Rene hanya bisa memandangi wajah pamannya yang terlihat jauh lebih tua, padahal tidak sampai sepuluh hari ia pergi dari rumah ini, namun paman Arga terlihat letih dan kurus.
“Setelah tujuh hari kepergian Rose, tantemu memutuskan untuk kembali ke Solo, Ren. Karena itu, kamu bisa tinggal disini lagi, paman tidak tahu harus berkata apa tiap kali kakekmu menelpon dan menanyakan keadaanmu.”
Rene menggenggam ponselnya dengan erat, ternyata kakeknya sering menghubungi pamannya dibandingkan menghubungi dirinya.
“Paman juga jarang di rumah, karena kantor paman sekarang pindah ke Serang, rumah ini jadi tidak ada yang menjaga selain bi Maryam. Kamu mau kan tinggal disini lagi?”
Tristan, Gigi, dan Philip yang memutuskan untuk mengantar Rene hanya bisa diam mendengarkan paman Rene berbicara. Sebenarnya ada perasaan tidak rela dalam diri Tristan saat tahu Rene akan kembali ke rumah pamannya, tapi Tristan sadar bahwa ia tidak bisa berbuat apa-apa.
“Iya paman, nanti biar Rene beresin barang Rene di tempat kak Tristan.”
“Mau paman antar?”
“Nanti biar Tristan yang antar saja om.” sahut Tristan membuat Arga tersenyum.
“Terima kasih ya nak, maaf jadi merepotkan.”
Tristan hanya membalas perkataan Arga dengan tersenyum maklum, setelahnya Arga mengajak mereka untuk makan, yang tentu saja tidak bisa mereka tolak. Jadi hampir jam setengah lima ketika motor Tristan dan motor Philip (hasil meminjam dari teman sekelas mereka) keluar dari pekarangan rumah Arga.
Philip memutuskan untuk mengantar Gigi pulang sedang Tristan mengantar Rene untuk mengambil barang gadis itu yang masih ada di apartemen.
“Tinggalin aja satu baju elo disini.”
Perkataan Tristan membuat kegiatan Rene dalam menata baju langsung terhenti, pemuda itu memang menungguinya berbenah sejak tadi.
“Buat apa?”
“Buat elo ganti kalau sewaktu-waktu elo main kesini.”
Rene tersenyum mendengar hal itu, “PD banget sih, kayak gue mau kesini lagi aja.”
“Elo gak mau mengunjungi rumah pacar elo?”
“Pacar? Siapa pacar gue kak?”
“Heh gue kan udah bilang kalau gue ini pacar elo.”
“Ih kak Tristan, sejak kapan gue mau jadi pacar kakak?”
Rene tidak menduga bahwa Tristan akan mendorongnya tiduran di atas ranjang dengan posisi pemuda itu yang menindihnya.
“Beneran gak mau jadi pacar gue?”
Wajah Rene memerah tanpa bisa dicegah, dan hal itu tidak luput dari penglihatan Tristan.
“Kak…” Rene mencoba mendorong tubuh Tristan agar menjauh.
“Jawab dulu Ren.”
Tristan meraih pergelangan tangan Rene agar gadis itu tidak berontak, atau sesuatu yang dibawah sana mulai bergerak. Memandangi wajah Rene dalam jarak dekat adalah suatu kesalahan, karena tahu-tahu bibir Tristan sudah mendarat di bibir manis Rene. Tristan mengecap sedikit demi sedikit, karena bagaimanapun juga ini adalah ciuman pertamanya dengan seorang gadis.
Rene tidak tahu harus bagaimana selain hanya diam dan menikmati kecupan yang Tristan berikan, ia sudah sering melihat adegan ciuman dalam sebuah film, tapi ia tidak menyangka bahwa rasanya akan semenakjuban ini.
“F*ck…. Sialan kalian berdua. Tutup pintu kek.”
Philip membanting pintu kamar Rene dan hal itu membuat Rene reflek mendorong tubuh Tristan hingga jatuh dari ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMEBODY [END]
RomanceTidur dan bermimpilah - Tristan Mungkin Tuhan sedang bermain dengan takdir - Rene