"Dibanding menyerahkan hidup di tangan orang lain, aku lebih suka mempertahankannya seorang diri."
***
"Tuan Li Yu Huan ... anda sudah bangun?"
Suara perempuan terdengar dari balik pintu berbarengan dengan ketukan. Rakilla yang saat itu masih mengenakan Zhongyi tersentak kaget, terburu-buru mengikat tali baju dan menggulung rambut.
"Sudah, katakan ada apa?" Gadis itu menyahuti panggilan dengan suara berat. Setelah memutuskan untuk memakai penyamaran, dia sepakat menggunakan nama Li Yu Huan dan mengaku sebagai pria.
"Seseorang menitipkan pesan untuk anda pada penjaga gerbang tuan."
Deg!
'Pesan?'
Gadis itu tergesa membuka pintu, seorang pelayan dengan kain jarik berkampuh hitam berdiri takut-takut di depan pintu kamar. Menunduk dengan ekspresi takut-takut.
"Mana pesannya?"
"I-ini tuan."
Bergetar pelayan itu mengasongkan tabung bambu kecil seukuran ranting. Ada tali dari anyaman daun pandan di ujungnya. Membuat tempat menampung pesan itu seperti Keychan.
"Pergilah, dan tolong jangan sampai ada yang tahu soal ini." Gadis itu mengibaskan lengan. Sang pelayan membungkukkan badan kemudian segera pergi, bergabung dengan pelayan lain yang kebetulan mengirim pesan ke pintu-pintu. Sesaat sebelum menutup pintu Rakilla masih bisa mendengar suara para pelayan itu.
"Aih ... kau benar, tuan Li itu sangat tampan."
"Aku rasa dia pangeran."
"Mungkin bangsawan dari kerajaan seberang."
"Apa sudah menikah ya?"
Rakilla tersenyum tipis mendengar suara-suara itu. Sebentar berhenti di depan cermin untuk melihat pantulan dirinya sendiri. Dalam balutan zhongyi dengan rambut di gulung asal itu dia seperti melihat orang lain.
Mungkin karena pada dasarnya Rakilla memang bukan pemilik tubuh yang sebenarnya, dia jadi merasa asing dengan wajah sendiri.
"Kau memiliki wajah yang tidak manusiawi Ranindra." Gumamnya.
'Apa maksudmu?'
"Sebagai perempuan cantik bagai dewi, dan ketika menyamar sebagai pria malah tampan seperti ini." Rakilla mengakui.
'Aih ... hati-hati Ra, jangan sampai jatuh cinta pada bayangan sendiri. Itu tidak normal.'
"Maksudnya bukan itu bangsat!"
Dari dalam kepalanya, dia bisa mendengar suara renyah Nayan Ranindra yang tertawa. Mood melihat cermin mendadak hilang, gadis itu memilih untuk kembali duduk di atas ranjang dan menilik tabung bambu itu dengan hati-hati.
Diputarnya kepala tabung itu ke arah kanan, dan benar saja, sebuah kertas dari daun lontar tergulung kecil di dalamnya. Sedikit bergetar gadis itu mengeluarkan gulungan dan mulai membukanya.
Sepasang alis yang serupa bulan tiba-tiba bertaut, membaca tiap kalimat yang ditulis dalam bahasa sangsekerta itu dengan pikiran bercabang. Namun begitu tiba di ujung kalimat, kelopak matanya membesar, terkunci pada satu kalimat saja.
Kau bisa anggap ini sebagai tugas pertama, jadi ... jangan sampai gagal.
Selama beberapa saat gadis itu termenung, berpikir siapa gerangan orang yang sudah mengirimkan pesan ini? Bagaimana bisa dia tahu ihwal tugas itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]RANJAU
Historical FictionWARNING!!! 18+ Rakilla Huan Mei, seorang mahasiswi tingkat akhir Fakultas Hukum terpaksa harus bentrok dengan kekasihnya sendiri yang seorang anggota brimob saat terlibat unjuk rasa besar-besaran di depan gedung DPR. Keadaan yang semula berlangsung...