"Kau tahu? Yang selalu tersisa dari peperangan hanyalah kesakitan, juga ... luka. "
***
Angin malam berhembus dengan kencang, di atas langit kilat dan gemuruh mulai bersahut-sahutan. Tidak ada kerlip bintang apalagi cahaya bulan.
Semuanya serasa gelap, mencekam, juga menakutkan.
Rakilla menggebah kudanya dengan kencang, menembus pepohonan lebat di kedalaman hutan bagai lesatan anak panah. Jubah kebesarannya berkibar diterpa angin.
Air mata yang sejak tadi ditahan-tahan berguguran seperti hujan dari pipinya.
Kembali teringat akan kejadian di Balai Irung istana tadi ....
"Kau tidak bisa pergi sendirian Nyimas! Bahaya!" Arya Ling Shi menolak dengan keras keputusan Rakilla menemui adik dari Ranggaweni itu.
"Itu benar Ra, bisa saja ini semua hanya jebakan." Yuan Gi ikut mencegah, bagaimanapun juga dia tidak bisa membiarkan Rakilla pergi ke sarang musuh seorang diri.
"Aku tidak bisa membiarkan Juan Zha tiada, setelah Kedasih ... aku tidak ingin kehilangan siapapun lagi." Gadis itu mengeleng dengan cemas.
"Tapi bukan berarti kau kehilangan nyawamu sendiri Rakilla Huan Mei!!"
Deg!
"K-kau ... bagaimana ... bagaimana bisa ...."
Gadis itu terperangah, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Pria itu ... Arya Ling Shi, baru saja memanggil Rakilla dengan nama lengkapnya!
"Kau pikir aku bodoh? Selama ini ... bahkan sebelum semua orang-orang dari masa depan ini hadir di kehidupan kita, aku sudah tahu kalau kau bukanlah Nayan Ranindra." Pria itu menaikan intonasi suaranya dengan tajam.
Rakilla tercekat, kalimatnya hanya bisa menggantung di langit-langit mulut. Tidak sanggup terucap.
"Dari sekian banyak orang yang ada disekitarmu ... kau pikir hanya aku saja yang tidak tahu tentang dirimu dan semua omong kosong Manusia Kiriman langit itu?" Ling Shi mencengkram kedua bahu Rakilla dengan kuat.
"L-lantas kenapa ... kenapa kau masih mau menolongku? Kenapa kau masih mau terus bersamaku?" Rakilla mengangkat wajahnya, bertanya dengan suara bergetar.
"Karena aku-"
"Karena aku perduli padamu Nyimas, aku perduli pada nyawamu!" Pria itu mengguncang bahu Rakilla dengan kuat, menatapnya dengan frustrasi sekaligus kesal.
Sorot matanya begitu dalam, seperti laut di malam kelam yang menyimpan sejuta harta karun terpendam.
Tidak bisa dibaca dan diterka.
"Mau siapapun kau ... bagiku dirimu tetaplah seseorang yang kukasihi selama ini, kau tetap sahabat yang harus aku lindungi. Jadi tolong berhenti bersikap bodoh hanya karena satu orang pria tidak berguna yang bahkan hanya jadi parasit di tubuh seorang bocah!"
Plak!
"Jaga mulutmu!"
Senyap, selama beberapa saat seisi ruangan tidak ada yang bersuara. Kenyataan Rakilla baru saja menampar Arya Ling Shi dengan keras membuat semua orang kaget bukan main.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]RANJAU
Historical FictionWARNING!!! 18+ Rakilla Huan Mei, seorang mahasiswi tingkat akhir Fakultas Hukum terpaksa harus bentrok dengan kekasihnya sendiri yang seorang anggota brimob saat terlibat unjuk rasa besar-besaran di depan gedung DPR. Keadaan yang semula berlangsung...