Ada yang masih nunggu cerita ini?
Absen dulu, yuk. Jam berapa kalian baca cerita ini?
Jangan lupa pencet bintangnya ya. Masa kalian cuma ngintip-ngintip doang baca kisahnya Binar yang penuh lika-liku. Gak afdol dong.
Warning!!! Part ini akan membuat kalian jantungan. Hati-hati bagi yang memiliki penyakit jantung, bisa terserang mendadak.
Play List Kamu|| Satu Tuju - Raissa Anggiani
Happy Reading Readers.
🍁🍁🍁
Terkadang, untuk berdamai dengan masa lalu, berdamailah dengan diri sendiri terlebih dahulu.
🍁🍁🍁Binar terbangun dari tidurnya. Jantungnya berdebar tak beraturan. Tiba-tiba memori itu muncul kembali, tentang kejadian beberapa jam yang lalu. Binar harap, itu hanyalah mimpi buruk yang tidak akan pernah menjadi nyata.
Sayangnya, itu bukan khayalan ataupun fatamorgana. Kejadian tadi memang nyata adanya. Mengingat itu, Binar kembali merasakan sesak dan lara. Air matanya kembali turun membasahi pipinya.
Binar menoleh ke samping, ada Bima dan Dana yang tertidur di sofa rumah sakit. Dia yakin, dua cowok itu menunggunya di sini.
"Gue gak mau ada di sini, gue pingin ketemu sama Ayah." Binar bergumam pelan.
Gadis itu melepas alat bantu pernapasannya. Bukan hanya itu, Binar melepas selang impusnya dengan sedikit kasar sampai membuatnya meringis.
Binar menapakkan telapak kakinya ke lantai, lalu berjalan pelan ke arah pintu, tidak mau membuat dua orang cowok yang menjaganya terbangun.
Gadis itu melangkah keluar. Dia mengabaikan rasa sakit yang mendera kepalanya saat ini. Hatinya lebih terasa sakit daripada itu.
Bunyi pintu yang tertutup itu mengganggu pendengaran Dana. Cowok itu mengerjap, lalu mengucek matanya. Yang menjadi objek pandangan Dana pertama kali yaitu ranjang. Matanya terbelalak, saat tidak mendapati Binar di sana.
"Binar."
Dana tersadar, lantas cowok itu langsung berdiri dan pergi keluar. Ketika Binar kabur dalam kondisi sekacau ini, membuat kepalanya di penuhi pikiran negatif tentang kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
"Binar!"
Dana berjalan di lobby rumah sakit dengan tergesa. Matanya menengok kanan-kiri, mencari keberadaan Binar. Dalam keadaan Binar seperti ini, tidak mungkin gadis itu jalan jauh.
Kaki Dana tidak sengaja menginjak sesuatu, rupanya itu adalah salah satu anting-anting milik Binar yang terjatuh. Sepertinya, dia mengetahui keberadaan Binar sekarang. Lantas, Dana langsung ke sana dengan mempercepat langkahnya.
"Gue benci sama semesta, gue benci sama semuanya, gue benci sama diri gue sendiri. Gue benci!"
Tepat di depan pintu rooftoop rumah sakit, Dana mematung---mendengar teriakan Binar. Langkah bertambah cepat, bahkan malah bisa disebut berlari. Dana mendekati Binar yang masih menangis. Tangan cowok itu menarik pergelangan tangan Binar sampai gadis itu hampir terjatuh akibat kehilangan keseimbangannya.
"Gue tau lo lagi terluka, Bi. Tapi bunuh diri bukan menjadi solusi yang tepat." Kedua tangan Dana memegang sisi bahu Binar.
Binar cukup terkejut dengan kehadiran Dana. Lantas, ia menepis tangan cowok itu. "Siapa yang mau bunuh diri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Cinta dan Lara
Teen Fiction[𝙁𝙤𝙡𝙡𝙤𝙬 𝙎𝙚𝙗𝙚𝙡𝙪𝙢 𝙈𝙚𝙢𝙗𝙖𝙘𝙖, 𝙅𝙖𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙎𝙞𝙡𝙚𝙣𝙩 𝙍𝙚𝙖𝙙𝙚𝙧𝙨] Antara cinta dan lara, mana yang lebih menyakitkan? *** Katanya, rumah adalah tempat yang paling nyaman untuk berteduh dan berlindung. Namun, hal itu tidak berlak...