gue nggak akan berpaling kecuali Tuhan nyiptain lo lebih dari satu.

Capek sih enggak. Tapi kalo balasnya lama, gue ngerasa kayak sampah.

Bukannya membersihkan diri, Ia malah mengingat kembali ucapan Faris beberapa hari yang lalu sewaktu dia dihukum bersama.

"Argghh! Kok gue malah mikirin omongannya dia sih?" Gusarnya memukul bantal yang dipangkunya.

"Sebenarnya Faris itu baik. Cuman sifat ngeselinnya itu tuh yang ngurangin nilai plusnya." Terangnya meletakkan jari telunjuk di dagu.

Ia kemudian bangkit, beralih membuka jendela agar udara pagi yang segar bisa masuk dengan leluasa. Seperti biasanya, Ia sangat suka berdiam diri di jendela selama beberapa saat hanya untuk sekedar menghirup udara segar.

"Ohiya, besokkan penilaian seni budaya dari ibu Nanda. Gue mau gunain alat musik apa ya? Biola aja kali ya?" Monolognya berfikir.

"Hm, daripada gue disini mikirin hal yang gak ada faedahnya sama sekali, mending gue bantuin Mbok Minah aja di bawah." Cetusnya, namun sebelum itu dia membersihkan diri dan kamar dulu.

Setelah beres-beres di kamar serta dirinya, dengan segera Ia turun ke bawah menemui Mbok Minah.

"Eh, Non Thafa sudah bangun? Baru aja Mbok mau bangunin."  Sapa Mbok Minah saat melihat Thafa yang sudah menuruni tangga.

Thafa tersenyum, "udah bangun dari tadi kok mbok." Jawabnya. "Ohiya, Mbok mau bawa bajunya ke kamar ayah ya?" Tanyanya, melirik tumpukan pakaian yang sudah disetrika di tangan Mbok.

"Iya Non."

"Biar Thafa aja Mbok," tawarnya.

"Gak usah Non! Biar Mbok aja. Lagian ini juga udah tugasnya Mbok." Tolak Mbok Minah dengan lembut.

"Gapapa kok Mbok, sekali-kali. Boleh ya?" Thafa memasang mata puppy eyes nya. Melihat hal itu, membuat Mbok Minah gak tega untuk menolaknya.

Dilemma ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang