"Bahkan sampai langit runtuh ... aku tidak akan pernah sudi memaafkan apa yang telah terjadi."
***
"Kau ... kenapa bisa ada di sini? Bukankah kau sudah-"
"Sudah mati?"
Yuan Gi menaikan sebelah alisnya dengan senyum setengah hati. Di sebelahnya, Rakilla menautkan alis. Dia merasa ada aura permusuhan di antara dua orang pria yang saat ini sedang saling menatap itu.
"Kalau boleh ikut berbicara ... saat ini aku ada di sini loh," gadis itu melipat lengan ke belakang punggung. Membuat kedua pria itu spontan berdeham dan mengalihkan pandangan.
"Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini Gusti Ratu."
Zhu Sheng membungkuk dalam, berusaha untuk menjernihkan suasana yang terasa kaku itu. Rakilla menarik seulas senyum, mengibaskan lengan kemudian duduk di kursi yang telah disediakan. Seorang dayang dengan cekatan menuangkan teh melati dengan daun mint ke dalam cawannya.
"Baiklah ... katakan apa tujuanmu ke mari Pangeran?" Gadis itu berusaha bersikap tenang, sekalipun raut wajah masam dari Yuan Gi membuatnya merasa kurang nyaman.
Zhu Sheng mengeluarkan kotak kayu berukir naga dan menaruhnya di hadapan Rakilla, "Yang Mulia hendak memberikan ini kepada Gusti Ratu sebagai tanda persahabatan." Ucapnya seraya membuka kotak kayu itu.
Yuan Gi melirik sekilas benda berkilauan di dalamnya dengan ekor mata. Tampak sebuah Chai dan Buyao dari susunan batu rubi dan berlian biru dengan ukiran tangan dari mas putih.
Sekali melihat saja Yuan Gi tahu benar benda apa dan milik siapa perhiasan itu sebelumnya.
"Ini perhiasan milik ratu Da-Liang sebelumnya. Permaisuri Xin Xiaoyun." Ucapnya di sebelah Rakilla.
Gadis itu mengerjap, giliran menatap pangeran dengan wajah manis di seberangnya. "Benda berharga seperti ini ... kenapa dihadiahkan kepada orang asing sepertiku?"
Pangeran Xiao Li tersenyum, "anda sama sekali bukan orang asing Gusti Ratu, selama hampir sepuluh tahun saya bermimpi bisa bertemu dengan anda."
Rakilla mengernyit, "tapi kenapa?"
"Bukankah sudah jelas? Sama seperti Yuan Gi, saya juga adalah satu dari ke 7 Yin utusan Langit."
Bahu Rakilla menegang, dan itu sama dirasakannya oleh Yuan Gi yang ada di sebelahnya.
"A-apa maksudmu? Kau ... utusan langit?" Pria itu tidak bisa menyembunyikan kekagetannya. Bayang-bayang masa lalu di depan istana tidak akan pernah dia lupakan.
"Di hari ayahmu di bunuh oleh Pangeran Mahkota, Xiau Liu. Temanmu juga tewas, dan akulah yang saat ini ada di tubuhnya. Salah satu dari ke 7 utusan Langit." Pria itu menjelaskan dengan raut wajah datar tanpa ekspresi.
Yuan Gi mengepalkan lengan dengan kuat. Rahangnya bergemeletuk menahan geram, 'bagaimana bisa pangeran sialan itu mati lebih dulu? Aku bahkan belum sempat membalaskan dendamku atas kematian ayah.'
Rakilla menyentuh kepalan tangan itu dengan lembut, tersenyum tipis ke arahnya kemudian beralih pada pangeran Xiao Li. "Terimakasih atas hadiahnya, ini sudah terlalu larut untuk bercakap-cakap. Besok pagi ... setelah kita semua beristirahat, kuminta kalian berdua ikut makan pagi bersamaku di taman belakang istana." Lanjutnya seraya menggenggam tangan Yuan Gi dan membawanya meninggalkan tempat perjamuan.
Xiao Li menghela napas, menatap punggung laki-laki itu dengan perasaan kebas. 'Kenapa harus di sini kita bertemu? Aku bingung harus bagaimana berbicara kepadamu.'
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]RANJAU
Historical FictionWARNING!!! 18+ Rakilla Huan Mei, seorang mahasiswi tingkat akhir Fakultas Hukum terpaksa harus bentrok dengan kekasihnya sendiri yang seorang anggota brimob saat terlibat unjuk rasa besar-besaran di depan gedung DPR. Keadaan yang semula berlangsung...