Part 12 - Jeda Yang Tercipta

216 61 170
                                    

Selamat datang di part 12 ini.

Tokoh siapa yang paling kalian kangenin?

Atau kangen sama aku?

Sebelum baca, dengerin play list dulu yuk.

Isyana Sarasvati|| Tetap Dalam Jiwa

Happy Reading Readers.

🍁🍁🍁
Tidak semua jarak diciptakan untuk membuat rindu. Ada pula jarak yang sengaja diciptakan untuk membentengi perasaan yang kian hari tidak menentu.
🍁🍁🍁


"Binar, Bi!"

Binar turun tergesa dari taksi. Mengabaikan panggilan dari Dana. Bahkan, ia tidak mengucapkan satu patah kata pun sebelum masuk ke dalam rumah.

Dana menghela napas. Dia paham jika Binar butuh waktu untuk sendiri. Dengan berat hati ia kembali ke dalam taksi, dan pulang ke rumahnya.

Masuk ke dalam, Binar mengabaikan Ferdi yang duduk di sofa. Atau mungkin ia tidak menyadari keberadaan papanya. Ferdi dan anggota keluarga yang lain hanya menatap punggung Binar yang menjauh---menaiki tangga dengan ekspresi yang berbeda-beda.

Binar duduk di ranjang dengan perasaan yang kacau.
Binar meremas-remas jemarinya sendiri, mencari ketenangan. Sungguh, ia khawatir dengan keadaan Geri. Jika tidak punya trauma terhadap darah, Binar pasti akan ikut mengantarkan bocah gempal itu.

Binar benci dirinya yang seperti ini. Lemah dan penakut. Binar merasa pengecut karena menghindar dari hal-hal yang menyebabkan dirinya seperti sekarang ini. Namun, jika dilawan, ia akan merasakan sakit itu kembali.

"Geri, semoga kamu gak kenapa-napa, ya. Kakak cemas sama keadaanmu."

Pandangan Binar teralih pada ponsel di nakasnya. Ia mendial nomor Dokter Irma di sana. Sudah seminggu ini Binar berhenti konfirmasi lagi dengannya. Mungkin sekarang saatnya. Nyatanya, bukannya sembuh, tiap hari Binar selalu merasakan ketakutan.

"Halo, Dok, bisa kita ketemuan sekarang?"

****

"Woy, Mas Bro. Habis dari mana lo, kencan?"

Masuk ke dalam rumah Dana langsung di sambut oleh suara bas Jonathan. Cowok itu sudah menunggu kepulangan Dana sedari tadi. Ia ke mari ingin mengantarkan motor Dana yang tertinggal di sekolah, tapi papanya Dana bilang itu buat dia saja. Kan, lumayan. Rezeki nomplok.

"Kok muka lo kusut gitu, Dan. Why?" Jo berdiri dari tempatnya. Mengikuti langkah Dana yang hendak ke kamar.

Dana duduk di ranjang. Melepas sepatu dan kaos kakinya dengan tergesa. Pikirannya masih tertuju pada satu orang. Binar.

"Lo kenapa, sih? Ada masalah apa? Gak biasanya lo kayak gini." Jo mengernyit keheranan. Ia ikut bergabung---duduk dengan Dana di ranjang. "Oh gue tau, gagal pedekate sama Bini lo itu, ya?"

"Semprul. Yang boleh manggil dia Bini cuma gue." Dana melempar kaos kakinya pada Jo.

"Anj*ng. Gak dicuci berapa bulan nih kaos kaki? Bacin." Jo melempar kaos kaki itu asal ke lantai. Sedangkan sebelah tangannya ia letakkan pada hidungnya.

"Sebulan," sahut Dana asal.

"Pantesan. Jorok amat lu. Padahal anak sultan."

Antara Cinta dan Lara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang