CHAPTER 10 (Cermin Retak)

3K 489 35
                                    

"Bahkan ... jika harus menyungkil sampai ke dasar sungai, bayangan bulan tetap saja akan terpantul di atas riak-riaknya."

***

"Kau serius akan berpakaian seperti ini  Nyimas?"

Ling Shi menghela napas dengan lelah. Sekali lagi menatap perempuan di hadapannya dengan gusar, ragu dan keberatan.

"Kau sudah mengulang kalimat serupa lebih dari dua belas kali Ling Shi, tidakkah lelah dengan itu?"  Rakilla melirik pria itu dengan ekor mata, kemudian kembali sibuk menggulung rambut dan mengikatnya dengan  pianpang perak berukir naga.

"Tetap saja, kalau perjalanan ini bisa dengan mudah dilakukan dengan prosedur resmi, kenapa harus repot-repot menyamar seperti ini?" Sekali lagi, Ling Shi tidak bisa menyembunyikan keberatan dari getar suaranya.

"Ngomong-ngomong, kau tahu cara meluruskan bulu mata?"

Abai dengan keluhan pria berdarah Tiongkok dan Pribumi itu, Rakilla malah menanyakan hal lain. Tampak berusaha menarik-narik bulu mata miliknya dengan ujung jari. Arya Ling Shi sampai harus menepis lengan itu dengan kasar agar Rakilla berhenti melakukannya.

"Bodoh! Kenapa malah memukul?!" Rakilla tersentak kaget. Membulatkan matanya ke arah pria yang masih saja ceberut itu.

"Jangan menarik-narik bulu mata seperti itu! Nanti punyamu bisa rusak!" Arya Ling Shi balas membentak.

"Lagipula bulumata itu sudah cantik, jangan kau rusak sesuka hati hanya demi penyamaran bodoh ini." Dia melanjutkan.

Untuk beberapa saat Rakilla mematung, kaget dengan sikap Ling Shi yang jadi sensitif seperti itu. 'Kenapa coba bisa sesewot itu hanya karena bulumata?' batinnya.

"Kau ini sebetulnya mengkhawatirkan apa Ling Shi? Kenapa jadi sensitif seperti ini? Sungguh ... aku benar-benar tidak mengerti." Gadis itu memangkas jarak, menatap obsidian sekelam batu pualam milik pria di hadapannya dengan lurus.

Arya Ling Shi terlihat salah tingkah, mengalihkan pandangan dengan raut tidak nyaman. Bagaimanapun juga, berada di dekat Nayan Ranindra dengan jarak sekecil ini tak nyana membuat jantung berdebar tak beraturan.

"Aku hanya takut kau kenapa-napa Nyimas, aku takut-"

Pstt ....

Kalimat itu terputus, Rakilla tanpa diduga membungkam mulutnya dengan jari telunjuk yang dia tempelkan di bibir pria itu. "Kau tidak perlu takut, bukankah jika sesuatu yang buruk terjadi kepadaku, kau akan dengan senang hati menolong dan melindungi?" Gadis itu berbicara dengan nada yang lembut.

Selama beberapa saat, di antara mereka hanya ada kebisuan. Desau angin dan derak engsel di bingkai jendela terasa seperti melodi pengiring adegan.

Trek!

"Aih ... m-maaf ... aku tidak bermaksud-"

Arya Ling Shi dan Rakilla dengan refleks menjauh, berdeham kecil atas kedatangan Kedasih yang sedikit ... merusak suasana langka itu. 

Kedasih tahu diri, bermaksud undur  namun Rakilla lebih dulu mencegahnya. "Katakan ada apa?"

"Anu ... nyimas, persiapannya sudah selesai. Raden Rangga dan rekannya sudah menunggu di depan gerbang." Perempuan tua itu menjelaskan.

"Ah baiklah, ayo Ling Shi. Sudah saatnya kita pergi." Gadis itu tersenyum lebar, meraih pedang bulan dari atas lemari penyimpanan kemudian menyampirkan di pinggang. Sikapnya dengan  amat sangat mudah sudah langsung kembali normal.

"B-baik nyimas." Pria itu mau tidak mau mengangguk, ikut menyampirkan pedang dan mengikuti junjungannya ke luar dari dalam kamar.

Sisa debar itu masih tetap ada.

[✔]RANJAUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang