CHAPTER 22 (Sebuah Penghinaan)

1.3K 209 7
                                    

"Bahkan jika harus bermandi darah, akan kulakukan selama itu bisa membuatmu bungkam."

***

"Astaga ... luka ini sangat dalam ratu, kenapa ratu bisa membiarkannya hingga seperti ini?"

Kedasih meringis ngilu, membersihkan luka dari telapak tangan Rakilla dengan air hangat. Darahnya tidak kunjung berhenti.

"K-kau ambil lah botol kramik berbentuk silinder di kamar baca, p-panah tadi beracun, aku ... aku tidak bisa menahannya terlalu lama." Gadis itu merasakan tangannya mulai dingin, seolah akan mati rasa.

Kedasih membulatkan mata, "b-beracun?"

"Iya, cepatlah." Gadis itu mengibaskan lengan, melepas tali yang mengikat bajunya kemudian membelitkan tali itu ke pergelangan tangannya. Berusaha menahan racun agar tidak menyebar ke bagian tubuh yang lain.

"Ratu ... kau baik-baik saja?"

Xiao Li dan Zhu Sheng tergesa masuk ke dalam kamar. Tepat saat Kedasih tiba dengan membawa obat yang diminta. Mereka terhenyak kaget melihat darah berleleran membasahi gaun dan sepray yang ada di kamar itu.

"Astaga, ini racun Jincan tuanku ...  Ratu bisa terbunuh kalau tidak segera diberi penawarnya!"

Zhu Sheng memekik kaget, melihat lendir kehijauan mulai meleleri tangan bersamaan dengan darah. Lebih lagi ketika Rakilla memuntahkan darah dari mulutnya.

"Nyimas bagaimana- Ya Tuhan!"

Ling Shi dan Yuan Gi yang baru saja tiba setelah menyebar penjaga  terperanjat kaget, gegas melompat ke dekat ranjang, memegangi bahu gadis itu yang hampir terjengkang.

"Bedebah! Siapapun yang melakukan ini kepadamu, aku akan menghabisinya sampai dia menyesal pernah dilahirkan!" Ling Shi menggeram.

"Cepat panggil tabib!"

"Tidak perlu tuan, saya ... saya juga seorang tabib." Zhu Sheng mendekat ke ranjang, menerima botol kramik dari tangan Kedasih kemudian memeriksanya.

"I-itu penawarnya ... t-tapi masih harus dicampur dengan bahan lain." Rakilla terengah, entah kenapa rasa dingin itu mulai menjalar ke tubuhnya.

"Aku akan mencarinya, katakan apa yang harus kuambil?" Yuan Gi turun dari dipan, menyampirkan pedang di pinggangnya.

"Kau harus mencari seekor ular kobra berwarna putih tuan Li, bisa-nya akan menjadi bahan campuran ramuan ini." Zhu Sheng menjelaskan.

"Kobra putih? Tapi bagaimana-"

"Aku tahu ... Zhu Sheng, ingatkah kau dengan tabib muda dari Goryeo di dermaga Merah? Dia juga mengoleksi banyak hewan langka. Kita bisa mencari kobra putih dari sana." Xiao Li menyahut.

"Kalau begitu ikut aku!"

Yuan Gi melirik pria itu kemudian bergegas ke luar dari dalam kamar, Xiao Li mengikutinya tanpa berpikir panjang.

"Sementara menunggu, aku akan membuat ramuan lain untuk menyumbat jalannya racun."Zhu Sheng mengintruksikan beberapa hal kepada emban. Dia juga meminta Kedasih untuk mengambil air panas.

"Sudah ... jangan khawatir begitu, aku belum mati." Rakilla berusaha tersenyum, menatap Ling Shi yang masih mamasang wajah mendungnya itu.

"Kemari ... bantu aku bersandar di bantal, kepalaku sakit." Tangan itu lemah menggapai.

Ling Shi ragu beringsut ke atas ranjang. Dibantu Zhu Sheng menumpuk beberapa bantal kemudian menyandarkan tubuh Rakilla di atasnya.

"Kenapa selalu seperti ini Nyimas? Kenapa kau selalu terluka?" Pria itu menunduk dalam, mengepal tangan dengan kuat. Dia betul-betul merasa tidak berguna saat ini, merasa lalai menjaga seseorang yang begitu dekat dengan hatinya.

[✔]RANJAUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang