"Sungguh, hanya langit saja yang tahu ... saat ini, sebesar apa kedukaan dalam diriku."
***
Juan Zha terduduk di lantai kayu, mengintip dari balik tirai brokat yang menjuntai, menghalangi pandangan ke arah ranjang besar itu. Dia betul-betul ingin ke sana, ingin terus ada di sisi Nayan Ranindra-nya, tapi Ling Shi dengan kasar mengusirnya dari sana.
"Kau masih kecil! Kehadiranmu hanya akan mengganggu." Hardiknya saat itu. Sibuk dengan seorang tabib berkumis juga gadis cantik bernama Zhu Sheng tadi.
Beberapa saat lalu, Ling Shi kembali membawa pria yang terlihat berantakan seperti habis muntah. Mereka membawa kotak kayu berisi ular kobra berwarna putih. Seperti seekor albino dengan mata yang merah menyala.
Sungguh hewan yang seumur hidup baru dijumpai pertama kali.
"Sekarang katakan apa yang harus kulakukan dengan bisa ular ini?" Pria itu menatap Zhu Sheng.
"Tuan tolong ekstrakan bisa-nya saja, setelah itu serahkan padaku. Aku sudah siapkan beberapa herbal dan ramuan khusus sebagai tambahannya." Gadis itu menjawab singkat, mulai memisahkan bahan dan mengeluarkan serbuk kehijauan dari dalam guci kramik berbentuk silindris.
"Bibi, bisa ambilkan air sumur dan madu hitam?" Kali ini dia beralih pada perempuan tua di sisi ranjang.
Kedasih cepat-cepat memanggil emban, menyuruh mereka membawakan apa yang diminta tabib muda itu.
Semua orang begitu sibuk, dan Juan Zha sama sekali tidak bisa melakukan apapun. Seperti kata Ling Shi, dia hanya seorang anak kecil.
Buk!
"Sial!"
Dia memukul lantai dengan kepal tangan. Mendesis kesal, frustrasi atas ketidakberdayaannya sendiri.
"Hei bocah, jangan merajuk begitu. Dia akan baik-baik saja."
Juan Zha mendongak, kaget mendapati Arya Ling Shi berjongkok di depannya. Menepuk-nepuk kepala anak itu seperti seorang kakak kepada adiknya.
"K-kau serius kan tuan? Dia ... akan baik-baik saja kan?" Bocah itu mendongak, menatap pria bermata rubah itu dengan penuh harap.
"Aiya ... tidak usah memasang wajah seperti itu." Ling Shi menyentil dahi bocah itu, tertawa kecil melihat ekspresi wajah anak itu yang lebih terlihat frustrasi dari pada dirinya sendiri.
Sungguh ekspresi wajah yang ganjil dimiliki anak usia 8 tahun.
"Kau terlihat seperti suami yang takut ditinggal istrinya pergi. Itu tidak lucu!" Lanjut Ling Shi seraya mengusak rambutnya, kembali beranjak meninggalkan Juan Zha lalu duduk di sisi ranjang. Memperhatikan Zhu Sheng mulai meminumkan ramuan secara perlahan ke dalam mulut Nayan Ranindra.
"Apa tidak masalah meminumkan racun secara langsung?" Dia terlihat sedikit cemas, terlebih saat ramuan itu berleleran ke luar dari selah mulut.
"Racun harus dilawan dengan racun lagi tuanku ... dan setahuku ramuan milik Gusti Ratu ini sangat mujarab, dengan dosis yang sesuai dan takaran racun yang pas, saat masuk ke dalam tubuh secara langsung, racun ini akan jadi penawar yang sangat baik." Gadis itu menjelaskan. Telaten menyuapkan air berwarna kemerahan dalam mangkuk itu sedikit demi sedikit.
"Bagaimana kondisi jantungnya?"
"Jantung?" Zhu Sheng mengernyit.
"Benar, belakangan ini kodisi jantung Nayan Ranindra kerap memburuk. Selepas terkena racun pongpong sekitar 8 bulan lalu dia jadi sering mengeluhkan sakit di area jantungnya." Ling Shi menjelaskan lagi. Beringsut duduk di sisi ranjang kemudian mengusap pelan surai legam gadis yang terbaring tak sadarkan diri itu dengan penuh sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]RANJAU
Historical FictionWARNING!!! 18+ Rakilla Huan Mei, seorang mahasiswi tingkat akhir Fakultas Hukum terpaksa harus bentrok dengan kekasihnya sendiri yang seorang anggota brimob saat terlibat unjuk rasa besar-besaran di depan gedung DPR. Keadaan yang semula berlangsung...