CHAPTER 33 (Kasih tak Selesai)

1.3K 212 9
                                    

"Biar ... nanti, jika Tuhan mengizinkan. Aku akan menemui dirinya, melanjutkan kisah ini."

***

Senin Pon, 3 September 1279 Saka

Iring-iringan pengantin pria sudah bersiap sejak dini hari. Berbaris di sepanjang gerbang. Kereta-kereta kuda dihias dengan amat cantik oleh berbabagai jenis kain brokat juga ukiran mas.

Hantaran pernikahan dari mulai perhiasan, pakaian, kain sutera kelas satu, batu batuan mulia, serta banyak hal lagi ikut di masukan ke dalam kereta.  Para ratu, puteri, serta pejabat penting istana berpakaian sangat indah.

Rakilla berdiri di depan pintu kediamannya. Melipat lengan seraya bersandar pada daun pintu. Hanfu indah yang sengaja disiapkan Maharaja untuknya tetap tersampir dengan manis di sandaran kursi bambu. Tidak tersentuh.

"Astaga ... iring-iringan pengantin sudah mau pergi Nyimas, kenapa kau masih memakai Zhongyi seperti ini?"

Zhu Sheng begitu masuk ke dalam kamar terlihat kaget bukan main. Bukan hanya belum berpakaian, gadis cantik itu bahkan tidak mengenakan riasan apapun di wajahnya. Benar-benar pucat seperti bulan.

"Kita tidak akan pergi." Tukas Rakilla pelan, tandas.

"Maaf?"

Butuh waktu beberapa saat bagi Zhu Sheng untuk mencerna beberapa kata itu. Ditatapnya ratu dengan kelopak mata serupa mawar itu bingung, "a-apa maksudnya kita tidak akan pergi? Bukankah tugas kita-"

"Kita akan ke sana lebih dulu." Rakilla memangkas ucapan itu. Meraih pianpang dari atas nakas kemudian menguncir rambutnya tinggi-tinggi. Meraih satu stel hanfu yang biasa dipakai pria kemudian memakainya dengan cepat.

Sekali lagi, gadis cantik itu berubah menjadi sosok pria rupawan.

"Aku sudah siap, kita bisa berangkat sekarang."

Kedua orang perempuan itu menoleh, Juan Zha dengan pakaian yang hampir serupa Rakilla sudah berdiri dengan buntal kain kecil di pundaknya. Sebuah busur berukuran sedang tersampir di bahu.

"Kau juga sebaiknya berganti pakaian sekarang Zhu Sheng, kita harua bisa sampai di Pesanggrahan Bubat sebelum malam tiba." Rakilla menggebah lamunan gadis itu. Sepertinya dia masih dalam mode bingung.

"B-baiklah ... astaga, padahal baju ini indah sekali." Zhu Sheng mengeluh pelan, mengusap gaun cantik yang tersampir di atas kursi itu.

"Kalau mau kau bisa membawanya, anggap saja kenang-kenangan terakhir dariku." Rakilla tersenyum tipis.

Zhu Sheng mengerjap, "kenang-kenangan terakhir? Apa maksud ratu?"

Bukan menjawab, Rakilla justru mengibaskan lengan, mengambil pedang Bulan kemudian cekatan menyampirkannya di pinggang. Kantong anak panah serta busur pun tidak luput dibawa serta.

"Kau serius tidak perlu baju zirah Ra?"

Juan Zha mendongakan kepala saat menatap gadis itu. Rakilla mengeleng, "perang ini tidak akan serumit itu." Tukasnya, berusaha tersenyum sekalipun tidak mencapai matanya.

Zhu Sheng memperhatikan gesture gadis itu dengan dahi berkerut, mungkin ini hanya firasat, namun dia merasa kalau saat ini Rakilla bukan hanya menanti tugasnya selesai. Lebih dari itu ... ada sesuatu yang simbolik dari cara dia berbicara, tersenyum dan menatap.

Sesuatu yang begitu familiar ....

Perpisahan ....

"Jangan melamun terus, kita harus pergi sekarang, kalau tidak prajurit kiriman Maharaja akan segera menemukan kita." Rakilla menepuk bahu gadis itu pelan.

[✔]RANJAUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang