"Aku tahu, pada dasarnya amarah hanya akan membakar dan menghancurkan. Tapi saat ini ... yang aku inginkan memanglah membakar, menghancurkan semuanya sampai luruh jadi abu."
***
WARNING 19+!!!
(Penuh adegan sadis dan makian kasar, harap bijak dalam membacanya.)
"Ya, kenapa kuda ini tidak mau diam?! Menyusahkan saja!"Yuan Gi sekali lagi mengeluh, tampak berusaha mengendalikan kuda hitam miliknya. Ah tepatnya milik Ranindra yang dihadiahkan Ranggaweni sebagai ucapan terimakasih. Namun karena gadis itu hanya menyukai Toufan saja, kuda itu akhirnya jadi milik Yuan Gi.
'Kupotong itu dari gajimu bulan depan.' Rakilla berkelakar, membuat pria itu hampir tersedak dan memberontak untuk mengembalikannya kepada Ranggaweni. Untung saja Rakilla cepat menjelaskannya dengan tawa berderai.
"Berisik! Bisakah mulutmu itu diam?!"
Arya Ling Shi yang berada di depan berteriak dari atas kudanya, menolehkan kepala dengan sebal. "Sudah diangkat jadi Pengawal Ratu masih saja sikap gelandangannya tidak mau hilang, menyebalkan sekali!" Ungkapnya.
"Aiya ... mulutmu licin sekali tuan, padahal kau laki-laki." Yuan Gi mencebik, kembali mencoba mengendalikan kudanya yang hendak melangkah ke luar dari jalur.
Rakilla mendengar perdebatan itu hanya mengulum senyum sambil menggeleng-gelengkan kepala. Biar sudah lebih dari sepekan bersama-sama mereka masih saja tidak akur. Terus berdebat untuk hal yang sebetulnya tidak perlu.
Saat ini mereka sudah hampir sampai di area perbatasan Hanwujin. Setelah berkuda selama empat hari lima malam tanpa istirahat kecuali benar-benar lelah, mereka berhasil memangkas durasi perjalanan. Terlebih lagi karena Yuan Gi banyak menunjukan Lubang Tikus (jalan pintas).
"Setelah ini kau harus mulai berpakaian dengan lebih baik Yuan Gi, jangan mempermalukan Ratu-mu dengan pakaian murahan seperti itu." Arya Ling Shi kembali berbicara dengan ketus.
"Ya! Asal kau tahu saja tuan, Nona Yu sendiri yang membelikan ini untukku! Dan harganya dua keping perak!" Yuan Gi menyanggah dengan raut terhina.
"Sudah-sudah! Berhenti berdebat, kalian membuat kepalaku pusing." Rakilla mengibaskan lengan untuk menengahi perdebatan itu. Biar bukan debat yang serius, kalau diulang sepanjang jalan tetap saja menjengkelkan.
"Omong-omong kemana si Jaya Taksa itu ya? Sejak di pemakaman aku tidak lagi melihatnya." Yuan Gi mengalihkan topik.
Arya Ling Shi memperlambat laju kudanya dengan wajah menerawang. "Entahlah ... sewaktu kita pergi pun dia tidak kelihatan di sekitaran Kapuntren. Memang kenapa bertanya? Kau merindukan pemuda itu?" Diliriknya pria dengan cotom bambu itu dengan sebelah alis terangkat.
"Kau gila! Tentu saja tidak, bagaimanapun juga aku ini laki-laki tulen." Yuan Gi menyanggah tidak terima.
"Di sini tidak ada yang meragukan soal ketulenanmu itu kok, ya kan?"
Rakilla mendecakkan lidah, "kalian! Berhenti saling meledek seperti-"
"TOLONG! SELAMATKAN KAMI TOLONG!!"
"DESA DISERANG TOLONG!"
Kalimatnya terputus. Dari arah lembah terlihat sekumpulan warga berlarian tunggang langga. Tampak amat sangat ketakutan.
Rakilla menahan napas, terlebih saat dilihatnya kepul asap membumbung tinggi dari bagian selatan desa. "Sial, kita harus bergegas!"
Gadis itu tanpa banyak berpikir lagi langsung menggebah kudanya, memacu dengan kecepatan tinggi menuruni bukit. Arya Ling Shi dan Yuan Gi tanpa banyak berdebat lekas mengikuti. Firasat mereka bilang, sesuatu yang buruk sedang terjadi di desa.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]RANJAU
Fiksi SejarahWARNING!!! 18+ Rakilla Huan Mei, seorang mahasiswi tingkat akhir Fakultas Hukum terpaksa harus bentrok dengan kekasihnya sendiri yang seorang anggota brimob saat terlibat unjuk rasa besar-besaran di depan gedung DPR. Keadaan yang semula berlangsung...