"Ceroboh dan Bodoh adalah dua hal yang berbeda ... tapi seringnya begitu tampak sama, juga nyata."
***
"Setan alas! Siapa kalian berani sekali mencampuri urusanku?!"
Wisanggeni terhuyung, mundur beberapa langkah ke belakang. Kedatangan dua orang pria yang menghalau serangannya betul-betul tidak terduga. Sekuat apapun tenaga dalam serta kehebatan cambuk naga miliknya, kentara bisa dibendung dengan amat mudah oleh dua orang itu.
Ranggaweni dan Arya Ling Shi saling berpandangan, mereka juga tidak menyangka akan melakukan hal serupa dalam waktu yang bersamaan. Sementara itu di belakang mereka, Rakilla ragu-ragu menurunkan pedang. Menatap kedua punggung tegap pria di hadapannya dengan kelegaan luar biasa.
"Kau baik-baik saja?"
Arya Ling Shi menoleh, menatap Nayan Ranindra-nya dengan cemas. Gadis itu mengangguk, "aku baik-baik saja." Tambahnya.
"Maafkan aku kisanak, aku tidak bermaksud ikut campur ... hanya saja, menghabisi seseorang yang sudah tidak berdaya hanya karena menolong orang lain bukanlah jiwa dari seorang kesatria." Laki-laki yang ada di sebelah Arya Ling Shi tiba-tiba berbicara. Wajahnya tidak terlalu jelas karena dibalut oleh selimut tebal.
"Cuih! Persetan dengan jiwa kesatria! Ini wilayahku, dan aku berhak melakukan apapun yang kumau!"
Rakilla dan Ling Shi saling bertatapan, jelas pemuda ini salah dalam memberikan penjelasan. Harusnya dia tidak menceramahi orang yang sedang marah.
'Lagipula siapa yang bilang aku ini sudah tidak berdaya?' Gadis itu membatin, sedikit terhina karena dianggap tidak becus melawan seorang berandal macam Wisanggeni.
"Saya minta maaf tuan, saya melawan bukan hendak ikut campur, hanya saja pria di belakang ini adalah adik saya, sudah seharusnya saya melindunginya dari bahaya." Ling Shi berusaha bicara dengan nada yang jauh lebih sopan.
"Mohon maaf kalau tindakan adik saya sudah mengganggu tuan. Kami permisi." Tambahnya seraya merangkul bahu Rakilla dan membawanya pergi.
"Tunggu dulu!"
Baru beberapa langkah, Wisanggeni kembali memanggil. "Kalian pikir bisa pergi semudah itu setelah menyinggung diriku?" Pria itu menatap Rakilla dan Arya Ling Shi dengan tatapan membunuh, cambuknya beberapa kali dia tepuk-tepukan ke tangan, seolah memberi peringatan kalau setelah itu merekalah yang akan dapat giliran.
Ling Shi melempar cengiran, menggaruk kepala dengan ekspresi kebingungan campur takut. Namun tidak disangka, dalam hitungan detik dia sudah melompat ke udara, membawa serta Rakilla pergi bersamanya.
"Kurang ajar! Kembali kau kemari bocah!"
Wisanggeni berteriak murka, memerintahkan penjaga Paviliun untuk mengejar mereka ke luar benteng. Sementara itu Ranggaweni mematung di tempatnya, menatap kedua orang pendekar yang baru saja melarikan diri itu dengan ketertarikan luar biasa.
'Siapa mereka sebetulnya?'
***
"Kenapa Raden melakukan itu? Kalau saja tidak pandai bernegosiasi, kita mungkin sudah dapat masalah besar!"
Jaya Taksa menatap junjungannya dengan kesal. Saat ini mereka terpaksa ke luar dari dalam Paviliun karena Wisanggeni mengusirnya. Kejadian tidak mengenakan itu kentara membuat Jaya Taksa berusaha keras meyakinkan mereka kalau perlawanan yang dilakukan Ranggaweni hanyalah bentuk spontanitas saja. Bukan untuk ikut campur apalagi menantang.
Ranggaweni tidak menjawab, pikirannya masih tertuju kepada dua orang pendekar tidak dikenal tadi. Terutama pada yang satunya lagi, entahlah siapa namanya, yang jelas, seni beladiri pendekar misterius itu amat ganjil.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]RANJAU
Historical FictionWARNING!!! 18+ Rakilla Huan Mei, seorang mahasiswi tingkat akhir Fakultas Hukum terpaksa harus bentrok dengan kekasihnya sendiri yang seorang anggota brimob saat terlibat unjuk rasa besar-besaran di depan gedung DPR. Keadaan yang semula berlangsung...