Setelah sehat, Mean membawa Plan ke Bangkok dan mereka tinggal di rumah megah Mean. Semuanya sudah tersedia untuk Plan. Meskipun demikian, Plan lebih sering mengurung dirinya di kamar. Wajahnya selalu murung dan sedih. Ia benar-benar sedih atas nasib yang menimpa dirinya.
Mean sabar dan menerimanya. Tak sekalipun setelah ia membawanya, Mean menyentuh Plan. Padahal saat Mean membawanya ke kamar megah itu, Plan berpikir Mean akan memaksanya seperti dulu.
Pada suatu Minggu, Mean meminta Plan untuk bersiap. Meskipun ia takut, Plan menurutinya. Ia tak punya pilihan. Ia milik Mean sekarang. Mereka pergi ke sebuah pemakaman dan Plan sangat kaget sebab Mean mengambil tangannya dan memasang cincin pada jari manisnya.
"Ibu, nenek, ini istriku. Namanya Plan Phiravich. Cantik bukan?" Mean memulai pembicaraan sambil merangkul Plan.
Plan diam tapi saat Mean menjelaskan siapa dirinya dan saat ia berbicara dengan nada bahagia dan juga sedih, ia merasa terenyuh. Plan menatap Mean sejenak lalu melihat dua makam bergantian.
"Maafkan lama tak menemui kalian. Ini wanita yang kucintai dan ia sulit kutemukan. Sekarang aku sudah menemukannya dan aku tak akan melepaskannya lagi. Doakan kami, na! Kami ingin hidup bahagia," ujar Mean lagi. Matanya berkaca-kaca.
"Sampai jumpa lagi, Mae, Nenek," sahut Mean. Ia berjalan menuju mobil dan Plan menatapnya dari belakangnya. Hatinya mulai terenyuh dan luluh saat mendengar sopir dan pelayan bercerita tentang Mean. Ia menjadi tahu bagaimana kehidupan Mean dan sifatnya.
Benar, Mean pernah melakukan kesalahan di masa lalu kepadanya. Namun, setiap orang berhak mendapatkan kesempatan. Toh, ia sudah menjadi seseorang yang lebih baik.
Plan mulai membuka dirinya. Ia mulai menata rumah megah itu seolah ia adalah pemiliknya. Ia memasak untuk Mean dan mulai memerhatikan keadaannya. Pada awalnya, Mean kaget, tapi ia bahagia. Itu harapannya. Memang mereka tak pernah sekamar. Mean selalu tidur di kamar kecil di meja kerjanya dan membiarkan Plan tidur di kamarnya yang megah.
Pada suatu malam, Plan mendengar pertengkaran antara Mean dengan pengacaranya. Ada masalah di kantornya. Seseorang melakukan kecurangan dan ia harus menutup kantor cabangnya. Ia tak mau melakukannya sebab nasib karyawan di sana akan menjadi menderita karenanya. Mean ingin mempertahankannya, tapi ayahnya tak setuju dan pengacaranya memberitahukan hal ini kepadanya.
Akhirnya, Mean mengambil keputusan. Ia menjual sahamnya demi kantor cabangnya itu sehingga masa depan karyawannya bisa diselamatkan.
Meskipun ia harus kehilangan banyak aset pribadinya, Mean tak keberatan. Yang paling penting adalah perusahaannya terus berjalan dan kesejahteraan karyawannya terjamin.Malam itu setelah ia mengambil keputusan itu, ia berjalan menuju gazebo di dekat danau di belakang rumahnya.
Halaman belakang rumah Mean sangat luas. Ia punya danau dan rumah kebun dan bahkan rumah bunga. Kadang-kadang ia menghabiskan waktu sendirian di rumah bunga kesukaan ibunya.
Saat Mean berjalan dengan sebotol anggur dan sebuah gelas menuju ke gazebo itu, Plan melihatnya dari jendela kamarnya. Ia tahu wajah Mean yang seperti itu menunjukkan kesedihan tapi juga kelegaan. Dan ia tahu benar alasannya.
Malam itu turun hujan. Plan tahu Mean belum kembali dari gazebo itu. Entah kenapa Plan ingin menyusulnya. Ia membawa payung dan berjalan menuju gazebo dan ia mendapati Mean tengah tertidur bersender pads salah satu tiang. Wajahnya terlihat begitu lelah.
Plan duduk di sebelahnya. Ia meraih sebuah kain flannel yang tergeletak di dekat meja dan menyelimuti Mean. Mean terbangun karenanya.
"Maafkan aku!" sahut Plan. Mean kaget. Itu pertama kalinya Plan bicara dengannya setelah di rumah sakit dulu.
"Tidak apa-apa," sahut Mean. Ia berdiri dan hendak pergi dari gazebo.
"Mau ke mana?" tanya Plan. Ia beranjak.
"Kalau kau ingin di sini, aku bisa pergi," sahut Mean. Dengan cepat ia berjalan keluar gazebo menembus hujan. Plan kaget. Ia sadar sikapnya dulu. Setiap kali Mean menghampiri dirinya dan berusaha mengajaknya mengobrol, ia akan pergi dan menghindari dirinya. Sekilas, Plan akan melirik ke arahnya dsn melihat wajah Mean yang sedih dan Plan merasa puas karenanya.
Sekarang Mean sudah terbiasa dengan hal ini, dan Mean memilih pergi karenanya. Sekarang Plan tampak sedih. Dan ia sadar keadaan tidak akan lebih baik untuk mereka jika salah satu tidak memulainya. Ia sadar harus ia yang memulainya sebab Mean sudah berusaha dengan sekuat tenaga membuka hatinya dan dunianya untuk Plan.
Plan berlari mengejar Mean dan ia langsung memeluk Mean dari belakangnya. Itu membuat Mean kaget dan langkahnya terhenti karenanya.
"Maafkan aku!" bisik Plan.
"Kau tak perlu minta maaf. Tak ada yang perlu dimaafkan," ujar Mean. Ia masih pada posisinya.
"Aku akan berusaha untuk mencintaimu, na!" bisik Plan. Mean membelalakkan matanya. Ia membalikkan tubuhnya dan kemudian menatap Plan dengan rasa tak percaya.
"Aku ingin kita memulainya lagi," sahut Plan sambil tersenyum.
"Sungguh?" Mean menatapnya.
"Uhm," guman Plan sambil tersenyum. Ia berjinjit dan mencium Mean di bibirnya. Dan Mean tak sungkan untuk membalasnya dan mereka berciuman lama dan hangat di bawah hujan. Mereka berlari ke gazebo dan melanjutkan pergumulannya di sana.
"Aaah, nnnngh, aaaah, Meaaaan, aaah," desah Plan. Sungguh Plan menikmati percintaan itu. Ia bisa merasakan cinta dan kasih sayang sang lelaki yang tengah menggaulinya itu.
"Uuuungh, mmmph, Baby, nnngh," desah Mean. Naganya terus menyodok di dalam lubang dan ia juga merasakan Plan ikut bergerak menikmati permainan.
"Mmmph, nnnngh, Meaaan," bisij Plaan.
"Nnngh?" Mean menatap Plan.
"Lepaskan kondomnya. Aku ingin punya anak," bisim Plan sambil menatap Mean.
"Kau yakin?" Mean menatapnya. Plan menganggukkan kepalanya.
"Aku ingin punya keluarga yang ramai," bisik Plan. Mean tersenyum bahagia. Ia mencium Plan dan mereka menikmati percintaan mereka yang begitu hebat malam itu.
Mereka tertidur pulas di sana sampai keesokan harinya. Mean membuka matanya dan mendapati Plan yang berada dalam pelukannya tengah menatapnya sambil tersenyum.
"Ada apa?" bisik Mean sambil mengelus kepala Plan.
"Morning sex is the best," bisik Plan. Mean melotot lalu tersenyum. Ia menganggukkan kepalanya dan paham dengan yang dikatakan Plan. Mereka melakukannya lagi dengan bahagia.
Kehidupan menjadi lebih baik untuk mereka. Sungguh mereka seperti pasangan yang baru saja menikah. Semua pelayan dan staf di sana ikut bahagia.
Suatu sore, Mean dan Plan asyik berenang di kolam renang rumah mereka. Mereka berciuman hangat dan Mean tengah berada di pinggir kolam saat Plan menghampirinya dan menurunkan celana renangnya.
"Plan, kau nakal!" bisik Mean. Ia membalikkan posisi dan menyenderkan Plan pada tembok kolam renang dan menurunkan celana renang Plan. Mereka bercinta di kolam renang dan melanjutkannya di kamar.
Akhirnya, kamar megah itu mendapatkan kembali kehidupannya. Sama halnya dengan pemiliknya yang kini akan segera memiliki penerus setelah beberapa bulan rekonsiliasi mereka.
Mean dan Plan akhirnya bersama dan mereka memilik tiga anak dalam waktu dua tahun. Keluarga mereka menjadi lebih ramai dan mereka tentu saja bahagia.
Tamat