"Kamu nggak akan ninggalin aku sama seperti Abi dan calon anak kita kan Mas?"
---
Hamzah menatap Hanum dengan tatapan teduh, sakit yang di rasakan istrinya Hamzah pun sama ikut merasakan.
"Jawab aku mas, kamu nggak akan ninggalin aku kan?"
"Mas" lirih Hanum."Kamu tidur ajah ya, nggak usah mikirin yang aneh-aneh" ucap Hamzah sambil mengelus puncak kepala Hanum.
Hanum menarik nafas, segala pikiran mulai memenuhi otaknya.
Tiba-tiba Hamzah tidurnya membelakangi Hanum.Hanum menarik selimut hingga menutupi kepalanya, rasa tangis dan sesak seakan tidak mau berhenti.
----
Seminggu telah berlalu, rasa sesak masih di genggam nyaman oleh Hanum.
Tetapi seperti biasa Hanum sudah mulai melanjutkan aktifitas hariannya di rumah."Aku udah buatin sarapan" ucap Hanum saat Hamzah sudah rapi dengan pakaian kerjanya.
"Aku sarapan di kantor ajah" ucap Hamzah.
Sikap Hamzah kembali seperti semula dingin, cuek.
Beda banget sama yang waktu di rumah sakit dan bapak Hanum meninggal, Hamzah seolah peduli kepada Hanum.Hanum menarik nafas "Sampai kapan kita terus seperti ini" ucap Hanum dingin.
Hamzah menatap bingung "maksud kamu apa si num?"
"Mau sampai kapan kita terus seperti ini mas, sampai kapan" ucap Hanum dengan menegaskan setiap kalimat yang di ucapkan nya.
"Pagi-pagi jangan kebanyakan drama ya, saya mau berangkat kerja!" tegas Hamzah.
"Sampai kapan kamu diemin aku terus, sampai kapan rumah tangga kita kaya gini terus, sampai kapan kamu bener-bener bisa maafin aku" lirih Hanum.
"Mau kamu apa?" Tanya Hamzah.
"Aku nggak mau kita pisah, aku nggak mau, aku cuma mau sikap kamu berubah"
"Mas ini semua bukan sepenuhnya kesalahan aku, aku keguguran bukan maunya aku. Kamu sakit ngeliat janin kita nggak ada, akupun sama Mas sama" ucap Hanum dengan Isak tangis.
"Akupun sama ngerasain kehilangan, apa lagi aku mau jadi seorang ibu, dia ada di dalem perut aku, aku ngerasain detak jantungnya" lirih Hanum.
Hanum menatap Hamzah dengan tatapan sendu "Aku emang ceroboh banget, nggak becus, nggak bisa jaga kandungan sendiri"
"Kamu udah sering banget bilang kaya gitu dan saya tahu, saya tahu Hanum. Udah ya saya mau berangkat kerja" ucapnya lalu meninggalkan Hanum.
Hatinya Hancur, laki-laki yang selalu ia banggakan ternyata seperti ini.
Tangis Hanum semakin pecah, sudah tidak memikirkan apa-apa lagi. Toh juga di rumah ini dia sendiri mau nangis sekenceng apapun nggak akan ada yang terganggu.Andai waktu bisa di ulang kembali ia Ingin memeluk ayahnya, menceritakan semuanya bahwa laki-laki yang mereka jodohkan kepada Hanum ini menyakitkan dia egois ayah.
Hanum berjalan tertatih menaiki anak tangga satu persatu, ia ingin ke kamar.
Sesampai di kamar Hanum merabahkan badannya, lalu tidur meringkuk.
Tangisnya kembali pecah.----
Tiba waktu Maghrib, Hanum segera mengambil wudhu dan melaksanakan kewajibannya.
Setelah mengucapkan salam tangisnya kembali pecah, yang ada di pikirannya hanyak takut, bahwa Hamzah akan pergi meninggalkannya.
Hanum menarik nafas dalam-dalam mencoba untuk tenang, lalu melanjutkan
Muroja'ah, tapi tangisnya seakan tidak mau behenti.Tangisan kerinduan, kesakitan, ketakutan. Ini sungguh menyakitkan.
Berulang kali Hanum berucap istighfar pada dirinya, mencoba untuk kuat bahwa ini akan segera berlalu.
Hanum segera merapikan perlengkapan sholatnya. Lalu berjalan menuju dapur menyiapkan makan malam.
Setelah itu terdengar suara derap langkah kaki siapa lagi kalau bukan Hamzah.
Lalu Hamzah mengambil segelas air putih memperhatikan Hanum yang masih sibuk memasak.Tapi saat Hamzah baru saja mau meninggalkan dapur, tiba-tiba mendengar suara pecahan.
"Astafirullah" pekik Hanum.
Hamzah segera berjalan mendekati Hanum "Ceroboh banget si" ucap Hamzah.
"Ya kamu ngagetin aku, aku kira siapa? Makannya kalo masuk rumah ucapin salam" ucap Hanum lalu segera mengambil sapu untuk membereskan serpihan kaca.
"Kamunya ajah yang nggak denger" gerutu Hamzah lalu pergi menuju kamar.
Setelah beres membersihkan serpihan kaca, Hanum segera menyajikan masakannya di meja makan. Lalu berjalan menuju kamar.
Sebelum mengetuk pintu kamar, Hanum menarik nafas terlebih dahulu.
Tok..tok.."Masuk" ucapnya dari dalam
"Hmm.. Mas aku udah bikinin makan malam" ucap Hanum pelan.
"Tapi kalo kamu udah makan, gpp kok nanti itu aku yang makan" ucap Hanum mencoba tersenyum, seakan tidak ada kejadian apa-apa tadi pagi.
Hamzah menatap Hanum, melihat Hanum dengan mata sembabnya membuat Hamzah merasa bersalah sekali. Pasti Hanum menangis seharian ini
"Nanti aku ke bawah" ucap Hamzah.
Lalu Hanum segera keluar dari kamar.
Perasaan lega menghampiri hati Hanum, akhirnya suaminya mau makan masakannya.Canggung? ya perasaan ini yang iya rasakan di meja makan bersama suaminya.
Menatap suaminya yang makan dengan diam, dan tenang hanya terdengar dentingan sendok."Kamu nggak makan?" Tanya Hamzah, membuyarkan lamunan Hanum.
"Ehh.. apa, kenapa gimana" ucap Hanum gugup.
"Kamu takut sama saya?" Tanya Hamzah yang sudah selesai makan, lalu menatap istrinya yang terlihat bingung.
"Aku nggak takut, biasa ajah" ucap Hanum lalu segera membereskan meja makan. Dan itu membuat Hamzah terus menerus melihat Hanum yang sedang sibuk membereskan meja makan.
"Kamu kenapa liatin aku kaya gitu"
"Emang nggak boleh liat istri sendiri" ucap Hamzah dengan senyum yang sulit di artikan.
Hanum hanya menarik nafas menghilangkan rasa gugupnya.
Setelah beres, Hanum berjalan meninggalkan Hamzah yang masih duduk di meja makan.
"Masalah waktu itu nggak usah kamu pikirin, aku nggak akan ninggalin kamu" ucap Hamzah lalu berjalan ke lantai atas, meninggalkan Hanum yang sedang menonton tv dengan pikiran bingung.
----
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanum & Hamzah | END
SpiritualKala berhadapan dengan hidup yang kadang biru, kadang kelabu, tak asing bagi kita untuk akhirnya berkutat pada angkasa. . . . . Ini cerita Hanum dan Hamzah yang di jodohkan.