CHAPTER 19 (Dua Yin dari Da-Liang)

1.6K 244 36
                                    

"Yang hanya punya jiwa, takut apa soal kematian?"

***

Seorang bocah kecil dengan komprang berbahan kasar berdiri takut-takut di balik pilar. Sudah setengah jam memperhatikan orang-orang di taman istana yang tampak asyik berlatih seni pedang.

Mata anak itu membesar, terlebih saat dilihatnya gadis cantik dalam balutan Hanfu berwarna putih melompat dengan lincah di atas tiang-tiang kayu. Melakukan beberapa gerak tarian pedang dengan mata tertutup.

Di seberangnya, seorang pria yang dia ketahui adalah pengawal ratu tampak asyik memainkan seruling, bertengger di atas dahan pohon. Sementara itu, pria lainnya asik di depan meja kayu, bermain catur dengan perempuan tua.

Ini sudah hari ketiga, sejak luka di dadanya berangsur-angsur sembuh dan dia sudah diizinkan ke luar dari pendopo. Beberapa kali dia hendak menemui gadis yang sudah menolongnya, namun para penjaga maupun dayang dan emban selalu saja mengusirnya.

"Oey Yuan Gi, dari mana kau belajar Hujia Shiba Pai*?"

*18 lagu seruling pengembara

Arya Ling Shi yang semula asyik bermain sogi mendongakan kepala ke arah pria di atas dahan pohon itu.  Yuan Gi telihat memejamkan mata, meniup serulingnya dengan kaki berayun-ayun mengikuti semilir hembus angin.

Pria itu membuka mata, tatapannya menerawang. Menatap gadis cantik dengan mata tertutup kain sutera di atas tiang ayunan, berdiri hanya dengan satu kaki dan tangan merentang.

Arya Ling Shi mengernyit, mengikuti arah pandangan laki-laki itu. Jelas tertuju pada ratunya, Nayan Ranindra yang asyik menikmati hembus angin di atas sana. Rambutnya yang legam terlihat seperti menari-nari di antara selimir angin pagi.

Ling Shi mengalihkan pandangan tak nyaman, diambilnya biji kurma dalam mangkuk kemudian dengan tenaga dalam yang mumpuni disentilnya tepat ke dahi Yuan Gi.

Pletak!

"Aduh ...! Teganya kau tuan!"

Pria itu mengaduh kesakitan seraya memegangi dahinya. Rasanya sungguh menyakitkan, dan sudah pasti meninggalkan jejak yang tak akan hilang dengan segera.

"Makanya kalau ditanya itu jangan melamun!" Arya Ling Shi mendengus kasar.

"Aiya ... kau bertanya dengan suara yang kurang keras. Aku kan sedang di atas pohon, tidak terlalu mendengar." Pria itu berdalih, dengan sekali hentak melompat ke atas rumput. Menghampiri meja kayu tempat Ling Shi bermain sogi kemudian tanpa permisi mengambil sebutir apel dari keranjang buah.

"Dia bertanya dari mana kau mempelajari 18 nada seruling pengembara?" Nyai Kedasih mengusak rambut pria itu seperti seorang ibu pada anaknya.

"Ah ... itu ... sewaktu kecil ayah yang mengajarkannya. Sebagai orang dari Da-Liang kami membawakan lagu itu kala mengembara ke desa-desa dan pulau yang jauh." Jelasnya.

"Sepertinya kau orang yang berpendidikan Yuan Gi? Apa kau pernah masuk asrama pendidikan?" Ling Shi menautkan alis dengan tertarik.

"Tentu saja tidak, sebagai anak dari prajurit miskin ... aku sama sekali tidak punya biaya untuk mengecap bangku pendidikan." Pria itu menjawab dengan ringan.

"Lantas bagaimana kau tahu semua itu?"

Yuan Gi menghela napas, duduk di atas rumput dengan bersila. Menerawang ke atas langit biru berarak awan seputih kapas itu.

"Aku di buang oleh ibuku 10 tahun di Pelabuhan. Terluntang-lantung selama dua tahun sebagai anak buah kapal. Kau tidak akan pernah merasakan bagaimana rasanya diperlalukan seperti anjing tuan. Tapi aku pernah ... hanya keberuntungan saja yang membawaku sampai di pelabuhan Merah."

[✔]RANJAUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang