Selama perjalanan, Davina hanya duduk diam sembari menatap lurus jalanan.
Davina yang kini berada di jok belakang bertanya-tanya apa yang Rajendra ingin bicarakan dengannya? Mengapa Rajendra begitu memaksanya untuk pergi bersama sepulang sekolah?
Dirinya hanyalah seorang siswi yang selalu mendapat bully-an dari para murid dan juga guru di sekolahnya, lalu mengapa seorang Rajendra rela dan tanpa malu mengajaknya?
"Je," panggil Davina dari belakang.
"Kita mau kemana?"
Rajendra tak mengindahkan pertanyaan Davina dan terus fokus mengendarai sepeda motornya, semilir angin menerbangkan rambut Davina yang kebetulan tak memakai helm karena Rajendra hanya membawa satu helm.
Dengan perasaan yang masih diselimuti banyak pertanyaan, Davina turun dari motor Rajendra yang berhenti tepat di depan salah satu kafe di pinggir jalan yang tidak terlalu ramai.
"Mau pesen apa?" tanya Rajendra menyodorkan kertas menu kepada Davina.
"Es teh aja." jawab Davina.
Tampak Davina tak suka neko-neko. Ia memesan yang memang ia biasa pesan, dan kebetulan juga uang sakunya tadi diambil paksa oleh ketua kelasnya yang juga selalu mem-bully-nya.
"Jus Mangga 2." ujar Rajendra kepada waiters dan melangkah mendahului Davina untuk memilih meja yang nyaman.
"Mmm, Mbak, jus mangganya diganti es teh 1 ya." kata Davina mengubah pesanan Rajendra.
Setelah mendapat anggukan dari waiters, Davina segera menyusul Rajendra yang sudah menemukan meja. Davina duduk di hadapan Rajendra lalu menatap manik mata tajam pria itu.
"Aje, mau ngomong apa?" tanyanya.
Tak tau harus darimana Rajendra memulai topik percakapan, ia sebenarnya ragu untuk membahas tentang hal ini terlebih dirinya dan Davina masih terlalu muda.
"Tentang perjodohan--" jawab Rajendra jujur.
"Perjodohan siapa?" tanya Davina mengernyitkan alisnya dan memotong ucapan pria sang pemilik mata tajam itu.
"Kita. Gue gak tau harus bilang ini perjodohan atau bukan, tapi intinya ada yang mau gue omongin." Rajendra melanjutkan perkataannya.
"Ooh, terus?" seru Davina santai.
Mulut Rajendra membulat sempurna dengan reaksi yang Davina berikan. Gadis itu terlihat begitu santai dan tidak takut sama sekali.
"Lo paham kan maksud gue?" tanya Rajendra menatap ragu mata Davina.
Dengan mantap Davina menganggukan kepalanya. Melihat reaksi Davina, Rajendra hanya tersenyum simpul dan keheranan dengan semua ini. Mengapa Davina tampak begitu santai dan tanpa beban? Tidak seperti dirinya yang terus menerus dihantui dengan wasiat terakhir Dira, mamanya.
"Terus lo gimana? Emm, maksud gue kita bakal gimana?" tanya Rajendra pada Davina.
"Aku gak ambil pusing, karena aku tau jawaban akhirnya, kamu gak akan mau sama aku." jelas Davina memberikan senyum manisnya pada pria yang ada di hadapannya itu.
Rajendra menghela nafasnya, mengusap wajahnya dengan kasar. Ternyata Davina sudah tau semua dan tak ambil pusing dengan semua ini.
"Je?"
"Kenapa ngomongin perjodohan kita? Maksud aku wasiat mama kamu." tanya Davina kikuk.
Dengan lemah Rajendra menggeleng dan menatap hangat gadis cantik si pemilik bibir tipis yang tengah duduk di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAJENDRA
RomanceBagaimana rasanya harus menjadi seorang istri dari ketua organisasi mata-mata yang tidak diketahui keberadaannya sama sekali oleh orang sekitar dan ditakuti oleh banyak komplotan pelaku kejahatan? Itulah yang dialami oleh Davina yang harus menikah d...