"Aku hidup hanya untuk memastikan ... kau mendapat kabar ini sebelum kehilangan."
***
Matahari sudah naik dengan cukup tinggi saat itu, berkas-berkas sinarnya membentuk garis vertikal yang menelisik ke celah di dinding goa.
Arya Ling Shi mengerjapkan mata lantas segera bangun dari posisi tidurnya. Kaget mendapati tumpukan jerami yang semalam ditempati oleh Nayan Ranindra kosong.
'Loh? Dia ke mana?'
Di seberangnya, Jaya Taksa dan Ranggaweni juga baru saja terbangun, mengucek mata sambil sesekali menguap. Karena semalam membuat obat dan makanan mereka bangun terlambat hari ini.
"Aiya ... dari mana kau dapat ayam hutan sebesar ini?"
Kepala dari tiga pria itu spontan menoleh, dari luar goa suara Ranindra terdengar nyaring. Tawanya yang renyah itu membuat mereka penasaran dan akhirnya memutuskan untuk melihat ke luar.
Dan mereka kaget mendapati seorang pria tengah menyembelih seekor ayam hutan dengan belati. Di sebelahnya Nayan Ranindra tampak asyik memanaskan air dalam kuali, memotong-motong sayuran.
"Nyimas!"
Arya Ling Shi tergesa menghampiri, manatap pria dengan luka sayat panjang di mata kanan itu dengan tajam dan penuh intimidasi.
"Aih ... sudah bangun rupanya, kupikir kalian tidak akan bangun sampai tengah hari." Rakilla melemparkan cengiran, masih sibuk dengan bayam hutan dan tomat kecil di atas batu.
"Siapa pria ini? Kenapa bisa ada di sini?" Ranggaweni mendekat, ikut memperhatikan dengan raut wajah yang sama sekali tidak bersahabat.
"Tenang tuan-tuan, aku bukan orang jahat, tidak perlu sampai memasang wajah seperti itu." Yuan Gi yang tahu situasi tergesa berdiri, mengangkat tangan dengan sikap menyerah. Belati yang baru saja dipakai menyembelih ayam dia letakan di atas batu.
"Katakan siapa kau sebetulnya kisanak? Apa pasalnya kau diam di sini bersama tuanku?" Arya Ling Shi bertanya dengan dingin.
"Itu ... aku-"
"Dia bekerja untukku sekarang." Rakilla memangkas ucapan Yuan Gi lebih dulu. Arya Ling Shi mendengarkan itu langsung melotot, menatap sang junjungan yang sama sekali tidak terlihat peduli. Mulai mengupas beberapa rempah dapur lalu menguleknya di atas batu.
"T-tapi nyimas, bagaimana bisa? Dia bahkan tidak jelas siapa dan dari mana, kalau sampai membahayakan nyawamu sendiri bagaimana?"
"Itu benar Gusti ... saya rasa-"
Rakilla mengangkat tangan kanan, membuat semua orang di tempat itu diam seketika. Yuan Gi mengernyit dalam melihat reaksi ke tiga pendekar itu.
'Bagaimana bisa seorang perempuan bisa begitu berpengaruh? Ketiga orang pendekar ini saja bungkam dengan gerakan tangannya.'
"Kita ke luar dari Hanwujin tanpa membawa pengawal satupun Ling Shi, dengan penyerangan tempo hari, kita harus lebih waspada, apalagi saat perjalanan pulang nanti. Makanya kumintai Yuan Gi menyertai kita di sisa perjalanan ini." Gadis itu meraih ayam yang sudah tidak bernyawa kemudian menceburkannya ke dalam air panas beberapa kali.
"Aku bisa melindungimu seorang diri Nyimas, tidak perlu bantuan orang lain." Ling Shi masih saja keberatan. Entah kenapa, melihat pria itu dia merasa tidak yakin. Dia betul-betul seperti bandit.
Yuan Gi terlihat cuek di tempatnya berjongkok, meraih ayam yang sudah dicelupkan tadi kemudian mencabuti bulu-bulunya dengan telaten.
"Maaf Gusti, bukan hendak ikut campur ... hanya saja, apa tidak masalah mempekerjakan orang asing yang sama sekali tidak dikenal?" Jaya Taksa mememberanikan diri bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]RANJAU
Historical FictionWARNING!!! 18+ Rakilla Huan Mei, seorang mahasiswi tingkat akhir Fakultas Hukum terpaksa harus bentrok dengan kekasihnya sendiri yang seorang anggota brimob saat terlibat unjuk rasa besar-besaran di depan gedung DPR. Keadaan yang semula berlangsung...