Siapa yang menunggu cerita ini dari kemarin? 🙊🙊
Pede banget aku tanya gitu
Selamat membaca, double up buat kalian 😘😘
Rene menyusurkan telunjuknya di atas hidung mancung Tristan, pria itu tidak keluar kamar sama sekali sejak tadi, begitu juga dengan Rene, Tristan tidak mengijinkan Rene meninggalkannya barang sedetik pun. Meghan lah yang mengantarkan makanan untuk mereka, awalnya Tristan tidak mau makan sama sekali berkat Rene juga dia bisa menelan setidaknya lima sendok sebagai isi perut.
Menemani Tristan tidur seharian membuat Rene terbangun saat tengah malam, apalagi melihat wajah tampan Tristan dari dekat. Rene tidak sabar ingin menyentuh semuanya, kening, alis, mata, hidung, pipi, bibir. Tidak ada satupun yang terlewat. Ini memang bukan pertama kalinya mereka tidur bersama, tapi ini pertama kalinya Rene terbangun lebih dulu dibanding Tristan. Biasanya saat ia membuka mata, Tristan sudah bangun dan memberinya senyum manisnya. Dan kini malah berlaku sebaliknya, Tristan yang membuka mata dan Rene yang tersenyum.
“Sudah puas mengagumi ketampananku?” bisik Tristan.
Rene mendorong kening Tristan ke belakang dengan jari telunjuknya yang lentik. “Percaya diri sekali kamu.”
Tristan tertawa dan semakin mendekatkan dirinya pada Rene, ujung hidung mereka saling bersentuhan.
“Kenapa bangun?”
“Siapa yang mengajakku tidur seharian?”
Tristan mengecup bibir Rene sekilas dan menggumamkan maaf.
“Besok kamu mau ikut denganku?”
“Kemana?” tanya Rene.
“Ke Malang. Pembangunan resort papa belum selesai disana, aku harus melihat sendiri semuanya.”
“Kamu tidak akan ke Hadden Air lagi?”
Tristan menggeleng, “Kakek Wayan akan memberikannya pada ayah Meghan, karena aku satu-satunya yang papa punya jadi aku yang harus mengambil alih Albert’s Group. Perusahaan ini papa dirikan saat belum menikah dengan mama, aku tidak mungkin membiarkannya begitu saja.”
“Apa kau akan lama berada disana?”
Alis Tristan terangkat mendengar pertanyaan itu, “Sepertinya kau tidak ingin ikut?”
“Aku harus kembali ke Munchen. Ada tugas baru yang menunggu, kontrak kerjaku dengan mereka kan belum habis.”
Tristan melepas pelukannya dan turun dari ranjang, Rene tahu bahwa pria itu tengah merajuk. Ia diam saja melihat Tristan masuk ke dalam kamar mandi, ia pun tidak bisa berbuat apa-apa pekerjaan tetaplah pekerjaan. Tristan pun akan kembali bekerja kenapa ia tidak boleh?
“Kau marah?” tanya Rene begitu Tristan keluar dengan wajah yang lebih segar. Sepertinya Tristan menyempatkan diri untuk membasuh mukanya tadi.
Tristan mengangkat tubuh Rene dan meletakkannya di atas pangkuannya, “Iya aku marah.” bisik pria itu di telinganya.
“Aku marah karena kau harus pergi jauh, aku marah karena kau harus kembali bekerja, aku marah karena aku belum punya kuasa untuk melarangmu melakukan itu semua. Aku marah karena aku tidak bisa memaksamu untuk tetap tinggal, aku marah karena aku sangat mencintaimu hingga sakit rasanya. Aku marah karena sepertinya cuma aku saja yang mengkhawatirkanmu. Aku marah Ren. Aku ingin sekali egois dan menahanmu di sisiku selamanya, aku ingin kita menikah tapi ini terlalu cepat. Kamu bahkan belum lama ini membuka hatimu kembali, apa yang harus ku lakukan?”
Tristan mengatakan itu semua sambil memeluk Rene dengan erat.
“Kontrak ku dengan Stevig hanya tinggal tiga bulan, Tristan. Setelah itu aku tidak akan memperpanjang lagi, aku akan ikut kakek dan Ivo disini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMEBODY [END]
RomanceTidur dan bermimpilah - Tristan Mungkin Tuhan sedang bermain dengan takdir - Rene