Part 29 - Penenang Diri

156 43 120
                                    

Akhirnya bisa update lagi.

Warning!!
Part ini KIYUWU banget. Dengan rasa nano-nano gitu. Jangan lupa bawa guling buat diremes-remes.

Mau tanya, dong. Seberapa antusias kalian baca cerita ini?

Jangan lupa pencet bintangnya ya. Biar bejo.

Play List Kamu || Fiersa Besari ~ Pelukku Untuk Pelikmu

🍁🍁🍁
Terkadang, rumah yang paling nyaman pun, tidak bisa dijadikan tujuan untuk pulang. Apalagi kehadiran seseorang yang sebentar. Hanya sekadar singgah kemudian pisah.
🍁🍁🍁

Binar membuka matanya lamat-lamat, merasakan pening yang mendera kepalanya. Matanya mengerling, mendeteksi di mana keberadaannya sekarang.

"Binar, lo udah sadar? Syukurlah."

Suara itu menyapa telinganya pertama kali. Binar merubah posisinya menjadi duduk, tentu saja Dana membantunya---keadaan Binar masih agak lemas saat ini.

"Gue di mana?"

"Lo di UKS, Bi. Tadi lo pingsan, setelah keluar dari gudang."

Sebuah ingatan berusaha berputar bagai kaset rusak dalam memori  Binar. Samar-samar Binar mengingat kejadian tadi---saat dirinya terkurung di dalam ruang perpustakaan lama yang gelap. Rasanya seperti de javu, Binar seperti pernah merasakan hal itu sebelumnya.

Untuk dipaksa mengingat, kepalanya semakin sakit, membuatnya meringis seketika.

"Binar lo kenapa?" Tentu saja Dana yang melihat itu menjadi cemas. Ia mengambil teh manis yang sudah ia sediakan di nakas. "Minum dulu tehnya. Biar mendingan."

"Makasih, Dan," ucap Binar, setelah menyeruput teh itu dengan bantuan Dana.

"Buat apa?"

"Semuanya." Binar tersenyum tulus. "Lo udah nolongin gue dan sekarang lo jagain gue di sini."

Dana tersenyum, mengelus rambut Binar lembut. "Lo gak perlu bilang makasih sama gue, Bi. Udah sepatutnya gue melindungi orang yang gue sayang."

Hati Binar terenyuh mendengar ucapan itu. Ada perasaan senang sekaligus sedih yang menjelma menjadi ketakutan di benaknya.

Baik Binar maupun Dana sama-sama bungkam. Binar sibuk dengan pikirannya sekaligus menetralkan rasa gugupnya. Sedangkan Dana merapihkan rambut Binar yang menghalangi wajah cantik gadis itu. Meskipun dari samping, tetapi wajah Binar terlihat cantik.

"Cantik," puji Dana. Membuat Binar merasakan getaran aneh pada dirinya.

Binar berdehem pelan, menetralkan rasa gugupnya. "Semua cewek memang cantik."

"Tapi lo beda," ucap Dana, menatap lurus ke arah Binar, "natural. Makanya gue suka."

Binar telah kalah. Benteng kokoh yang selama ini ia bangun telah hancur dengan sikap manis dan perhatian yang diberikan cowok itu. Rasa nyaman terhadap Dana telah berubah menjadi rasa yang lain. Perasaan yang dia sendiri tidak bisa mendeskripsikan bagaimana rasanya.

Namun, jika Binar mengatakan hal yang sama, apakah Dana masih tetap bertahan? Pertanyaan itu sering singgah tanpa permisi di kepala Binar. Memikirkan ekspetasi-ekspetasi yang akan terjadi esok hari kadang memang melelahkan.

Antara Cinta dan Lara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang