"Kau benar ... semua duka ini harus dihapus sampai hilang dari muka bumi, dari sejarah."
***
Recomended song : Where Are U Going- Oh Joon Sung (Reapeat sepanjang part ini, but hati-hati sama volumenya :v)
Trang!
Sekali lagi, benturan pedang milik Rakilla dengan Mei Quan Lim memercikan bunga api, mereka saling menyerang satu sama lain. Namun sepertinya sama-sama tangkas sehingga tidak ada satupun dari mereka yang terlihat kewalahan.
"Astaga ... pedang bulan ini benar-benar hebat seperti legendanya. Kau harus tewas Ra, agar aku bisa mendapatkannya dan menghancurkan dunia." Mei Quan Lim merangsek maju seperti kesetanan. Menebaskan pedang di tangannya ke segala arah.
"Kau pikir menghabisiku bisa semudah itu?" Rakilla menyeringai, dengan sekali hentak melompat ke udara, kemudian menyabetkan pedang itu ke bahu kiri dari Mei Quan Lim.
Sret!
"Sial, berani sekali kau!" Mei Quan Lim mengerang, menyentuh bahunya yang lengket oleh noda darah. Rakilla menyeringai, rambutnya yang legam juga jubah kebesaran yang menempel di bahunya berkibar. Dia berjalan di antara deru kekacauan bagai malaikat maut dari alam baka.
Dari arah gerbang istana, Nyai Kedasih dan Ranggaweni terlihat menarik tali kekang kudanya, "astaga ... kacau sekali di sini." Ranggaweni membelalakan mata, pembantaian terjadi di mana-mana. Tumpukan mayat prajurit di kedua kubu bergelimpangan. Bagian tubuh yang terpenggal tercecer di mana saja. Bau anyir darah menguar di udara, kental dengan aroma kematian.
"Dewata ... kenapa jadi seperti ini? Apa yang sebetulnya diinginkan para Manusia Langit ini?" Kedasih menggumam. Matanya yang awas mengedar ke tiap penjuru, mencari keberadaan dari Nayan Ranindra-nya.
"Dia di sana bibi." Ranggaweni menunjuk sosok gadis dalam jubah kebesaran berdiri menjulang. Di hadapannya seorang gadis tampak terdesak, jatuh terjerembab ke atas tanah.
Mei Quan Lim menatap gadis itu penuh kebencian. Tangannya terulur menyentuh bagian tepi dari baju zirah yang di kenakannya. Meraup sesuatu yang dingin dari dalam kantong rahasianya.
Wajah yang semula kesakitan perlahan berubah menjadi seringai, "kau sungguh berpikir aku tidak bisa menghabisimu?"
Rakilla diam saja, berjalan kian mendekat ke arah gadis itu. Pedang Bulan di tangannya yang kini sempurna berlumur darah tergenggam erat.
"Ada kata terakhir?" Bisiknya.
Mei Quan Lim menyeringai lebar, "harusnya aku yang mengatakan itu."
Hup!
Srang!
"Nyimas Awas!!"
Rakilla tersentak, Mei Quan Lim tanpa diduga melompat ke udara kemudian melemparkan ratusan jarum beracun ke arahnya.
Sret!
Sret!
Sret!
Argh ....
Tubuh gadis itu menegang.
Bukan, bukan karena jarum beracun itu. Dari ratusan jarum yang diarahkan kepadanya tidak ada satupun yang mengenai tubuhnya.
Dia menegang, demi melihat sosok siapa yang saat ini tengah memeluknya, mengukung tubuhnya, menjadi perisai.
"K-Kedasih ...?"
Perempuan tua itu menyeringai, darah berleleran ke luar dari mulut dan hidungnya. Bergetar, tangannya yang keriput menyentuh pipi dari Nayan Ranindra.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]RANJAU
Historical FictionWARNING!!! 18+ Rakilla Huan Mei, seorang mahasiswi tingkat akhir Fakultas Hukum terpaksa harus bentrok dengan kekasihnya sendiri yang seorang anggota brimob saat terlibat unjuk rasa besar-besaran di depan gedung DPR. Keadaan yang semula berlangsung...