“...aku memakinya tadi… mengatakan tuli padanya…”
Tristan diam saja mendengar curhatan Juliet padanya, ia sibuk membaca beberapa laporan yang baru saja ia terima. Sedang Juliet duduk di karpet sambil bersandar pada ranjangnya, ia menangis tapi Tristan tidak peduli. Ini bukan pertama kalinya Juliet bercerita tentang Rick sambil bercucuran air mata, bahkan awal pertemanan mereka memang karena hal itu.
Tristan ingat, ia sedang ingin sendiri kala itu, apalagi sebagai mahasiswa tingkat akhir tugas kuliah membuat kepalanya pusing tujuh keliling. Belum lagi teman-temannya yang sedikit menjaga jarak karena julukan Gay yang tertuju padanya, tidak ada klarifikasi dari Tristan membuat berita itu semakin menjadi. Karena itulah Tristan lebih suka menyendiri di atas rooftop kampusnya untuk mengerjakan esai. Disana juga ia bertemu dengan Juliet, junior yang lebih muda satu tahun darinya.
Juliet terkenal sombong dan tidak punya banyak teman, wanita itu sempat kaget melihat Tristan berada disana saat ia tengah menangis. Tapi karena Tristan diam saja, akhirnya Juliet kembali acuh. Hal itu terjadi beberapa kali hingga membuat Juliet sedikit banyak mengoceh padanya, karena respon Tristan tidak berbeda dari sebelumnya Juliet mulai bercerita tentang Rick. Sejak itulah mereka menjadi dekat meski Tristan tidak merespon kehadirannya, Juliet tetap saja tidak berhenti berbicara.
Sampai akhirnya Tristan lulus, karena Juliet sudah mendapat alamat email dan nomor ponsel Tristan secara ilegal alias tidak mendapat langsung dari yang bersangkutan, jadilah Juliet curhat melalui sambungan telepon. Sampai tiba-tiba Juliet datang ke kantornya sambil menangis histeris minta dinikahi.
Hal itu tentu membuat Tristan panik, pasalnya ia tidak pernah menyentuh Juliet sama sekali, apalagi pada saat itu ada kakek Wayan yang berkunjung ke tempatnya. Kesalahpahaman itu dibuat jelas saat Juliet menceritakan hal yang sebenarnya. Atas desakan kakek Wayan lah, Tristan akhirnya menerima perjodohan konyol ini. Dan cerita itu semakin berkembang seperti sekarang.
Padahal mereka tidak sedang melakukan apa-apa di dalam kamar, Tristan hanya menuruti keinginan Juliet yang dikirim melalui pesan ponsel saat mereka berada di dalam mobil tadi.
Nanti masuk ke kamar ya, tinggallah selama dua jam agar Rick cemburu.
Tristan tidak mungkin menolak hal itu, buktinya ia ada disini sekarang, dan bisa melihat Juliet sudah jatuh tertidur karena kelelahan sehabis menangis. Wanita itu bahkan belum mengganti pakaiannya, jas Tristan juga belum ia lepas dari tubuhnya.
Tristan melirik jam dinding, masih ada 40 menit lagi sebelum ia keluar. Tristan kembali menyandarkan tubuhnya ke punggung single sofa yang ada di dalam kamar Juliet, ia kembali melihat pekerjaannya yang sempat terbengkalai akibat ulah Philip yang kemarin lusa menyeretnya tanpa pemberitahuan.
“Heh… sudah dua jam. Aku pulang dulu.”
Tak perlu repot-repot membangunkan Juliet dengan lembut, Tristan menggunakan ujung sepatunya menggoyang-goyangkan betis Juliet yang terpampang.
Wanita itu menggeliat bangun dan menatap Tristan tidak suka.
“Bisa tidak kau membangunkan lebih lembut, aku ini perempuan.”
“Aku tidak peduli. Jas ku?”
Juliet merenggut jas Tristan dengan kasar dan memberikannya pada yang punya.
“Cih… bau parfummu tidak enak. Murahan sekali.”
“Sana pulang.” usir Juliet menuju kamar mandi untuk mengganti baju.
Tristan pun keluar dari kamar bernuansa feminim itu sambil melipat jasnya dalam lengan. Saat Juliet keluar dari dalam kamar mandi, Tristan sudah tidak ada disana, menjalankan aksi selanjutnya, Juliet meraih salah satu gaun tidur yang baru ia beli dan keluar kamar untuk mengambil minum, ia sengaja mengacak-acak rambutnya untuk mendukung aktingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMEBODY [END]
RomanceTidur dan bermimpilah - Tristan Mungkin Tuhan sedang bermain dengan takdir - Rene