Part 21 - Membuka Hati?

206 59 140
                                    

Sebenarnya part ini sebagian adalah lanjutan part kemarin, tapi karena kepanjangen, aku potong deh.

Warning! Part ini rasanya nano-nano.

Jangan lupa pencet tombol bintang dan komentar ya, gratis kok.

Masa kalian cuma ngintip-ngintip doang baca kisah kehidupannya Binar yang cukup berat.

Play list kamu|| Sekali Ini Saja~ Glen Fredly

Happy Reading Readers.

🍁🍁🍁
Bumi memang tempat tinggal yang baik, tapi bukan tempat tinggal yang ramah. Karena, orang-orang di dalamnya sering sekali berbuat masalah.
🍁🍁🍁

"Kamu kenapa datang kemari lagi, Binar? Aku kira, kamu udah gak butuh aku lagi."

Dokter Irma cukup terkejut, dengan kehadiran Binar yang mendadak. Bahkan, gadis itu datang ke rumahnya tanpa mengabarinya dulu seperti yang biasanya Binar lakukan. Dokter Irma kira, Binar sudah tidak membutuhkannya lagi sebab gadis itu merasa baikan, dan tidak perlu tergantung pada obat-obatan lagi.

"Dokter gak seneng, aku datang kemari?" tanya Binar, sedikit salah paham dengan ucapan Dokter Irma barusan.

"Bukannya gitu .... Maksud aku, kalau kamu gak datang ke sini lagi, itu artinya ...."

Dokter Irma sengaja menggantungkan ucapannya. Saat netra matanya bertubrukan dengan iris mata Binar. Walaupun ucapan tersebut tidak dilanjutkan, Dokter Irma yakin, Binar tahu maksudnya apa.

Binar menggeleng pelan, menahan sesak yang menghantam dadanya. "Aku gak tau, kapan semua ini akan berakhir, Dok. Semakin hari, bukannya membaik, aku malah semakin terpuruk. Aku semakin takut sama diriku sendiri, Dok."

Melihat Binar yang sedang putus asa, Dokter Irma merasa tidak tega. Sebagai psikiater, Dokter Irma hanya mampu membantu pemulihan mental Binar, tanpa tahu pasti apa yang dialami Binar selama ini. Apalagi, mengingat Binar masih remaja, jelas hal tersebut tidak mudah untuk gadis itu.

"Binar, maaf kalau ucapan aku tadi menyinggung," ucap Dokter Irma. "Kamu harus kuat hadapi ini, jangan menyerah. Jangan sampai, semua hal yang terjadi membuat kamu kehilangan jati dirimu."

Mata Dokter Irma menyipit, menemukan objek yang mencuri perhatiannya. "Binar, tangan kamu kenapa?"

Dokter Irma mendelik, tidak percaya. Binar bisa-bisanya melakukan hal itu. Orang yang cenderung rapuh, memang biasanya ingin melakukan bunuh diri. Mengingat Binar masih di bawah umur, Dokter Irma tak menyangka masalah berat ini ditanggung oleh Binar sendirian.

"Luka ini gak ada apa-apaannya dibanding luka di hatiku, Dok." Binar meneteskan air matanya kembali. Luka dan amarah di hatinya hanya bisa padam oleh butiran kristal bening yang keluar dari matanya itu.

"Coba ceritakan pelan-pelan, biar kamu lega." Goresan pisau di lengan Binar cukup panjang, itu menandakan luka di hati Binar cukup besar.

Binar mengangguk, mendengar perkataan Dokter Irma. "Aku dituduh hamil, Dok."

Dokter Irma yang mendengar itu terkejut, tetapi dia tetap membiarkan Binar berbicara sampai tuntas.

"Semuanya berawal dari kesalahpahaman yang berujung menyakitkan.''

Perlahan, Binar mulai bercerita. Dengan nada pelan dan juga sesak yang menjalar dadanya. Binar tidak peduli dengan wajahnya saat ini. Hanya dengan menangis, perasaannya menjadi lega.

Antara Cinta dan Lara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang